8. Percobaan Bunuh Diri
Kehidupan Langit sekarang, hanya terporos pada Senja. Entah sejak kapan, dia bisa seakrab itu dengan perempuan. Biasanya dia tidak pernah sekali pun dekat dengan perempuan seperti saat ini.
Dia berbeda. Senja berbeda dari perempuan yang lainnya. Dia bukan berniat bergerombol untuk bergosip ria.
"Nja, pulang sekolah ...." Belum sempat Langit mengutarakan ajakannya, Okta masuk di ikuti Anji di belakangnya.
"Kak, pulang sekarang. Kita ke rumah sakit." Okta sudah membereskan semua buku-buku Senja.
Okta memanggul ransel Senja, dan memegang skruk agar Senja mudah untuk memakainya.
Langit penasaran, dia ikut membantu Senja berjalan dan mengajak mereka masuk ke mobilnya. Okta hanya menjelaskan singkat kalau Mawar dalam keadaan kritis.
Langit tahu ini adalah keadaan darurat, jadi dia tidak perlu untuk bertanya pada mereka berdua.
Mereka menuju ruangan ICU yang banyak di kerumuni beberapa keluarga. Almira bahkan menangis sesenggukan saat melihat Mawar sudah di pindahkan dari ruang ICU menuju kamar jenazah.
Mawar meninggal dunia.
Almira berjalan cepat menuju Senja yang hanya duduk dan menangis dalam diam. Satu tamparan lolos mengenai pipi Senja.
"Lagi-lagi kamu." Dia menunjuk Senja setelah menampar pipinya. "Kamu pembawa sial. Pergi kamu dari sini! Dan jangan pernah dekati kami lagi. Dasar anak haram," teriaknya penuh frustasi.
Langit, dia memeluk Senja yang masih shock, Akibat amukan Almira. Senja menangis dan menggumamkan Mama.
"Mira, Senja bukan anak haram atau pun anak pembawa sial." Oki menunjuk Senja yang tengah di pelukan Langit. "Senja anak kandungnya mas Adam."
Mira bungkam, dia terkejut dengan fakta yang ada. Senja adalah anak kandung Adam. Lalu selama ini tidak ada yang berniat untuk memberitahukan Mira.
???
Kepergian Mawar, membuat Senja merasa sedih. Apalagi perlakuan Almira yang dengan tidak tahu dirinya, mengatakan bahwa Senja adalah anak pembawa sial berkali-kali saat di pemakaman Mawar. Senja malu.
Dia hanya diam tak menanggapinya. Entah sejak kapan dan siapa yang memulai, Langit yang saat itu selalu menemani dirinya, tak berhenti memeluk Senja untuk membuatnya tenang dalam pelukan hangat Langit. Bahkan Senja merasa aman.
Jangan pernah lupakan wajah garang Oki yang selalu ingin mencabut nyawa Almira saat ini juga. Dia terlalu muak dengan Almira yang seenaknya menyebut Senja anak pembawa sial. Gatal sekali tangan Oki ingin menjambak rambut indah Almira.
Kalau tidak ingat sekarang ada di pemakaman Mawar, sudah di pastikan oleh khalayak publik, kepala Almira sudah pasti akan terlepas dari tubuhnya. Telinga Oki sudah panas, mendengarkan banyak sekali cacian dari Almira untuk Senja.
Senja bukan anak haram, dia adalah anak kandung dari Adam, kakaknya sendiri. Adam sendiri yang membawa Senja ke rumahnya saat gadis itu berusia lima belas tahun.
Bahkan Adam tidak mengetahui dia sudah punya anak seusia Senja. Karena mereka tinggal di Semarang saat itu, sedangkan Adam berada di Surabaya setelah dia menikah kembali dengan Mawar.
Adam pernah melakukan kesalahan fatal dalam pernikahan mereka dulu dan itu masih membekas untuk Adam. Dalam acara perusahaannya, dia bertemu dengan Mawar. Ya, Mawar, perempuan dengan sejuta akal busuknya.
Mawar sengaja mencampur wine putih dan obat perangsang di minuman Adam. Pada akhirnya mereka melakukannya malam itu. Adam kaget, saat pagi hari mereka berdua ada di kamar hotel bersama dalam keadaan tidak berbusana.
"Kamu harus tanggung jawab, Mas," tangis Mawar pecah.
"Tapi aku sudah punya keluarga," ucapnya frustasi.
"Aku gak mau tahu. Kamu harus tanggung jawab Mas!" teriaknya menggebu.
Adam meremas rambutnya frustasi. Bagaimana dia menyelesaikan permasalahan ini. Bagaimana dia menjelaskan ke Siska.
???
Adam duduk dengan gelisah di kursi makan, saat Siska menata masakannya di meja makan dalam diam. Siska tidak banyak bicara, dia lebih suka banyak kerja. Bahkan dia adalah menantu ke sayangan dari keluarga Adam.
Siska sebenarnya ingin menanyakan mengapa Adam tidak pulang dari semalam. Tapi Siska memilih diam, saat Adam merasa tidak nyaman bersamanya.
"Mas, kamu sakit? Mau aku antar ke dokter?" tawarnya. Hanya gelengan dari Adam yang dia terima sebagai jawabannya.
Siska memilih diam dan menikmati kembali makan siangnya ini yang sunyi sepi. Lebih baik diam, dari pada dia harus kena semprot, saat mood Adam jelek.
Di kantor, Mawar menghampiri Adam dan terus mendesaknya agar bertanggung jawab. Dia ingin memiliki Adam sepenuhnya.
