

Harus Bangkit
'Sebenarnya aku cukup takut setiap melihat bagaimana Yuta saat mendengar siapa yang menyakiti Taeyong, karena Yuta tidak pernah main-main.'
Sedekat itulah persahabatan
mereka bertiga, sudah seperti saudara kandung.
Dan tentang Taeyong, sebenarnya dia adalah penyandang tuna rungu setelah mengalami kecelakaan saat masih duduk di bangku sekolah dasar dan membutuhkan hearing aids untuk mendengar, hal ini menjadikannya bahan bully-an untuknya. Beruntung, Taeyong dilahirkan dengan sempurna. Jadi kemungkinannya untuk sembuh masih ada, padahal secara fisik Taeyong itu mendekati sempurna.
Sedangkan Yuta, Yuta juga sangat tampan, tapi sayangnya Yuta dilahirkan dengan kondisi bibir yang sumbing. Dulu, orangtuanya tidak memiliki cukup uang untuk melakukan operasi untuk bibir Yuta, sehingga Yuta baru dioperasi saat menginjak sekolah menengah pertama.
Meskipun Yuta sudah pindah jauh-jauh dari Jepang ke Thailand, tapi mereka masih ada saja yang mengenali Yuta dan masih bisa mengolok-olok bahkan terus melakukan bullying pada Yuta karena masa lalunya.
Tapi kekurangan tetaplah kekurangan, semua orang memilikinya tapi sayangnya kekurangan kami tidak bisa kami sembunyikan seperti orang lain.
Wajah buruk rupaku, bekas operasi bibir sumbing Yuta hingga telinga Taeyong. Itu semuanya adalah sasaran empuk mereka para pembully.
Sebenarnya setelah mereka lulus dari Shrewsbury, Yuta hendak kembali ke Osaka dan Taeyong hendak kembali ke Seoul.
Sedang Alexa, dia akan melanjutkan pendidikannya di Amerika.
Tapi, jika diingat lagi. Siapa yang bisa menerima kekurangan mereka, selain mereka bertiga?
Membayangkan bertemu orang baru dan diperlakukan dengan buruk tanpa ampun, di tindas tanpa rasa kasihan. Itu adalah mimpi buruk yang tiada hentinya membayangi mereka.
Akhirnya Yuta dan Taeyong memilih untuk mengikuti Alexa melanjutkan pendidikan di Amerika.
Sejak mereka memutuskan untuk berteman, masing-masing dari mereka merasa hidupnya lebih indah dan berwarna, mereka saling menerima kekurangan satu sama lain, dan tidak ragu saling memberikan support saat salah satunya merasa merasa terpuruk.
***
"Taeyong, kamu kenapa sayang? Bagaimana keadaanmu nak?" suara seorang wanita paruh baya.
"Aku sudah baik-baik saja Eomma, Yuta dan Alexa segera membawaku ke rumah sakit."
"Kalian, terimakasih... Ahjuma sangat bersyukur Taeyong memiliki teman sebaik kalian."
"Sama-sama Ahjuma, apa Ahjuma baru saja pulang dari korea?"
Ahjuma itu mengangguk.
"Karena pekerjaan Ahjuma, Ahjuma harus meninggalkan Taeyong sendiri di sini, coba saja Taeyong mau pergi ke Korea."
Yuta dan Alexa menunduk mendengar itu.
"Eomma, sudah Taeyong katakan berapa kali. Taeyong akan terus berada di sini sampai pendidikan Taeyong selesai."
"Tapi nak, disana kamu bisa dioperasi. Eomma mendapatkan kabar jika sudah ada alat yang bisa di gunakan untuk mengobati telingamu."
Taeyong menatap Eomma-nya dengan cepat.
"Omong kosong! Eomma mengatakan ini hanya karena ingin aku pulang kan?"
"Tidak Taeyong, Eomma sungguh-sungguh. Dan untuk kamu Yuta, sebaiknya kamu menjalani operasi plastik dengan rekonstruksi bagian wajah bekas operasi itu saja, untuk menghilangkan bekas luka itu."
"Dengan begitu, kalian berdua bisa seperti yang lainnya. Kalian tidak perlu lagi bersembunyi."
Alexa menunduk murung.
"Alexa, Ahjuma tidak mengatakan apa-apa padamu. Bukan karena Ahjuma sengaja, tapi karena kamu sebenarnya memang sudah cantik. Kamu hanya tinggal melakukan diet dan perawatan sederhana, Ahjuma yakin kamu akan berubah."
"Terimakasih Ahjuma, Alexa mengerti."
"Jadi, bagaimana Taeyong? Kamu mau ya nak pulang ke Korea dan kita berobat di sana?"
Taeyong menatap kedua sahabatnya itu.
"Ahjuma benar, mungkin sekarang adalah saatnya."
"Apa maksud lu Lex?"
"Sudah seharusnya kita berubah, dan berhenti menjadi seorang pecundang."
"Cepat atau lambat Taeyong juga akan menggantikan posisi ayahnya sebagai Ceo di Korea, dan lu juga akan mengambil alih usaha keluarga."
"Persahabatan kita lebih dalam dari ini kan?"
"Mungkin memang ini saatnya kita berpisah sementara waktu."
"Lex, lu sadar kan? Gimana kalo mereka gangguin lu dan..."
"Mau sampai kapan gue ngandelin kalian berdua? Gue juga akan berusaha, kalian juga."
Eomma Taeyong tersenyum.
"Alexa, Ahjuma yakin kamu memang gadis yang pengertian."
***
"Tuan Yunho sedang pergi, percuma kau datang kemari."
"Bi-bisakah kau memberitahukan padaku, kemana tuan Yunho pergi?"
"Restoran Italia di St. Orchid."
"Terimakasih tuan, atas bantuannya."
***
"Katakan pada Daddy bagaimana dengan kuliahmu Ten?"
"Baik Daddy, aku sedang melakukan studi untuk skripsi ku."
"Segera habiskan makan siangmu, Daddy ingin mengajakmu pergi untuk melakukan audit."
"Apakah mereka melakukan korupsi Daddy?"
"Tidak, hanya audit biasa. Daddy biasa mengajakmu agar kamu terbiasa."
Ten hanya mengangguk.
"Permisi tuan besar dan tuan muda."
"Ada apa?"
"Seseorang ingin bertemu tuan, dia memaksa."
"Bawa dia masuk."
***
"Selamat siang tuan Yunho..."
Ten langsung meletakkan garpu dan pisaunya, kemudian segera meminum wine disampingnya.
"Junmyeon... Ada apa kau menemui ku? Apa kau akan melakukan pelunasan hutangmu?"
Yunho terlihat melipat kedua tangannya dengan nada sinis menanggapi kedatangan Junmyeon.
"Tuan Yunho, maaf saya tidak bisa melunasi hutang saya secepat ini."
Junmyeon terlihat bersimpuh di lantai dengan tangan memohon.
"Sebagai gantinya, anda bisa mengambil saya tuan... Anda bisa menggunakan saya sesuka anda, tapi tolong jangan sangkut pautkan hal ini dengan keluarga saya."
"Hah! Apa ini benar-benar Junmyeon yang aku kenal? Bukankah terakhir kali kau dengan bangganya meminjam uang setelah memamerkan gadis itu padaku?"
"Aku menyadari kesombongan ku itu tuan, tolong maafkan aku."
"Berapa hutangnya Daddy?"
"Tiga miliyar, bagaimana menurutmu Ten? Apakah Daddy harus melepaskannya?"
"Itu bukan uang yang sedikit, bahkan untuk orang kaya manapun."
"Benar, dan apakah seimbang menurut mu jika dia hanya menggantinya dengan tubuhnya yang sudah reot itu?"
Ten tersenyum.
"Baiklah Ten, Daddy lihat kau mulai tertarik dengan bisnis ini. Bisakah Daddy memberikanmu kesempatan untuk mengambil keputusan?"
Ten menatap Daddy-nya, dan langsung mengangguk.
"Aku pikir aku tidak melihat sesuatu dari dirimu yang menarik paman, aku menginginkan hal lain."
"Tuan muda, anda bisa menggunakan semua isi otak ku. Aku sangat berpengalaman dalam bisnis."
"Apa kau meragukan orang-orang kami? Kami bahkan memiliki anak-anak muda yang handal dan lebih cekatan daripada dirimu paman."
Junmyeon hanya menunduk, putus asa.
"Tapi jangan putus asa paman, hidup selalu punya jalan keluar."
Junmyeon mengangkat kepalanya melihat ke arah tuan muda Ten.
"Apa itu tuan?"
"Bawalah kemari anak gadismu..."
***
"Apa?! Apa Papa bercanda? Jadi papa ingin menjual Alexa untuk membayar hutang papa?"
"Tidak begitu Dejun, dengarkan papa."
"Dejun tidak menyangka, papa setega ini pada kami. Papa mengkhianati Mama dan sekarang papa berencana menjual Alexa, lalu setelah itu apa lagi pa?!"
"Aa Dejun, mengapa Aa berteriak-teriak? Duduklah, Aa' harus tenang."
"Tenang bagaimana de, kamu mau di jual sama papa!"
"A', papa itu sedang kesulitan. Memarahinya pun tidak ada gunanya, semua sudah terlanjur. Alexa tidak keberatan jika memang bisa membantu papa."
Junmyeon membelalakkan matanya, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh putri semata wayangnya itu.
