Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

Sayup-sayup terdengar suara orang mengetuk pintu. Lili hanya menggeliatkan badannya karena masih mengantuk. Rendra hanya menatap tingkah Lili yang bergerak-gerak. Pria itu sudah terbangun sejak 15 menit yang lalu, tapi dia tidak membuka pintu untuk Devan yang terus menggedor – gedor pintu sambil berteriak.

“Mama, Papa bukain pintu. Aku kebelet nih!” teriak Devan dengan kencang.

Lili yang mendengar suara keributan pun tergagap bangun, perempuan itu menyibak selimut dan berdiri menuju pintu dengan keadaan yang masih belum berpakaian.

“Heh. Kamu ini bodoh atau gimana. Kamu mau bukakan pintu dengan keadaan telanjang gitu?” teriak Rendra yang sukses membuat Lili menatap tubuhnya sendiri.

“Aakkh!” Lili berteriak sambil menyambar selimut dengan cepat. Ia menatap tajam ke arah Rendra yang terbahak keras.

“Kenapa kamu nggak bilang? Dan kenapa kamu nggak buka pintu untuk Devan? Bapak macam apa kamu ini?” teriak Lili kesal.

Setelah melilitkan selimut, Lili pun langsung membuka pintu, Devan dengan terburu-buru langsung masuk sambil memegang perutnya yang sakit.

“Kok kamu nggak rasa sakit? Jalan kamu sudah normal. Jangan-jangan kamu nggak perawan pas malam pertama kemarin” ucap Rendra yang melihat cara berjalan Lili

“Heh Duda, yang maen tusuk-tusuk kemarin kan kamu. Kamu juga sudah lihat buktinya sendiri. Sekarang malah ngatain yang nggak-nggak. Minta dibanting?” serobot Lili marah.

“Sana pergi. Buatin aku sama Devan sarapan! Awas kalau nggak enak”

LIli mendumel kesal. Ia pun mengambil dasternya dan memakainya dengan cepat. Ia sempat berpikir bahwa kalau menikahi duda akan di manja-manja, tapi ini malah dia di aniaya.

“heh ngapain itu nggak pakai bra. Udah dada rata aja mau dipamerin. Pake bra sana!” ucap Rendra yang membuat Lili kesal.

“Aku belum mandi. Risih kalau pake bra tapi masih bau iler”

“Yaudah mandi dulu. Nungguin Devan selesai”

“Lagian anak kamu ngeluarin emas atau berlian sih. Lama banget!” dumel Lili

Selang beberapa menit, Devan keluar dengan bernapas lega. Ini semua salah mama dan papanya yang tak kunjung membuka pintu.

“Devan, nanti kamu tunggu di luar. Nanti mama nyusul buatin kamu sarapan” ucap Lili mengelus rambut Devan.

“Iya, Ma” jawab Devan.

“Lili, kamu nggak mau lanjut lagi?” tanya Rendra sambil menaik turunkan alisnya.

Lili hanya mendelik, ia sudah tidak berani agresif lagi sama Rendra. Ia takut disuruh membuktikan dan dia tidak bisa apa-apa. Bisa panjang urusannya dan bisa-bisa dia dibully habis-habisan sama pria sombong itu.

Rendra pun menunggu Lili mandi sambil tertawa sendiri. Dia nggak menyangka bahwa dia sudah membobol gawang Lili yang songongnya minta ampun, masih perawan, masih rapet tapi bertingkah sok pengalaman. Rendra pun mengusap sprei kasurnya. Walau Lili tidak pengalaman, namun dia masih bisa mengimbangi Rendra.

Pagi ini, Rendra sudah seperti orang sinting yang kebanyakan tertawa. Melihat Lili memasak dengan rambut basah membuatnya menggelengkan kepala dan berdecak.

“Kenapa Lili yang ganas bisa semanis ini, apalagi Devan yang terus berceloteh mengajak Lili berbicara” batin Rendra.

“Ma, kenapa aku nggak boleh mainkan HP terus?” tanya Devan sambil memainkan sendok.

“Mata kamu bisa sakit. Nanti mama belikan buku animasi aja buat mainan atau puzzle buat melatih otak kiri kamu. Percuma bapak kamu seorang dokter, kalau di rumah malah anaknya di kasih main HP terus menerus” oceh Lili menyindir.

