9. Aku, Kau dan hujan
Ada saatnya aku lelah dan sadar
Kalo aku sudah tidak dibutuhkan olehmu?
Zidan kini duduk di kursi kerjanya, dia meraih sebuah amplop berwarna coklat yang tergeletak di meja kerjanya. Zidan memandangnya dengan tatapan kosong.
Sudah 2 tahun sejak kepergian Rena yang tidak tahu kemana rimbanya, dia seakan kehilangan semangat untuk bekerja. Bahkan hubungan Zidan dan Ira sudah berakhir, Zidan yang memutuskannya.
Zidan merasa hatinya kosong jika berdekatan dengan perempuan lain. Entah kenapa, hatinya hanya untuk Rena.
Zidan kembali membuka Instagram milik Rena, mencoba mengobati rasa kangen padanya. Selama 2 tahun ini dia hanya mengamati wajah Rena lewat sosial medianya, tapi Rena tidak pernah update apapun.
Seketika Zidan membulatkan matanya, mengamati wajah Rena yang terlihat berbeda, makin manis di postingan terbaru dirinya.
Rena_InSip18 menunggu si abang tersayang @Gaga_Mi
❤Like 35 ? 15
Zidan juga melihat foto Arga yang sedang berada di kereta melalui status Instagram milik lelaki itu dengan tulisan ‘menuju adik tersayang’.
Hubungan Arga dan Zidan sudah tidak utuh lagi. Dua sejoli sesama jenis itu kini telah memutuskan tali persahabatan diantara mereka yang sudah terjalin sejak SMA karena kesalahan yang Zidan lakukan. Bahkan nomor Zidan, sudah di block Arga
Zidan teringat akan marahnya Rania saat di rumah dinas Affandi. Menyeramkan sekali. Dia merasa sangat bersalah sekali, dia selalu berdoa agar Tuhan mempertemukan dirinya dan Rena. Teringat akan cerita Rania tentang perjuangan Azalea mengadopsi Rena.
"Lea" Rania menghampiri Azalea yang tengah menangis sesenggukan di depan ruang Operasi.
Rania memeluk Azalea, tanpa bicara pun, dia tahu dengan jelas bagaimana hati Azalea saat ini. Alexa dan Janet menghampiri mereka dan memeluk Azalea yang masih setia menangis sesenggukan dipelukan mereka.
"Lea, bayinya" tanya Janet. Azalea mengangguk.
"Ya, gue yang akan adopsi Rena" ketiganya menguraikan pelukan mereka, saling memandang.
"Le, bukannya gue gak suka, tapi lo harus mikirin juga masa depan lo. Lo tahu kan Le, masyarakat kita tuh hobinya nyinyir, apalagi lo tinggal dikawasan rumah dinas bokap Lo" Azalea masih mendengarkan penjelasan Alexa yang menurutnya benar.
"Lo akan dicap sebagai perempuan gak bener karena membesarkan anak sendirian tanpa suami." Alexa kembali mengutarakan isi pikirannya.
"Gue gak peduli Lex, yang penting tuh Rena bisa hidup dan dapat kasih sayang dari gue dan ayah gue!"
"Gue tahu Le, come on Le, lo tahu maksud gue, Rena bakalan dikira anak haram" Azalea berdiri tidak terima dengan apa yang dikatakan Alexa.
"Rena bukan anak haram. Ayah dia gugur saat bertugas dan ibunya meninggal saat melahirkan dia. Lo tahu gak sih gimana rasanya gak punya ibu? Gue ngalamin sendiri Lex, bunda gue meninggal saat melahirkan gue, sama seperti Rena. Gue tetep adopsi dia gimanapun caranya" geram Azalea.
"Le tunggu. Gue minta maaf, tapi saran gue, seenggaknya lo nikah dulu Le, baru lo adopsi Rena" Azalea menggeleng.
"Jodoh sudah diatur sama Tuhan Lex, makasih udah pedulikan gue".
Azalea menangis saat mendengarkan nyinyirannya keke dan Wita. Tentu saja ketiga sahabatnya tidak tinggal diam. Mereka malah menyuruh Azalea dengan terang-terangan memamerkan keromantisannya dengan Arsa di depan mereka berdua. Dan puncaknya mereka berdua selalu nyinyir dan mencari kesalahan Azalea yang terlalu sempurna.
Zidan memutuskan untuk pulang kerumah dinas Affandi dengan membawa surat penugasan dirinya.
Affandi memperhatikan Zidan yang baru saja sampai dengan wajah lesu. Affandi mendekatinya yang sedang duduk termenung di dalam mobilnya.
"Heiy boy" Zidan mendongak dan tersenyum pada ayah tirinya itu. "Melamunin Rena lagi?"
Skakmat
Zidan melengos kala Affandi tertawa bahagia menertawakan dirinya yang hanya bisa diam tak bisa menjawabnya.
"Masuk, Mama kamu libur" Zidan mengangguk dan mengikuti Affandi dari belakang.
Rania memandang wajah anak sulungnya yang terlihat lesu, hanya bisa menghela nafas berat. Dua kali ini dia melihat anak sulungnya berwajah seperti itu, dulu saat Rania dan Radit bercerai dan sekarang di tinggalkan oleh Rena. Sangat tidak pantas lelaki yang biasanya bermulut pedas, sekarang seperti itu.
"Makan dulu kak? Mama eneg lihat kamu kayak gitu." Zidan hanya mencebik mendengarnya. "biasanya mulut kamu pedes banget, sekarang lesu kayak gak pernah makan aja. Gak pantes kak" cibir Rania.
"Terserah Mama ajalah, aku mau kekamar dulu" kedua adiknya hanya menertawakannya.
Selesai dengan ritualnya, dia duduk di meja makan dan menatap sang Mama yang terlihat bahagia bersama Affandi--ayah tirinya. Dia merasa senang jika melihat senyuman Rania terus ada di bibirnya.
"Lusa, aku pindah tugas ke Surabaya, Ma, Yah." Rania tersedak air minum saat Zidan mengatakannya.
"Minum dulu sayang." Affandi memberikan minum ke Rania. Rania memandang tajam Zidan yang hanya menikmati makanannya.
"Kalau mau kasih tau infonya, nanti kalau sudah makan. Kebiasaan kamu!" Zidan hanya diam. "Pergi aja, gak ngaruh juga buat Mama, paling disana juga sama, kamu masih aja keliatan lesu, kalau disana ketemu sama Rena, pastinya kamu semangat," kali ini Zidan yang tersedak nasi dan membuat Rania tersenyum puas.
“Mama sengaja kok ngomong gitu.” Rania tertawa mengejek.
???
Memandang wajahnya ketika bertemu adalah sesuatu hal yang membuat Renata bisa tersenyum, tapi dalam hatinya dia tersiksa ketika dia bersama perempuan lain.
"sampai kapanpun gue bukan pilihan lo kak" gumam Rena.
Renata memilih pergi dan mencari keberadaan kakak sepupunya. Melihat kedekatan Zidan dengan perempuan lain membuat hatinya merasa sakit. Rasa sakit itu kembali lagi.
Rena mendekati Rasyid anak dari Reyka dan Janet yang kini sedang memilih cemilan favoritnya. Janet sedang pergi ke toilet, urusan belanja dia serahkan pada Rena dan Rasyid.
"Udah? Ayo buruan bayar" Rasyid yang usianya beda 5 tahun dengan Rena itu mengangguk, dia kembali berjalan dan mendorong troli menuju antrian kasir yang panjang.
"Aku tunggu diluar ya, males antri" Rena mengangguk, lalu membiarkan Rasyid keluar dan menunggunya di dekat kasir depan.
Seseorang membawa troli tanpa melihat kedepan, akibatnya troli itu mengenai tungkai Rena.
"Aduh" Rena meringis kala melihat kakinya lecet kena roda troli.
"Maaf ya dek, aduh saya gak lihat ada kamu tadi" Rena mendongak dan menatap perempuan cantik didepannya itu. Dia teringat akan kejadian tadi di dekat buah, perempuan itu dengan Zidan.
"Gak papa kak, saya maklum kok" Rena tersenyum kaku. Sisi lain hatinya mengatakan jangan tersenyum, tapi sisi lain hatinya mengatakan senyum itu ibadah dan perlihatkan padanya bahwa kamu baik-baik saja tanpa dia.
"Ada apa?" Suara bariton yang membuat nafas Rena tercekat, ingin rasanya dia berlari saja saat ini untuk menghindarinya.
Zidan menatap Rena dengan tatapan kosong, dalam hatinya dia bersorak gembira, tapi wajahnya menampilkan wajah datar. Rena gadis yang selama dua tahun ini menghilang, kini berada di depannya. Gadis yang membuatnya merasakan kekosongan hatinya selama ini.
"Permisi" Rena berbalik dan mendorong troli ke kasir untuk membayarnya. Zidan masih saja mengamati Rena dengan tatapan yang tak bisa Halwa artikan, sebuah senyuman terbit di bibir kaku kakaknya itu.
“Siapa?.” Tanya Halwa.
“Lenlen” lirih Zidan.
“Eh, kok kakak diem aja sih”
???
Rena kini duduk di sebuah halte untuk menunggu bis. Dia baru saja pergi bersama teman-teman kuliahnya untuk membeli novel.
Hujan sudah mulai mengguyur kota Surabaya sore itu. Rena hanya sendirian duduk disana, asyik dengan kegiatannya membaca novel, novel yang sama dia berikan pada Zidan.
Kursi di dekatnya berderit, tanda ada seseorang yang duduk disana. Rena tidak ingin tahu siapa, dia masih asyik membaca novel yang dia beli tadi.
"Apa kabar Rena?." Rena menghentikan kegiatannya saat suara itu menyapa gendang telinganya. Rena menutup novel dan menengok kesampingnya. Rena membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini, dia Zidan. Laki-laki dengan mulut pedasnya yang membuat darahnya berdesir.
"K k kak Zi Zidan?" Zidan tersenyum, senyum yang belum pernah dia tunjukkan pada siapapun kecuali Rena saat ini.
Tring
Rena mengalihkan pandangannya pada layar hapenya yang pertanda chat masuk dari sang Papa.
Papaku Ganteng Tiada Tara
Papa sudah sampai di dekat halte
Renata
Oke Papaku yang ganteng
"Saya mau--" belum sempat Zidan berbicara permintaan maafnya, Rena lebih dulu berdiri.
"Saya masih ingat, saya tidak akan mendekati kakak lagi." dia berlari kecil saat melihat sebuah mobil hitam berhenti di dekat halte, menggunakan tasnya sebagai pelindung saat hujan.
"Padahal bukan itu yang mau gue omongin ke elo Ren. Gue minta maaf dan gue kangen elo.” Zidan menatap sendu mobil hitam yang melaju di depannya.
???
