Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Beb 3

Bukannya takut, Mei malah tersenyum. Sungguh mendebarkan. Di tantang di pagi hari membuat emosi Mei naik di ubun-ubun.

"Ya, begitulah. Awalnya aku ingin mengakhiri hidupku tapi tak ku sangka ternyata Dewa masih menyayangiku. Dewa hanya menyayangi anak cantik dan baik sepertiku. Bukannya anak yang hanya bisa menyindir seperti keledai." Sahut Mei di iringi seringaian.

Semua anggota keluarga Ling menatap Mei dengan tatapan heran. Sejak kapan Mei berani menjawab seperti itu? Manli mengepalkan kedua tangannya geram, merasa tersinggung dengan ucapan Mei barusan. Sedangkan Mia Ling melongo tak percaya.

"Oh, iya, ayah. Hari ini aku ingin makan daging ayam yang dipanggang. Entah kenapa aku rasanya ingin sekali memakannya." Pinta Mei dengan manja.

Mei Ling maksudnya Natalie sejak awal memang anak yang sangat manja. Tak heran di zaman modern apapun yang Natalie inginkan selalu dikabulkan. Termasuk menjadi ilmuwan ilegal.

Tidak. Ibu cantiknya yang sangat cerewet serta galak itu pasti akan marah besar. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk Natalie berdiri.

Sekali lagi. Seisi ruangan itu kembali heran dan kebingungan dengan sikap manja Mei Ling. Sejak kapan? Setahu mereka, Mei merupakan gadis yang mandiri. Itulah yang ada di benak mereka saat ini. Untuk masalah makanan, mereka tak pernah melihat seorang Mei Ling menginginkan sesuatu.

Sekarang mereka mulai berpikir, apakah otaknya mulai berfungsi dengan baik setelah jatuh dari atas atap? Sepertinya mereka harus berpikir dua kali untuk membully Mei Ling.

"Mei Ling! Kau tidak boleh bersikap seperti itu!" Geram Mia Ling.

"Memangnya kenapa? Apa urusanmu? Tentu saja aku manja karena dia adalah ayahku. Kecuali aku manja dengan orang lain dan meminta imbalan setelahnya, itu barulah tidak wajar. Kenapa? Apa kau iri?" Ejek Mei Ling.

Wajah Mia Ling memerah merasa Mei Ling mengetahui rahasianya. Emosi Mia Ling naik pitam karena ulah Mei Ling, merasa Mei Ling adalah ancaman baginya. Mia Ling bangkit dan ingin mencakar wajah Mei Ling tapi usahanya gagal karena Zhang Ling menghentikan pergerakannya.

"Mia Ling, apa yang kau lakukan? Tentu saja adikmu manja kepadaku karena aku adalah ayahnya. Ada apa denganmu? Kenapa kau yang marah!" Ucap Zhang Ling.

Mei menampilkan senyuman mengejek ke arah Mia Ling sambil menjulurkan lidahnya.

Huo Ling, sang kakak pertama yang menyaksikan perdebatan kecil hanya bisa terdiam sambil menyimak. Sesekali pandangannya teralih ke arah Mei Ling. Sejak kapan anak itu bisa berubah seperti ini?

"Tapi ayah - "

"Sudah cukup!" Potong Zhang.

"Pelayan, tolong buatkan ayam panggang untuk Nona kalian. Cepat!" Titah Zhang Ling.

"Baik, Tuan Besar."

Beberapa pelayan segera pergi membuatkan ayam panggang untuk Mei Ling. Sedangkan Mei Ling merasa puas dan menang karena berhasil membalas perbuatan dua bersaudara itu di pagi hari.

Tidak. Sepertinya Mei Ling belum puas.

**********

Mei Ling duduk di pinggir kolam ikan sambil memberi ikan makan. Kolam ikan yang dihiasi bunga anggrek di tengah kolam serta ada banyak jenis ikan yang sangat cantik berenang di sana.

Tapi, fokus Mei tidak disitu, pikirannya saat ini sedang terganggu. Mei Ling sedang memikirkan sesuatu. Pertunjukkan apa yang dibuatnya nanti?

Entah kenapa tangan Mei Ling rasanya gatal sekali ingin melakukan percobaan.

Tunggu! Bagaimana dengan percobaan? Ide yang menarik.

Mei berencana membuat pertunjukan seperti percobaan pertamanya di zaman modern. Percobaan pertama yang berhasil membuat dirinya takjub sehingga membuatnya ingin, ingin, dan ingin mencoba lagi.

Mei rasa melakukannya di zaman ini tidak masalah dan akan membuatnya terkenal.

"Baiklah. Bagus sekali. Langkah pertama aku harus membuat laboratoriumku sendiri!" Gumam Mei dengan semangat.

Mei bangkit untuk pergi ke pasar bersama Wanqi, membeli beberapa barang yang diperlukannya nanti.

Sungguh membuat Mei tidak sabaran.

Aku harap ini bisa menarik perhatian orang banyak dan membuktikan kalau aku bukanlah Putri Mei Ling yang idiot!

*****

Di tengah teriknya matahari, tak membuat semangatnya turun untuk menjelajahi pasar. Ya, saat ini Mei Ling berada di tengah ramainya pasar bersama pelayannya, Wanqi.

Banyak penduduk yang berjalan tergesa-gesa dan ada pula yang sibuk berdagang. Jangan lupa, Mei juga ada melihat beberapa orang yang mengemis serta pemuda yang berusaha merampok.

"Nona, apa yang ingin Anda beli? Kalau Anda menginginkan sesuatu biar hamba yang pergi membelikannya." Ujar Wanqi dengan wajah yang khawatir, pasalnya nonanya ini tidak pernah menginjakkan kakinya dipasar.

Mei malah sibuk sendiri, tampak sedang merencanakan sesuatu yang jahat membuat Wanqi merasakan aura-aura iblis dan membuat bulu kuduknya berdiri.

"Wanqi, apakah kau pernah melihat gunung meletus?" Tanya Mei.

"Tidak. Di sini tidak ada gunung yang mau meletus, Nona. Memangnya kenapa Nona bertanya seperti itu?" Tanya Wanqi bingung.

Bukannya jawaban melainkan tawa yang menyeramkan yang didapatkan Wanqi. Membuat gadis yang 3 tahun lebih tua dari nonanya ini merinding tanpa sebab.

"Sungguh membuatku tak sabar!" Gumamnya.

*****

Mei berbelanja layaknya berbelanja di pasar zaman modern. Mungkin di zaman modern uang belanja Mei dibatasi tapi tidak di zaman ini. Mei menggunakan banyak koin hasil dari rayuannya kepada ayahnya.

"Nona, sebenarnya kenapa Anda membeli banyak botol kaca yang tebal serta busana yang aneh?" Tanya Wanqi penasaran.

Mei tersenyum mendengar pertanyaan polos dari Wanqi. "Kau akan mengerti nanti." Ujar Mei.

Tiba-tiba mata Mei teralihkan kepada seorang kakek tua yang sedang mengemis. Tubuhnya begitu kurus dan lusuh, seperti tidak makan hampir setengah abad? Mei tidak tahu, tetapi sungguh kasihan sekali.

Keuntungan berada di pihak Mei Ling. Seorang pemabuk dengan kantong kecil yang berisi koin bergantung di pinggangnya memberi kesempatan besar untuk Mei mengambilnya dengan mudah.

Wanqi hanya bisa melongo dengan aksi Nonanya yang luar biasa. Wanqi tak menyangka, selama ini Nonanya itu tampak polos dan baik hati tapi kenapa sekarang? Wanqi semakin bingung dibuatnya.

Mei Ling menghampiri pengemis itu dan memberinya kantong kecil yang berisi koin.

"Gunakanlah untuk hal yang bermanfaat." Ujar Mei Ling.

"Te … terima kasih … Nona … ." Balas si pengemis.

Mei Ling pergi meninggalkan si pengemis dengan langkah kaki yang terlihat sangat bangga.

Merasa bahwa dunia yang ditinggalinya ini tidaklah begitu buruk. Sebelumnya Mei mengira bahwa sistem kerajaan kuno sangatlah menakutkan namun sepertinya Mei tidak perlu merasa khawatir.

