
Ringkasan
Kisah antara Renata dan Zidan, yang bertemu kembali saat mereka sama-sama dewasa. Berakhir dalam sebuah perjodohan yang telah direncanakan oleh kedua orang tuanya. Sayangnya, kisah cinta mereka harus diuji beberapa kali, hingga mereka akan tetap bertahan dalam sebuah pernikahan.
1. Kok Sakit Ya?
Renata menatap seseorang yang berdiri di ambang pintu aula dengan wajah datar. Lelaki itu memasuki Aula dan melihat wajah-wajah anak SMA yang berjejer rapi disana.
"Perkenalkan, nama saya Zidan Malik, panggil saja Zidan." zidan mengamati satu persatu wajah mereka yang menatapnya bermacam-macam. Ada yang memuja ada juga yang menatapnya meremehkan.
Zidan mengamati wajah gadis di barisan paling belakang yang menatapnya dengan wajah datar.
"Mulai hari ini, saya yang akan menggantikan Hendri mengajar taekwondo di sini."
Ya Allah gantengnya. Batin Renata.
Renata memang menatapnya tapi dia masih menampilkan wajah datarnya. Tidak ingin merusak image gadis baik yang sudah melekat padanya selama ini.
Latihan yang menguras tenaga sudah biasa mereka lakukan. Kali ini mereka berbaris untuk bersiap menendang pecing yang dipegang oleh Zidan.
Tiba giliran Renata, dia berhenti di depan Zidan dan memasang kuda-kuda lebih dulu.
"Nama?" tanya Zidan penasaran.
"Rena Kak," jawabnya lantang dan langsung menendang pecing tanpa aba-aba dari Zidan lebih dulu.
Zidan yang tidak siap, terkesiap kaget daat mendapatkan tendangan tiba-tiba dari Renata.
"Kenapa kamu tidak menunggu aba-aba dari saya?" bentaknya pada Renata.
"Siap salah," jawabnya yang membuat Zidan mengernyitkan keningnya.
Berasa militer aja. Batin Zidan.
"Saya tidak bisa menunggu lawan saya menyerang saya lebih dulu," jawaban Rena yang lantang membuat Zidan tersenyum.
"Good."
Senyuman manis telah zidan berikan ke Renata dan membuatnya terpaku selama beberapa detik.
Jantung gue mau copot rasanya lihat dia senyum. Batin Rena.
???
Hanya aku dan Tuhan yang tahu perasaan ini
Rena tengah duduk menatap laptop di depannya. Sesekali dia membuka buku pelajaran yang dengan sengaja dia buka di sampingnya seperti buka lapak buku bekas.
Azalea menggelengkan kepalanya melihat putri pertamanya sedang sibuk di depan laptop.
"Sibuk banget Kak?" Rena mendongak dan tersenyum saat Azalea membelai kepalanya yang tertutup jilbab.
"Lagi buat tugas kelompok Ma." Tapi matanya tak lepas dari laptop dan buku di sampingnya.
"Tugas kelompok kok kakak sendiri yang ngerjain?" Rena nyengir.
"Kakak bagi Ma, ntar baru di input jadi satu kalau sudah semuanya." Azalea mengangguk paham. "Kok Melvi sama Billal belum pulang ya, Ma?" Tanya Rena penasaran.
Terdengar suara kegaduhan di teras. Azalea segera menyusul kedepan bersama Rena untuk melihatnya.
Pintu terbuka dan menampilkan kedua jagoannya yang sedang nyengir lebar di depannya dengan baju seragam yang sudah acak adut tak karuan. Azalea melotot kepada kedua putranya itu.
"Masuk." Dengan nada dingin. Keduanya langsung masuk dengan menundukkan kepalanya.
Mereka duduk di ruang tamu bersama dengan Rena yang kebingungan melihat wajah tegang kedua adiknya.
"Kenapa bajunya acak adut begitu?" dengan nada sinis, Keduanya hanya nyengir lebar selebar-lebarnya. Azalea memijit pelipisnya melihat kedua anak laki-laki di depannya itu.
Wajah Melvi memang mirip dengan Arsa, tapi sifatnya mirip Azalea. Sedangkan Billal wajahnya mirip Azalea, tapi sifatnya mirip Arsa.
Dua anak laki bikin pusing. Batin Azalea
"Oke kalau kalian tidak mau mengaku. Silahkan nanti jelaskan dengan Papa." Keduanya saling pandang, lalu menggeleng bersama.
"Jangan Ma," rengek keduanya.
Azalea bersidekap dada dan menunggu keduanya bicara. Rena melihat mereka yang ketakutan, menahan senyum geli. Tapi dia memilih melanjutkan kembali tugasnya.
"Tadi misahin adek Ma," aku Melvi. Azalea melotot kearah Billal yang nyengir lebar.
"Berantem lagi, hah?" Billal mengangguk polos. "Alasannya apalagi?"
"Dia duluan Ma yang narik-narik baju Billal--" Azalea menaikkan alisnya dan menatap Billal untuk meneruskan ceritanya. "Terus ya, kita berantem Ma," lanjutnya dengan wajah tanpa dosa.
Gemes, pengen jitak itu muka anak satu. Batin Azalea.
Azalea mengutak-atik hapenya sebentar, lalu fokus kembali dengan kedua anak laki-lakinya.
"Dan Abang datang melerai mereka?" tanya Azalea, dan Keduanya mengangguk kompak.
"Terus Abang malah ditoyor mereka," jelas Billal kembali.
"Dan Abang ikutan dalam lingkaran itu? Saling toyor menoyor? Tarik-tarik seragam?" Mereka mengangguk kompak. Azalea menghembuskan napas berat.
"Oke. Papa sudah dengar ceritanya 'kan?" Azalea menempelkan hape di telinganya. Kemudian meloud speaker agar mereka bisa dengar.
"Sore nanti Papa sudah pulang. Kita bicarakan ini bertiga ya komandan kecil Papa?" Keduanya hanya diam dan mengangguk saat Arsa berbicara dengan nada tegas.
Setelah Arsa mematikan teleponnya, keduanya memeluk Azalea dan menangis untuk meminta maaf dipelukan Azalea.
Rena yang menyaksikannya, menahan senyum geli. Bisa gitu ya wajah mereka berubah-ubah. Di depan Arsa dan Azalea, wajah mereka bak malaikat, tapi waktu sama lawan mereka, wajahnya ganti songong.
Dan benar sekali, sore itu mereka berdua duduk di depan Arsa dengan wajah tegang dan keringat sebiji jagung mengalir deras menganak sungai di pelipis keduanya.
Rena yang sengaja mengamati wajah kedua adiknya dari dapur itu terkikik geli, melihat wajah tak berdaya dari keduanya.
"Ayo bantuin mama Kak, jangan sampai kamu ikutan duduk di sana." Rena menggeleng dan menghampiri Azalea.
"Jangan Ma. Kakak gak buat salah kok, kakak baik-baik di sana." Azalea tersenyum.
Azalea sangat tahu bagaimana Rena disekolah. Dia gadis baik dan mempunyai prestasi yang bagus. Wali kelas Rena adalah teman dekat Azalea. Jadi tidak susah bagi Azalea untuk mengawasi Rena di sekolahnya.
"Kak." Rena yang sedang menuang es batu ke teko terhenti, dan menatap Azalea.
"Iya Ma?"
Azalea tersenyum, dia ingat bagaimana dia merawat Rena selama 16 tahun ini. Bagaimana dia membesarkan Rena sendiri bersama Azlan sebelum dia menikah dengan Arsa, dan mendengar cemoohan dari beberapa orang yang memang iri dengannya dan Arsa.
"Kakak punya pacar?" Rena menggeleng cepat. Tentu saja dia tidak punya, dia takut kalau harus punya pacar.
"Mama harap, Kakak bisa jaga diri ya, jangan sampai kakak terlibat dalam pergaulan bebas. Mama dan Papa sayang sama Kakak." Rena memeluk Azalea, Azalea mebelai punggung Rena dengan sayang.
"Kakak sayang Mama. Terimakasih banyak ya Ma, atas semuanya, kakak gak bisa balas apapun." Rena terisak-isak jika mengingat bagaimana Azalea membelanya dari orang-orang yang mencemooh dirinya.
"Mama dan papa jarang ada waktu buat Kakak dan adik-adik kamu. Tapi kasih sayang kami gak akan pernah pudar Nak." Rena mengangguk. "Mama titip adik-adik kamu ya, jaga dan sayangi mereka juga." Rena kembali mengangguk.
"Ma," panggilan dari Arsa mengehentikan aksi pelukan dari keduanya.
"Mama keluar dulu, kamu lanjutin ya sisanya." Rena mengangguk dan mengusap air matanya.
Melanjutkan kegiatannya membuat minuman dingin dan menata kue yang dibuat Azalea ke nampan, dan membawanya ke ruang tengah.
Di sana Rena melihat kedua adiknya itu menangis dan memeluk Arsa erat. Sedangkan Azalea hanya duduk diam memperhatikan mereka. Rena tersenyum melihatnya. Dia meletakkan nampan itu di meja.
"Kak, sini peluk Papa. Kamu gak kangen Papa, hm?" Rena tersenyum dan ikut memeluk Arsa.
"Mereka kenapa nangis?" tanya Rena polos yang mendapat delikan dari kedua adiknya itu, seakan mengatakan. Diem-aja-jangan-di ungkit-lagi. Tapi Rena pura-pura tidak melihat kode mereka.
"Gak tahu. Tentara kok nangis, kan malu," sindiran Arsa makin membuat Billal menangis di pelukan Arsa.
"Berisik Adek." Melvi menyentil kening Billal, dan makin keras menangisnya.
"Abang, Papa sentil juga kening kamu nanti!." Melvi cuma nyengir memperlihatkan deretan gigi putihnya.
"Sini kakak gendong kamu!" Rena menggendong Billal yang masih menangis karena sentilan dari Melvi yang membekas merah di sana.
???
Rena memasuki kawasan sekolah, dia menemui teman sebangkunya yang sedang duduk di atas motor.
"Ra," sapa Rena yang melihat Rara masih sibuk mengamati ponselnya.
Rara menarik Rena untuk masuk kedalam kelas segera. Mereka duduk di bangku mereka.
"Gue kemarin ketemu sama kak Zidan di mall. Ya ampun Ren, ganteng gila tahu gak." Cerocosnya.
"Ganteng apa gila sih?" Rara berdecak sebal saat Rena memulai pertanyaan polosnya.
"Ganteng. Ah elo mah gitu Ren." Rena terkekeh. "Hot banget sumpah Ren. Duh, gue gak bisa lupain senyuman dia kemarin. Menawan banget cuy, meleleh dedek bang."
"Lumer lo kalau dia ajakin lo ngobrol." Rara mengangguk membenarkan.
"Eh, tapi Ren, ntar kita latihannya agak sorean jam 4, lo pulang dulu apa gimana?" tanya Rara kembali.
"Pulanglah. Gue jagain adek gue yang kecil sebelum adek gue yang besar pulang bimbel," jelas Rena, sambil mengeluarkan buku pelajarannya.
"Adek lo ada berapa sih?" Rena membuka buku catatan miliknya.
"Dua, kelas 6 sama kelas 1. Laki semua." Rara mengangguk.
Selama hampir satu tahun menjadi teman sebangkunya, dia tidak pernah bertanya tentang Kehidupan Rena, bahkan pekerjaan kedua orangtuanya Rena pun dia tidak pernah tahu. Yang dia ceritakan selalu tentang biasnya dan kecintaannya tentang KPop.
Waktu semakin sore saat Melvi baru saja pulang dari bimbel. Gantian Rena yang akan berangkat untuk latihan taekwondo. Arsa dan Azalea dinas pagi, jadi pengawasan kedua adiknya ada padanya kalau dia dirumah. Ada juga pengasuh mereka mbak Surti yang sudah bekerja sejak Billal bayi.
"Kakak berangkat ya Dek, jagain Billal." Melvi mengangguk, lalu menyalami Rena.
Renata berangkat dengan menaiki ojek online. Dia tidak senekat itu membawa motor sendiri. Dia juga tidak pernah meminta apapun pada Azalea dan Arsa.
Rena segera berlari menuju Aula, jam sudah menunjukkan pukul 15:45. Kurang 15 menit lagi latihan dimulai, dia juga melihat Zidan duduk disana.
Rena melirik kearah Zidan yang sibuk dengan hapenya. Beberapa teman perempuannya mendekati Zidan secara terang-terangan, dan itu membuat Rena merasa jengkel. Ingin rasanya dia kesana dan menendang mereka satu-persatu penuh kasih sayang mesrah.
"Lo suka gak sih sama kak Zidan?" tanya Rara yang berdiri di sampingnya.
"Suka." Rena tersadar dan langsung menggigit lidahnya agar tidak meneruskan perkataannya.
"Sama, gue juga. Gue enek lihat mereka yang modusnya terang-terangan."
Kok sakit ya banyak yang suka kak Zidan. Batin Rena.
???
