Bab 3 Menciumnya Dari Samping
“Berhenti,” ucap Willian, “sekarang kemari.”
Alexa yang mendengar perintah itu merasa ragu, namun akhirnya memutar badannya dan menatap Willian.
“Apa?” tanyanya.
“Kemari,” ujarnya dengan suara terdengar berat.
Alexa pun menghampirinya dan berdiri sedikit jauh dari hadapan Willian yang sedang duduk.
“Duduk,” perintah Willian.
Alexa dengan polosnya bertanya, “Duduk di mana? Di sana hanya ada satu sofa.”
“Mendekatlah,” kata Willian, menyuruh Alexa agar lebih dekat lagi.
Alexa dengan ragu-ragu kembali melangkah mendekati Willian.
Willian langsung menarik pinggul gadis itu, memutar tubuhnya dan mendudukkannya di atas pangkuannya.
Alexa terkejut dengan tindakan Willian.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Alexa, berusaha untuk berdiri, tetapi Willian malah melingkarkan tangannya cukup erat di pinggangnya.
“Diam, gadis bodoh,” bisik Willian di telinganya dengan nada lembut, membuat tubuh Alexa menegang karena hembusan di belakangnya yang menggelitik.
Ini pertama kalinya dia duduk di atas pangkuan pria dengan posisi yang sedikit intim, membuat Alexa diam tidak lagi banyak bergerak.
"Sudah kukatakan, aku tidak bodoh," balas Alexa cemberut. Kemudian berkata, "Sekarang apa yang harus aku lakukan? Ini sudah sore dan aku lapar," ucapnya dengan nada pelan.
Willian yang melihat wajah cemberut Alexa dari samping merasa gemas. Dia tersenyum tipis, hingga tak terlihat.
‘Sangat menarik,’ batin Willian.
"Sekarang kau pergi mandi, setelah itu kita makan," ujarnya santai.
"Kau serius?" tanya Alexa sedikit menoleh, wajahnya terlihat senang saat mendengar tentang makanan membuatnya hampir saja mencium pipi Willian dari samping.
"Ya."
"Gratis tidak? Aku tidak punya uang jika harus bayar," jawab Alexa, wajahnya kembali cemberut mengingat nasibnya yang menyedihkan karena tidak memiliki uang. Bahkan, dia belum makan sama sekali hari ini.
Setiap hari Alexa hanya cukup makan sekali untuk menghemat uangnya, membuat tubuhnya kurus tetapi terlihat sempurna karena di bagian yang seharusnya menonjol sangat terbentuk dengan indah untuk menarik lawan jenisnya.
“Kau harus membayarnya," ucap Willian sambil menyeringai.
"Hah! Ya sudah, lupakan soal makan. Aku akan mandi saja," jawab Alexa sambil turun dari pangkuan Willian.
Alexa seperti anak kecil yang menuruti perintah ayahnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Ia seperti terhipnotis, seakan lupa untuk pergi dari kamar Willian.
Saat di kamar mandi Alexa menatap pantulan dirinya di depan cermin sambil berbicara sendiri.
"Apakah badanku bau, sampai pria itu menyuruhku mandi?” Alexa mengendus ketiaknya satu per satu, tetapi tidak merasakan bau apa pun pada tubuhnya.
Dengan wajah cemberut Alexa melepas semua pakaiannya dan masuk ke dalam bathtub yang cukup besar.
Willian berdiri untuk mengambil segelas wine dan kembali duduk di sofa dengan satu tangannya mengetik sesuatu di ponselnya.
Tak butuh waktu lama, tiba-tiba Agon mengetuk pintu kamar dan masuk.
Sekilas matanya mencoba mencari Alexa yang masih berada di kamar mandi.
“Apa aku harus mengeluarkan kedua matamu?” kata Willian tiba-tiba.
Agon terkejut mendengar perkataan bosnya itu, dengan cepat dia menundukkan kepalanya.
“Jangan lakukan itu, Tuan. Aku tidak melihatnya sama sekali, bahkan aku meminjamkan jas ku padanya,” ucap Agon asal menjawab.
Willian mendengus kasar. “Siapa yang menyuruhnya memakai pakaian seperti itu?”
“Tuan, aku mohon jangan cokel kedua mataku. Aku hanya ingin dia mengganti pakaian lusuhnya agar terlihat lebih baik di depanmu,” ujar Agon dengan kedua tangannya yang dirapatkan, memohon pada Willian. Ia tidak ingin matanya benar-benar di ambil Willian. Akan sangat mengerikan jika itu terjadi padanya.