Di dalam kereta kuda, Mei tak henti-hentinya tersenyum membuat Wanqi semakin yakin bahwa nonanya itu ada masalah dengan dirinya.

Haha aku tidak sabar melihat bagaimana reaksi mereka semua.

*******

Seharian penuh Mei disibukkan dengan berbelanja membuat kakinya terasa penat. Mei merasakan tubuhnya ini lembek dan lemah membuatnya harus beristirahat dan memijat kakinya pelan.

Mei maklumi saja, tubuh ini sangat berbeda dengan tubuhnya yang dulu. Jika tubuh barunya lemah dan lembek, maka tubuh lamanya dulu seperti urat kayu.

Setelah makan malam Mei memutuskan untuk pergi ke kamarnya melihat bahan-bahan yang diperlukannya nanti.

Mei mengutus Wanqi untuk melihat apakah orang suruhannya sudah selesai membersihkan gudang kosong.

Saat semua orang sedang sibuk dengan aktivitas berat mereka di kediaman, Mei malah sibuk memijat pinggangnya yang terasa kaku.

"Nona, sebenarnya untuk apa gudang kosong itu?" Tanya Wanqi.

"Hahaha, kau akan mengetahuinya nanti gadis kecil.” Jawab Mei dengan santai.

Seperti biasa, Wanqi hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena selalu mendapatkan jawaban singkat dan padat dari nonanya.

Tiada hari tanpa kesibukan yang dialami Putri cantik ini. Dan sekarang, Mei mengemasi barang barangnya di laboratorium buatannya dibantu pelayan setianya, Wanqi.

Apa lagi kalau bukan perlengkapannya untuk unjuk bakat di pemilihan istri Pangeran.

"Wanqi, simpan kotak itu di sebelah sana!" Tunjuk Mei.

Wanqi dengan patuh menuruti perintah Mei Ling. Bergerak dengan lincah menyesuaikan jari telunjuk Nonanya yang bergerak menunjuk arah.

"Nona, kenapa Anda tidak menyuruh beberapa pelayan untuk membantu Anda?" tanya Wanqi.

"Aku tidak mau barang-barang ku rusak, Wanqi!" jawab Mei dengan ketus.

Wanqi hanya bisa terdiam mendengar ucapan Mei.

Ya, Wanqi memaklumi itu secara sifat Mei yang mendadak berubah membuat Wanqi yakin kepala nonanya itu terbentur cukup keras sehingga membuatnya terlihat aneh.

Tiba-tiba.

Prang!

Mei dan Wanqi terkejut bukan main saat mendengar suara benda pecah. Dan betapa murkanya Mei saat melihat siapa pelakunya.

Satu botol kaca pecah karena ulah Mia Ling.

"Upsss .... Maaf, aku tidak sengaja, tanganku licin." ucap Mia dengan santai membuat Mei naik pitam.

"Kau!" tunjuk Mei dengan kedua bola matanya yang membulat sempurna, menahan gejolak amarah.

"Kenapa? Apa kau marah?" tanya Mia dengan wajah tak berdosanya.

"Huhfff ... Marah tidak ada gunanya. Lagi pula aku masih punya banyak." jawab Mei dengan sombong. Ekspresinya berubah dengan cepat membuat Mia sedikit berdecak tidak suka.

Apa-apaan ekspresi itu.

"Cih, jangan berlagak sombong! Untuk apa kau membeli barang tidak berguna seperti ini? Aku akan memberitahu ayah kalau kau - "

"Apa? Kau ingin bilang kalau aku boros, begitu? Beli barang tidak berguna?" potong Mei Ling kesal.

"Kau sudah besar masih saja bersikap kekanak-kanakan." ejek Mia.

"Memangnya kenapa? Lagipula sebentar lagi aku juga akan menjadi istrinya pangeran." balas Mei dengan nada angkuh.

Kali ini Mia benar-benar sudah tersulut emosi karena adiknya. Mia tidak habis pikir, kenapa Mei berani sekali menjawabnya padahal sebelumnya tidak seperti ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel