Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

"Riska?"

Suara bariton itu membuatku mengangkat pandangan perlahan. Dalam pencahayaan yang gelap dan hanya cahaya dari layar yang membuat setengah wajah itu terlihat, aku masih bisa mengenali nya orang yang memanggilku itu. Dia adalah Mas Devan yang berada sejengkal di depan wajahku. Aku pun berjengit memundurkan wajah, kaget melihat dia berada di tempat seperti ini.

"Kamu nonton film 18+?" Dia malah jauh lebih kaget dari pada aku. "Saya pikir di jam - jam segini kamu sibuk di kampus."

Aku berbalik badan pada Novi, berbisik di dekat telinga nya. "Aku ke toilet dulu." Kemudian segera berlalu meninggalkan nya, meninggalkan Mas Devan yang masih melongo di sana.

Bukankah dia pengantin baru? Terus ngapain dia di sini? Sama siapa nonton film romance begitu?

Kakiku terayun cepat meninggalkan area bioskop, semakin cepat bahkan setengah berlari ketika mendengar suara Mas Devan memanggil - manggilku di belakang sana. Aku memberanikan diri menoleh, melihat nya mengejarku membuat langkahku semakin kencang.

Aku bergerak cepat menjejak eskalator turun, menuruni satu persatu tangga berjalan itu, membelah beberapa orang yang berdiri berderet di sana. "Permisi, permisi."

"Riska berhenti! Riska! RISKA! STOP!"

Aku ingin menangis saja rasa nya mendengar teriakan Mas Devan menyuruhku berhenti, membuat seluruh pasang mata menatap ke arah kami penasaran. Semoga saja nggak ada yang menyangka kalau aku ini seorang maling yang sedang dikejar, bisa - bisa aku dikeroyok nanti, kan gak lucu dong. Tepat di bawah eskalator aku berhenti, berbalik kemudian mendongak, melihat nya berkacak pinggang di atas eskalator dengan napas terengah - engah.

Satu tangan nya terulur menunjukku. "Berhenti di situ!" Tegas nya dengan mata berkilat marah.

Dia tiba di depanku lalu menarikku menjauh dari keramaian, membawaku keluar dari pusat perbelanjaan.

Kepalaku menunduk menatap tangan nya di pergelangan tanganku, ada yang berbeda di sana, terlihat berkilau menghiasi jari manisnya. Ah ya, dia sudah menjadi seorang suami dari seorang istri yang aku belum bisa menilai istri nya cantik atau nggak karena memang belum pernah bertemu. Tapi pasti cantik lah Mas Devan saja modelan begini. Postur tubuh nya tinggi, memiliki rahang kokoh dan tegas, bibir penuh dan juga tulang hidung yang tinggi. Sorot mata nya yang selalu sayu kala memandang seolah mengunci tatapan lawan membuat semua wanita dewasa tentu tidak akan bisa berpaling dari nya.

Kecuali aku, karena aku masih remaja, bukan wanita dewasa.

Aku hanya membicarakan sebuah kenyataan bukan memuji dia.

"Masuk!" Dia menyuruhku masuk ke dalam mobil nya yang terparkir di area basemen.

Saat ini aku malah mirip seorang anak yang terciduk bapak nya menonton film yang begitu dan siap menerima kemarahan.

Bibirku mengerucut kesal seraya mengikuti gerakan Mas Devan memutari setengah mobil lalu duduk di sampingku di jok penumpang belakang. Dia tampak menghela napas berat sebelum menatapku dengan mata nya yang kini malah kelihatan berkobar, tidak lagi sayu. "Kamu nonton film 18+?" Mas Devan bertanya lagi, karena pertanyaan pertama itu belum aku jawab.

Aku menggeleng lalu menunduk menatap tautan tanganku di pangkuan dengan perasaan takut. "Saya diajak temen, Mas. Dia juga yang bayarin." Kata ku menjelaskan.

"Tapi kenapa harus film dewasa? Usia kamu belum cukup untuk nonton film kayak gitu dengan adegan yang begitu. Arghh!!!"

Dia tampak frustasi tak mampu menjelaskan. "Pokok nya itu film untuk orang dewasa yang usia nya delapan belas ke atas."

"Besok ulang tahun saya ke delapan belas." Aku mencoba membela diri.

"Sekarang kan belum!"

Aku mengernyit. Kan cuma kurang sehari doang, memang masalah ya? Aku sudah punya KTP padahal.

"Kalau Bapak kamu tahu kamu nonton film yang ada adegan dewasa nya pasti beliau kecewa sama saya Ris, beliau pasti menganggap saya nggak bisa menjaga kamu disaat dia nggak bisa apa - apa."

Mataku mulai berkaca - kaca. Bayangan Bapak yang marah terlintas begitu saja.

Kami terdiam cukup lama, Mas Devan mendorong punggung nya ke sandaran sementara aku masih menundukkan kepala seraya menahan air mata agar tidak jatuh. Lalu tak lama ada suara dering ponsel punya Mas Devan, lalu dia kemudian mengangkat panggilan nya.

"Kamu bisa pulang sendiri kan? Saya ada kepentingan mendadak jadi saya harus balik duluan." Itu yang aku dengar dari yang mereka telfonan.

Menggunakan punggung telunjuk, aku menghapus air mata di kedua sudut mataku kemudian mengangkat pandangan pada nya. "Mas Devan sama istri nya ke sini?" Tanyaku.

Dia menoleh, mata yang tadi nya berkobar kini kembali sayu dan tatap itu mengunci mataku. Dia terdiam cukup lama, hanya menatapku dan aku juga menatap nya menanti jawaban yang tak kunjung dia jawab. Lalu tak lama bibir nya berucap pelan. "Iya." Dan entah kenapa ada yang aneh padaku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel