Bab 12 Kemarahan Hero
Bab 12 Kemarahan Hero
Mentari baru saja meninggi dari balik mega, Hero terlihat sedang berjemur untuk menghangatkan badan di atas balkon kamarnya. Sorot mata lelaki itu menatap tajam seekor burung yang terbang bebas di atas awan. Ia merasa seolah dirinya seperti itu, jauh melangkah untuk bertahan hidup dengan segala cara dan risiko yang akan didapatkannya kelak.
Kehidupan Hero dari kecil memang keras dan susah, sehingga ia menjadi sosok pribadi yang dingin dan pendiam. Sebagian besar Hero menjalani kehidupannya di jalanan. Jadi ia tidak kaget lagi dengan kejamnya orang sehingga secara tidak langsung itu telah membuat dirinya jadi garang. Apalagi di tengah hiruk pikuk kehidupan kota jika lemah maka akan menjadi santapan yang kuat. Prinsip hidup lelaki itu adalah lakukan dengan segala cara agar bisa menang dari siapa pun, baik itu orang jahat ataupun kehidupan ini. Perkelahian adalah sesuatu yang sudah biasa bagi Hero dalam menjalani hari-harinya.
Sebenarnya Hero masih mempunyai keluarga di kota lain. Ia menjadi tulang punggung untuk ibu dan seorang adiknya yang masih duduk di bangku SLTA. Setiap mempunyai uang lelaki itu tidak pernah lupa untuk mengirimi keluarganya. Tiba-tiba terdengar suara ponsel berdering, ia segera meraih benda pipih itu yang berada di sebelahnya. Lelaki itu tampak mendiamkan, tetapi handphonenya tidak berhenti berbunyi. Dengan malas akhirnya Hero menerima panggilan masuk dari orang terdekatnya.
“Halo Bang,” ucap seorang wanita dari seberang sana.
“Sudah aku bilang jangan pernah hubungi abang!” Hero menyambut sapaan itu dengan tegas.
“Maaf Bang,” ucap wanita itu dengan suara yang ketakutan, “Ibu sakit dan selalu bertanya abang kapan pulang?” jelasnya memberitahu tujuan menelepon.
Hero tampak terkejut mendengarnya dan berseru, “Katakan sama ibu, Abang tidak bisa pulang karena sedang kerja. Nanti aku akan kirim uang untuk berobat,” sambungnya kembali.
“Akan tetapi, Ibu katanya kangen sama Abang dan ingin bertemu barang sejenak saja,” pinta wanita itu dengan penuh harap, “Ibu juga khawatir sekali dengan keadaan Abang di kota,” sambungnya kembali.
Hero tampak terdiam karena tidak mungkin mengabulkan permintaan ibunya. Ia baru bekerja kepada Raya dan tidak mungkin meninggalkan tanggung jawabnya sebagai bodyguard. Namun, jujur di dasar lubuk hatinya yang paling dalam ia sangat merindukan wanita yang telah melahirkannya itu.
“Abang Hero,” panggil wanita itu kembali.
“Dengar baik-baik Dira! Katakan sama ibu, aku baik-baik saja dan baru bekerja jadi tidak bisa pulang dalam waktu dekat ini!” seru Hero yang tidak ingin mengecewakan ibunya.
“Iya, nanti Dira akan sampaikan. Bang ibu mau bicara sebentar?” sahut Dira sambil memberitahu.
“Jangan ….” Hero hendak menolak, tetapi sudah terdengar suara seorang wanita yang amat ia kenal.
“Hero, pulang lah Nak! Ibu kangen,” ujar seseorang dengan suara yang bergetar.
Hero tidak menjawab, entah mengapa lidahnya terasa kelu mendengar suara itu. Perasaannya bergetar hebat membuat hatinya terasa pilu. Lama ia mengantung ponselnya hingga panggilan itu pun terputus. Lelaki itu kemudian menjambak rambutnya dengan kasar, entah mengapa ia tidak suka jika kerabatnya menghubungi. Sepertinya lelaki itu menyimpan banyak misteri dan rahasia hidup yang tidak diketahui oleh orang lain.
Semua masalah hidup Hero berawal dari ayahnya yang entah pergi ke mana. Meninggalkan begitu saja istri dan anaknya. Semenjak itu ibunya menjadi single parent dan harus membanting tulang untuk menghidupi anak-anaknya. Akhirnya wanita itu pun jadi sakit-sakitan dan semenjak itu Hero yang mulai menggantikan untuk mencari nafkah. Dengan hanya mengandalkan kemampuan skill beladiri yang dimiliki. Hero mencari rezeki di jalan yang penuh risiko, ia tidak peduli yang penting kebutuhan keluarganya tercukupi dengan baik.
Perasaan Hero sekarang jadi resah dan gelisah setelah mengetahui ibunya sedang sakit. Lelaki itu mulai memikirkan keadaan ibunya sehingga ia terlihat murung dan semakin jarang bicara. Antara hati dan logikanya tidak sejalan sehingga membuat Hero seperti orang bingung dan linglung yang tidak tahu harus berbuat apa.
***
Sudah beberapa hari ini, Hero kerap terlihat melamun dengan pikiran yang entah ke mana. Bahkan ketika seorang asisten memberitahu jika Miss Raya memanggil. Lelaki itu hanya melihat dengan tajam tanpa menjawab sepatah kata pun. Sehingga membuat Raya datang langsung untuk menemui bodyguardnya itu.
“Hero kamu kenapa, sakit?” tanya Raya dengan heran ketika melihat bodyguardnya itu diam saja.
Hero tidak menjawab dan hanya menggeleng, sehingga membuat Raya tidak merasa dihargai. Kemudian ia menempelkan tangannya di dahi lelaki itu dan tidak merasakan panas.
“Kamu itu kalau ditanya jawab Hero, jangan diam saja!” seru Raya yang jadi tidak mengerti akan perubahan sikap Hero yang tiba-tiba.
“Tidak apa-apa,” jawab Hero singkat.
Raya tampak menghela nafas panjang dan mulai tidak sabar. Wanita itu jadi jengkel dengan sikap Hero yang tidak mau terbuka kepadanya. Entah mengapa Raya jadi iseng, dia mulai mengelus dada bidang Hero dan berseru, “Buka!”
“Buka apa?” tanya Hero yang tidak fokus dengan pertanyaan majikannya.
“Ya buka kaos kamu Hero, masa buka pintu,” sergah Raya yang mulai kesal dengan Hero yang jadi tidak fokus.
Hero segera berlalu dari hadapan Raya, padahal wanita itu belum selesai bicara sehingga ia merasa dirinya tidak dihargai oleh Hero. Raya segera mengejar dan menghadang jalan lelaki itu.
“Kamu tidak sopan sih Hero, saya belum selesai bicara main kabur saja,” omel Raya dengan kesalnya.
Sementara itu Hero tidak menjawab dan terlihat malas untuk meladeni Raya. Merasa tidak direspon membuat Raya jadi naik pitam.
“Kamu keterbelakangan mental ya? Diajak bicara sudah kaya orang bodoh, “ caci Raya yang membuat Hero menoleh dan menatap tajam ke arah wanita itu.
“Miss mengatai saya apa?” tanya Hero yang mulai terlihat naik pitam.
“Kenapa kamu tidak suka? Atau perlu saya ulangi lagi yang kencang agar kamu bisa dengar?” Raya balik bertanya dengan sengitnya.
Mendengar itu Hero segera memepet tubuh Raya ke tembok dan menatap wanita itu dengan garang dan membentak, “Jangan pernah menghina saya!”
Raya terlihat ketakutan ketika Hero mulai marah, ia tidak menyangka jika lelaki itu akan murka setelah dihina. Sementara itu Yuyut yang menyaksikan semuanya segera mengambil tindakkan sebelum Hero melampiaskan kemarahannya kepada Raya.
“Miss Raya, hari ini jangan lupa arisan,” ujar Yuyut yang tiba-tiba sambil memberitahu.
Mendengar itu kemarahan Hero pun meredam karena ia harus menjalankan tanggung jawabnya sebagai bodyguard.
“Oh iya, thanks Yut sudah mengingatkan,” ucap Raya sambil segera berlalu dari hadapan Hero.
Raya segera ke kamarnya bersama Yuyut untuk bersiap-siap, sedangkan Hero langsung bergegas menuju ke mobil dan melakukan pemeriksaan kendaraan. Ketika Raya keluar dari mobil Hero segera membukakan pintu tanpa sepatah kata pun. Setelah itu, Hero segera masuk dan duduk di samping sopir. Tidak lama kemudian sebuah Pajero hitam meluncur meninggalkan rumah Raya yang mewah.
BERSAMBUNG