Willian mengamati Agon dengan tatapan tajam. Dia terdiam sejenak, meneguk wine dari gelasnya. Wajahnya tetap datar, sulit dibaca.
“Kau sudah tahu, aku tidak suka ada yang mencoba melangkahi perintahku,” katanya dengan suara tegas.
Agon tetap menunduk, tidak berani menatap langsung mata Willian. “Maaf, Tuan. Itu benar-benar hanya karena niat baikku. Aku tidak berniat melawan perintahmu.” Agon berucap dengan suara gemetar.
“Lain kali, jangan pernah mengambil keputusan tanpa izin dariku,” kata Willian sambil menggerakkan tangannya, menyuruhnya untuk segera pergi. Ada sedikit rasa kesal yang membuat Willian memperingati Agon karena telah membuat sebagian tubuh Alexa terlihat oleh anak buahnya.
Agon merasa sedikit lega, tetapi masih cemas. “Baik, Tuan.” Dengan langkah cepat, dia meninggalkan kamar, menutup pintu dengan lembut di belakangnya.
Ceklek!
Alexa membuka pintu kamar mandi, keluar dengan handuk kimono kebesaran milik Willian yang digunakannya. Willian segera melihat ke arah Alexa dengan tatapan yang seperti menusuk tubuhnya yang berdiri dengan gugup, memegang erat bagian belahan handuk yang ada di sekitar dadanya.
‘Apa pria itu akan menerkamku sekarang?’ pikir Alexa mulai bertanya-tanya.
"Pakai bajumu," ucap Willian tiba-tiba.
Alexa sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Willian. Ia berpikir bahwa Willian akan menidurinya setelah selesai mandi, namun ternyata pria itu tidak melakukannya, Willian hanya menyuruh memakai baju.
Alexa terdiam sejenak, mencoba mencerna perkataan Willian. Dengan ragu, ia mencoba membalikkan badan untuk mengambil pakaiannya yang masih berada di dalam toilet.
"Aku sudah menyediakan baju baru untukmu," ujar Willian dengan kedua mata yang tertuju pada paper bag yang ada di atas ranjang.
Alexa segera mengambilnya. Saat ia akan berjalan ke arah kamar mandi, Willian menunjuk ke arah walk-in closet.
"Di sana," katanya dengan nada rendah.
Alexa mengikuti arah yang ditunjuk Willian dan masuk ke dalam. Di sana, ia membuka paper bag dan menemukan pakaian yang sangat indah. Namun, sedetik kemudian kedua matanya melotot saat menemukan satu set dalaman wanita. Alexa mengangkat salah satu buste houder (BH) dengan kedua tangannya ke atas sambil bergumam, “Astaga, dari mana pria itu mengetahui ukuran milikku?”
“Apa pria itu telah mengintipku, ketika mandi?” Lagi-lagi Alexa berbicara sendirian, dan segera memakai dres yang begitu bagus dan cocok dipakai badannya, walaupun tidak terlihat seksi seperti sebelumnya.
Alexa berdiri di hadapan cermin, melihat seluruh tubuhnya dalam pantulan cermin. Sangat sempurna, Alexa memutar tubuhnya; entah kenapa ia sangat senang memakai pakaiannya saat ini. Mungkin karena sejak ayahnya meninggal, Alexa tidak pernah membeli pakaian baru.
Setelah beberapa saat berputar-putar, matanya mulai terpejam. Alexa mencoba menahan tangisannya. Ia begitu merindukan keluarganya, ketika berkumpul bersama seperti dahulu.
Alexa juga teringat pada seseorang, namun tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya.
"Erwin,” lirih Alexa.
"Aku bukan Erwin.”
Seketika Alexa membuka kedua mata dan memutar tubuhnya. Ternyata itu memang bukan Erwin, melainkan pria tampan yang belum diketahui siapa namanya. Alexa langsung menghindar dari pelukan Willian.
"Eh! Maaf, apa aku terlalu lama," kata Alexa.
"Ya, kau sangat lama. Tidur sambil berdiri seperti orang bodoh," jawab Willian.
"Hei … Paman, kenapa selalu memanggilku bodoh? Aku punya nama! Namaku Alexa Chandrilan," ucap Alexa dengan nada tegas tanpa melihat raut wajah Willian yang berubah karena Alexa menyebutnya paman, terdengar sangat tua. Pria itu seperti tersinggung dengan perkataan Alexa.