“Bapak kamu memang sableng. Mungkin dia lulus sarjana kedokteran karena nyogok. Jalur orang dalem”

“Namanya anak ya wajar kalau rewel. Ngurusin anak orang lain aja yang rewel aja bisa, masak ngurusin anak sendiri malah nggak bisa”

Lili terus memaki-maki sambil mengulek cabai. Baru sehari menikah saja, si Rendra sudah berani menyuruhnya membuat sambel terasi.

“Iya iya nggak usah marah gitu, Nyonya Rendra!” ucap Rendra terkekeh.

Tidak ada rasa baper sedikitpun di hati Lili. Gombalan Rendra ia anggap sebagai kentut yang habis bunyi langsung hilang. Bodo amat dengan rayuan Rendra. Yang penting dia sudah merasakan adegan ninaninu

Lili tampak menyiapkan nasi dan lauk pauk untuk anak dan suaminya. Hari ini Devan sangat manja sekali. Makan maunya disuapi Lili. Ia sudah tidak takut dimarahi papanya karena dia tahu bahwa Lili ada dipihaknya.

Dulu sebelum menikah, Lili berencana honeymoon romantis bersama Rendra. Namun, setelah tahu sifat Rendra yang kayak gini. Membuat Lili jadi mengurungkan niatnya. Ogah gile honeymoon dengan Rendra yang sekarang punya wewenang untuk menindasnya.

“Kamu nggak kerja?” tanya Lili pada Rendra

Praangg!

Lili dan Devan terjingkat kaget saat Rendra membanting sendoknya di piring dengan kencang. “Baru saja kemarin kita nikah dan sekarang kamu menyuruhku bekerja? Istri macam apa kamu?” omel Rendra marah.

Lili hanya mengerutkan alisnya. Kenapa lagi-lagi Rendra marah padahal dia hanya bertanya.

“Aku hanya bertanya. Kenapa kamu marah?” tanya Lili bingung.

“Itu sama saja mengusirku dari rumahku sendiri” serobot Rendra

“Sensi banget jadi orang. Jangan negatif thinking. Cepet mati ntar”

Rendra pun tak menanggapi. “Emang dia ini songong banget. Emang dia mau jadi janda setelah sehari menikah. Apa kata dunia?” batin Rendra.

“Ma, aku sudah kenyang” celetuk Devan

“Devan, habiskan!” titah Rendra menatap anaknya. Devan malah menatap Lili seolah mencari pembelaan dari Lili.

“Nggak apa-apa. Biar mama yang menghabiskan” ucap Lili menenangkan Devan. Perempuan itu pun menghabiskan makanan Devan tanpa ada rasa jijik sekalipun, sementara Rendra hanya menatap tanpa berkomentar.

***

Pada siang hari setelah melewati banyak perdebatan ketika sarapan di pagi hari

LIli, Devan dan Rendra berjalan menyusuri mall. Lili memaksa untuk membeli mainan untuk Devan dan perdebatan pun dimulai.

Rendra ingin membelikan anaknya mainan mobil-mobilan, robot ataupun mainan lainnya yang cocok untuk laki-laki. Namun Lili ingin membelikan Devan plastisin dan mainan lain yang menurut Rendra tidak berguna.

“Dokter yang terhormat. Harusnya yang  menyandang gelar dokter itu aku, bukan kamu. Karena kamu nggak ada pinternya sama sekali!” ucap Lili menusuk-nusuk dada Rendra.

“Aku beliin dia plastisin biar otak kirinya bekerja. Biar dia bisa latihan membuat sebuah karya seni dengan imajinasinya sendiri. Kalau main mobil-mobilan, nanti dia cepat bosan. Paham?” tekan Lili.

“Aku papanya. Aku yang mengerti kesukaan dia” sangkal Rendra.

“Dan aku mamanya. Aku yang akan mengusahakan apapun yang terbaik untuk perkembangan dia”

“Udah berani ya kamu?”

“Selama aku benar, kamu pun aku lawan!”

“Jangan lupa lawan aku di ranjang!” bisik Rendra dengan suara sensual. Lili hanya bergidik ngeri mendengar bisikan dari Rendra.

Bagaimana kelanjutan ceritanya? Bagaimana keseruan kehidupan pengantin baru Rendra dan Lili? Apakah ada drama didalam rumah tangga mereka? Nantikan dibab selanjutnya…stay tuned

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel