Tak Seorang Diri
"Jangan gunakan anak-anak untuk mencegahku pergi, karena seharusnya kau juga memikirkan bagaimana perasaan mereka saat kau melakukan hal tidak terpuji seperti itu."
***
"Jadi, berapa hutang papa?" tanya Dejun.
"Sedikit nak, hanya..."
"Hanya berapa pa?"
"Ti-tiga miliyar," ucap Junmyeon langsung tertunduk.
"T-tiga miliyar pa?! Papa bercanda? Untuk apa uang sebanyak itu pa?"
"Jujur saja Dejun, papa khilaf. Papa bertemu seorang gadis dan dia menguras habis uang papa dan memaksa papa untuk mengambil pinjaman dan tidak mampu membayar hingga bunganya semakin banyak dan total tiga miliyar."
"Khilaf? Hanya karena seorang gadis? Pa, sadar pa! Darimana kita bisa dapat uang sebanyak itu dalam satu minggu, astaga!"
Dejun langsung mengusap wajahnya kasar mengingat jika mereka tadi saja sudah menginjak kepala Dejun bahkan saat dia tidak tahu apapun.
"Lalu, bagaimana dengan Dede? Bagaimana jika mereka menyakiti dede pa?"
"Ka-kamu tenang saja Dejun, papa akan memperbaiki ini. Papa akan mencoba untuk bicara dengan tuan Yunho."
"Dengar pa, jika sampai terjadi sesuatu pada Dede. Dejun akan pastikan papa akan jadi manusia paling menyesal pernah hidup di dunia ini!"
Dejun mengatakannya dengan tegas, sedang Alexa sedang sibuk mencegah mamanya agar tidak pergi.
"Ma, jika mama pergi bagaimana dengan Lexa ma?"
"Lexa, Mama titip kakakmu Dejun ya. Mama tidak bisa lagi berada di samping papa kamu, ini terlalu menyakitkan."
Irene menangis dan kemudian segera bergegas turun sambil menarik kopernya.
"Irene! Kamu benar-benar akan pergi?!" cegah Junmyeon.
"Tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan Junmyeon, kau sungguh menghancurkan semuanya. Aku memilih pergi saja, sekarang kau bisa puas khilaf dengan gadis manapun."
***
"Pa, sarapan dulu..."
"Terimakasih nak, tapi papa memiliki urusan penting sekarang."
Lexa hanya terdiam memperhatikan papanya yang berlalu begitu saja.
"Kamu kok tumben diem de? Lagi sakit?" Dejun sambil meletakkan tangan di kening Lexa.
"Dede baik-baik saja kok A'..."
"Kamu hari ini ke kampus bareng Aa?"
Lexa hanya mengangguk.
"A', rumah jadi sepi tanpa mama..."
"De, kamu sekarang sudah dewasa. Bisakah kita memberikan sedikit waktu untuk mama?"
"Aa yakin, setelah mama mereda. Dia akan kembali dan menemui kita lagi."
Lexa mengangguk.
Oh, ya... Sebelum lanjut ceritanya, kita kenalan dulu yuk sama keluarga kecil yang baru saja kita baca di atas.
Dejun kakak Alexandria, dua puluh lima tahun, seorang dokter spesialis penyakit dalam, sangat menyayangi Alexandria.
Alexandria, adalah Adik dari Dejun dan putri semata wayang pasangan Junmyeon dan Irene. Berusia dua puluh tahun, mengalami kelebihan berat badan sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Alexandria sebenarnya adalah seorang komikus, yang membuatnya harus fokus duduk di dalam kamarnya menatap layar laptop dan banyak makan, makanan yang di berikan oleh mamanya tanpa pernah berolahraga, jadilah tubuhnya membengkak seperti itu. Alexandria pernah menjadi bulan bulanan bullying di sekolahnya karena bentuk tubuhnya, hingga membuat Alexa menghabiskan enam bulan waktunya di rumah sakit jiwa untuk mengatasi depresi yang di deritanya. Kini Alexandria sudah sembuh total dan berkuliah di Minneapolis College of Art and Design untuk mendalami ilmunya tentang menggambar komik.
***
Alexa pergi dari perpustakaan hendak kembali menuju ke kelasnya untuk kelas berikutnya, dan melewati sebuah koridor yang sedang sepi itu, tiba-tiba...
Bruakkk!
"Maafkan aku..."
Tubuh besar Lexa, terhempas ke lantai dan terasa sakit.
"Ka-kamu baik-baik saja?" ucap seorang kakak tingkatnya.
Alexa langsung melihat asal suara.
"Hai, apa kau baik-baik saja?" tanyanya lagi.
Alexa langsung berdiri sambil mengangguk, tidak terlalu menggubris ucapannya.
"Apa ada yang terluka? Kita pergi ke ruang perawatan?"
"Tidak perlu, aku baik-baik saja."
"Mmmh, baiklah... Maafkan aku, aku tidak sengaja melakukannya."
"Ya, kau bisa melanjutkan perjalananmu."
"Terimakasih..."
Anak laki-laki itu berjalan meninggalkan Alexa, dan melanjutkan perjalanannya.
Namun setelah beberapa langkah, anak laki-laki itu berhenti dan menoleh ke arah Alexa, dengan ekspresi yang sulit diartikan.
***
"Hei!? Ngapain lu disini sendirian?"
"Yuta... Jangan datang tiba-tiba gitu, bikin kaget aja!"
"Yaelah gitu doang Lex, dah makan?"
"Belom, makan pizza enak nih Yut."
"Oke, tunggu Taeyong bentar. Dia dah jalan kesini kok."
Alexa mengangguk.
***
Hari ini Alex duduk berdua di taman kampus bersama sahabatnya si Yuta, dia berasal dari Jepang dan mereka berteman sejak memasuki sekolah menengah atas Internasional Shrewsburewsbury, Bangkok. Thailand.
Yuta itu anak laki-laki yang tampan dan baik, meskipun orang bilang dia sangar dan seperti preman. Hal itu berbeda saat Yuta bersama Alexa dan Taeyong, mereka bertiga bersahabat baik. Awalnya Alexa tidak mengerti, mengapa mereka mau berteman dengannya yang buruk rupa dan memiliki bentuk tubuh gembrot itu. Tapi perlahan Alexa sadar, jika mereka bertiga memang memiliki satu persamaan kekurangan yang tidak bisa untuk di tutupi.
***
"Woy!"
Sebuah suara yang mereka kenal dengan baik.
"Tiway!" seru Alexa.
Hihihi...
"Nih ya berdua ya, kalo gue sampai jantungan gimana? Apa bahagia lu pada ya, sukanya bikin kaget terus."
"Dih ngomel, dah kayak halmeoni gue lu Lex."
"Yong, makan yuk..."
"Hah?"
"Ma-kan," sahut Yuta sambil menunjukkan dengan tangannya.
"Oh makan? Dah yuk..."
Mereka bertiga berjalan bersamaan.
"Eh, gue punya cerita bagus nih."
"Apaan Yut?"
"Kemaren ya, gue kan diem di depan rumah sambil nyiram kebun tuh. Eh ada bebek kepleset lihat kegantengan gue, hahaha."
"Hahaha, yaelah Yut, dilihatin bebek aja baper lu."
"Ye, biarin... Kan itu artinya gue gini-gini masih laku masih laku."
"Eh, daripada nggak punya pacar mending jomblolah haha."
"Dasar, mentang-mentang bego gratis lu borong semuanya."
"Ye, kira-kira dong..."
Yuta melirik Taeyong.
"Yong, lu Napa diem aja? Lu sakit?"
Taeyong bahkan tidak menoleh.
Sesaat kemudian.
"Taeyong...!"
Ciiiitttttt...!
***
"Tiway, lu nggak apa-apa kan?" tanya Alexa sambil menangis sesenggukan di samping Taeyong.
Perlahan-lahan Taeyong membuka matanya dan melebarkan pandangannya, kemudian tersenyum.
Yuta mendekat dan memasang hearing aids pada telinga Taeyong.
"Lu kok nangis Lex?"
"Maaf, maafin gue ya Tiway... Ya Tuhan, seharusnya gue sadar kenapa lu diem aja."
"Yong, lu kok nggak bilang? Bilang sekarang sama gue, siapa yang udah bikin hearing aids lu rusak. Dan siapa juga yang udah mukul lu sampai perut lu memar kayak gini."
Tiway alias Taeyong ini terdiam.
"Apa hearing aids-nya rusak Yut?"
Taeyong menyentuh tangan Alexa lembut sambil menggelengkan kepalanya.
"Jadi?"
"Ini ulah Kyuhyun, dia marah karena gue nggak mau bantuin dia ngerjain skripsinya."
Yuta langsung terlihat marah, matanya memerah, nafasnya jadi sedikit sesak.
"Yuta, lu jangan bikin masalah sama mereka deh. Temen-temennya banyak, mereka sukanya keroyokan."
"Gue gak peduli! Dia berani nyakitin lu, itu artinya dia udah nyakitin saudara gue."