Mawar akhirnya nekat menuju rumah Adam, di sana Siska, istri Adam, sedang menyiram tanaman. Melihat Siska yang telaten menyiram tanaman,dia jadi teringat pada ibu kandungnya. Siska mempersilakan Mawar agar masuk ke dalam. Di sana ada Oki yang sedang berkunjung bersama dengan Indah, ibu dari Adam.
"Maaf, anda siapa ya?" tanya Siska.
"Mas Adam sudah meniduri saya," jelas Mawar dengan angkuhnya.
Indah yang mendengarnya shock, dia pingsan saat itu juga. Beruntung Siska dan Oki langsung sigap, mereka membawa Indah tidur di sofa.
"Mas Adam suami saya?" tanya Siska kembali, dunianya terasa runtuh saat mengetahui fakta yang sebenarnya.
Mawar membenarkan, bahkan dia bercerita tentang bagaimana kejadian malam itu, minus dia yang dengan sengaja memberikan minuman itu.
Adam yang baru saja pulang dari kantor merasa kaget saat Mawar ada di sana. Bahkan Oki langsung saja menampar wajah Adam tanpa bertanya kebenarannya.
Persetan dengan tata krama. Adam sudah melukai hati Siska. Kakak ipar yang sangat dia sayangi.
"Mas Adam keterlaluan. Aku kecewa sama Mas. Mas kelewatan, mbak Siska kurang apa sih sama Mas?"
Adam hanya diam menerima semua pukulan yang di layangkan oleh Oki, bahkan Indah yang sudah siuman pun hanya diam menyaksikannya, Indah bahkan sudah menangis, kenapa harus seperti ini.
Siska yang kecewa hanya bisa diam. Dia mencoba untuk tidak menangis di depan Adam. Padahal dia baru akan memberitahukan kabar baik, jika dirinya tengah hamil tig minggu.
Ambyar sudah semuanya. Siska akan menyimpan rapat-rapat kabar kehamilannya ini dari Adam maupun Oki.
Siska mendekat dan menghadang pukulan Oki. Oki berhenti dan memilih duduk bersama Indah. Dia menahan emosinya yang memuncak, jangan sampai di menjambak rambut Mawar sampai lepas dari kepalanya.
Siska memeluk Adam, bahkan Adam sudah menangis dan merapalkan kata maaf berkali-kali. Siska hanya diam, hatinya terlalu sakit.
"Kamu harus tanggung jawab Mas, nikahin dia. Jangan terlalu lama kamu menyakitinya Mas." Suara Siska bergetar menahan tangisnya. "Aku akan mundur Mas." Adam menggeleng berkali-kali, dia menangkup wajah istrinya itu.
"Jangan, kamu tetap di sini." Siska menggeleng.
"Enggak mas. Aku nggak mau di madu. Aku akan mundur mulai sekarang. Aku akan urus semua surat cerai kita." Adam bahkan kembali menangis dan memeluk Siska, dia masih belum rela kehilangan Siska, cinta pertamanya saat kuliah dulu.
Bahkan Adam masih ingat, bagaimana perjuangannya untuk mendapatkan cinta Siska sangat sulit. Siska terlalu menutup dirinya
???
Dasar anak pembawa sial
Pembawa sial
Bawa sial
Mati aja kamu
Mati
Mati
Mati
"TIDAKK." Senja bangun dengan nafas terengah-engah. Dia duduk dan bersandar di tempat tidur.
Ponselnya berbunyi, tanda pesan masuk di sana. Senja meraih ponselnya di nakas.
Tante Almira
Dasar anak pembawa sial
Mati aja kamu sana, kalau perlu jual aja diri kamu.
Satu pesan itu membuat dada Senja sakit. Dia teringat akan kejadian beberapa tahun lalu. Almira lagi-lagi ingin dia mati. Senja merasa bahwa kehadiran dirinya di kehidupan ini tidak ada gunanya.
Ibu kandungnya tidak tahu di mana, ayahnya sudah meninggal, dan Mawar juga sudah meninggal dua hari yang lalu. Lantas untuk apa dia hidup?
Senja membuka laci, di sana dia menemukan cutter. Dia tersenyum memegang benda itu. Semuanya harus berakhir sampai di sini, dari pada dia hidup dalam bayang masa lalu.
Kehidupan yang tidak pernah dia harapkan. Di tinggal oleh orang-orang yang dia sayangi.
"Ssh.. Auw," ringisnya kecil. Dia bahkan sudah menggores tepat di nadinya.
Darah merah segar telah mengalir di lantai. Senja tersenyum, dia tidak merasakan apapun saat ini. Tidak ada rasa sakit seperti awal dia menggoreskan cutter itu.
Kembali seperti dulu lagi. Senja kembali menyakiti dirinya sendiri. Tapi Entah mengapa rasa sakit di lukanya tidak terasa, telah tergantikan dengan perasaan yang tak bisa dia gambarkan.
Senja terjatuh di lantai, dia bahkan masih sempat untuk tersenyum Walau kesadaran dirinya hanya tersisa 30%.
"Selamat tinggal tante,"lirihnya.
Pintu kamar Senja terbuka, Oki datang membawa air dan makanan untuk Senja, dia belum makan sejak pagi. Niat hati ingin menyuapi Senja, namun dia kaget dengan apa yang telah terjadi pada Senja.
"Senja! Papa, Okta ... tolongin Senja," teriak Oki.
???
