Bagian 7
Bagian 7
Aku kembali lagi dengan update-an yang sedikit :), jangan lupa sediakan makanan dan minuman untuk menikmati karyaku, walau cuma beberapa kata tapi setidaknya update bukan, maaf. Sampai jumpa lagi besok di lain hari.
***
Flashback
Kok pergi sih, bukannya ditolongi malah pergi, dia tidak tahu apa?
Alasanku pergi meninggalkan dia bukan hanya karena datang bulan saja.
Tapi karena cemburu, apalagi waktu dia mengucapkan kata-kata itu ke cewek tersebut.
"Karena aku masih mikir, lebih baik aku ngasih bunga ini sama kamu, atau aku ngasih hati aku sama kamu,” ucapnya mengelus rambut wanita itu.
"Ha! Dia mengucapkan kata-kata itu di depanku. Apa dia tidak menganggap aku ya? Ada di sini,” batinku waktu itu saat melihatnya. .
Saat melihat mereka. Zen langsung melihat ke arahku dan aku pun langsung melihat ke atas langit. Rasa sakit apa ini. Kenapa rasanya dadaku sakit. Aku tahu yang menyuruh dia melakukan itu adalah aku, tapi aku tidak tahu kenapa rasanya sangat sakit ketika dia berbicara dengan salah satu gadis itu lalu menyalamnya dengan lembut.
Menyalamnya dengan lembut? Aku ingin merasakannya. Aku ingin merasakan lembutnya tangan Zen. Tapi itu semua aku yakin aku tidak akan bisa melakukannya. Saat dia mengucapkan kata-kata romantis lagi pada wanita itu. Rasanya aku tidak tahan lagi.
Dadaku rasanya seperti ada yang menusuk dari dalam.
Dan apa ini mengapa air keluar dari mataku? Apa aku menangis? Tidak mungkinkan!
Tapi-tapi air ini terus-terus saja mengalir dari mataku.
Aku mengambil tisu dari tasku lalu mengelap air yang ada dimataku. "Aw!" rintih aku sambil memegang perutku. Rasanya sangat sakit, apa aki sedang datang bulan? Kenapa harus di saat ini sih.
Aku kemudian pergi mencari tempat, untuk menutupinya.
Satu-satunya yang kutemui adalah kursi taman itu, terpaksa aku duduk. Sambil menunggu Zen. Aku masih memikirkan kejadian tadi. "Apa aku mencintainya?" gumam aku.
Entahlah, jika itu benar. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi?
Eh, uda 20 menit aku duduk di sini. Apa dia tidak mencariku? Ternyata memang benar, kalau aku ini hanya mainannya saja. Lagi-lagi air mata ini mengalir membasahi pipiku. Sampai pada akhirnya. "Apa yang kamu lakukan!” teriak seorang pria.
Aku memandang ke arah suara itu, dan melihat Zen sedang berjalan ke arahku.
Aku senang melihatnya datang. Tapi kedatangannya itu, membuat aku kesal,
Dia datang dengan marah-marah tanpa alasan yang jelas.
Dan pada akhirnya dia pergi meninggalkanku tanpa membantuku.
Pagi hari pun tiba cahaya matahari memasuki ruangan kamarku dan membuat mataku terasa silau. Aku merasakan sesuatu yang sangat berat di pinggangku.
Saatku memegangnya ternyata ada sebuah tangan yang melingkar di sana.
Alangkah tampannya dia dengan raut wajah seperti itu, mukanya yang polos dan diam cukup membuat semua wanita tertarik padanya. Tapi begitu banyaknya wanita di luar sana kenapa dia mau menikah denganku? Bahkan di usianya yang sangat mudah ini.
"Zen bangun,” ucapku sambil melepaskan tangannya.
"Sebentar lagi" rengeknya sambil membalikkan badanya ke arah sebaliknya. Dilihat sih aku tidak tega membangunkannya. Tapi mau bagaimana lagi? Ini susah siang dan susah waktunya untuk bergerak dari tempat tidur.
"Sana mandi, ini uda siang,” ucapku sambil menggoyang-goyangkan badanya.
Bukanya bangun dia malah mengambil selimut lalu menutup tubuhnya. Ini anak kerjanya tidak ada tapi kenapa bisa bangun selama ini sih?
"Bangun, kerjamu apa saja sih semalam makanya bangun kesiangan," ucapku sambil menarik selimutnya.
"Huam ... kerjakan semalam memainkanmu waktu kau tidur dengan sangat puas.”
Apa? Dia menyentuhku? Ini anak semakin dibiarin semakin merajalela. Kutampar dia sedikit kuat, ini membuatnya memegang pipinya yang merah. Pukulanku pelan, hanya pipinya saja yang sensitif makanya langsung merah .
"Bagus ya, apa saja yang kau lakukan waktu aku tidur?” tanyaku yang melihatnya memegang pipi sambil kesakitan.
"Itu salahmu, tidur kayak kerbau, uda bajunya dibuka gak sadar diri lagi,” ucapnya lalu pergi ke kamar mandi.
Kayak kerbau? Dia berani mengatakan istrinya kerbau? Berarti lebih kerbau lagi dia. Karena dia mau menikah dengan kerbau. kuremas kuat seprei yang adi sampingku, rasa kesalku semakin memuncak saat melihatnya pergi.
Setelah mengatakan itu dia dengan seenaknya pergi tanpa merasa bersalah sama sekali, kuambil bantal yang di sampingku berharap ingin melemparnya. Tapi, sebelum bantal itu mengenai dia, dia sudah terlebih dahulu menutup pintu kamar mandinya.
"Keluar nanti, bersiaplah untuk mati!" teriakku yang membuatnya tertawa terbahak-bahak di dalam kamar mandi.
"Fry," panggilnya, aku hanya melihatnya sebentar lalu memalingkan wajahku.
"Aku cuma bercanda kok.”
Bercanda? Bercanda? Bercanda apanya kau sudah membuatku kesal luan. Ingin rasanya aku mengambil sapu ini lalau memasukkannya ke dalam mulutnya yang cerewt itu, setelah itu diputar-putar sampai dia tidak bisa berbicara lagi
"Bercanda apanya, memang aku kerbau apa?!” teriakku dengan kuat.
"Enggak! Manusia! Tapi itu juga salahmu, semalam aku buka bajumu tapi kau tidak bangun, untung saja setan tidak menghampiriku, kalau enggak mungkin kau uda ...," ucapnya setengah
"Uda apa?" tanyaku lagi.
"Uda berbadan dua,” ucapnya sambil menahan tawa.
"Dasar sialan!” teriakku lalu pergi dari depan kamar itu.
Kalau aku bisa saja membunuhnya pasti sudah aku lakukan, kenapa nasibku seperti ini sih? Aku kira aku bakal mendapatkan suami yang dingin atau jahat tidak peduli sama sekali pada istrinya seperti yang di novel-novel. Ternyata aku malah mendapatkan suami mesum, uda itu masih anak-anak lagi.
Sore harinya aku masih tetap marah, keheningan pun terjadi. Dan membuatnya merasa kesepian, sedangkan aku asyik memainkan handphoneku sambil mengechat teman-teman lamaku satu per satu.
"Fry, jalan-jalan yok,” ucapnya yang memecahkan keheningan. Enak saja jalan-jalan uda malu-malui orang tadi, kalau tidak pasti nanti bakal ditinggali lagi seperti waktu itu, memang aku mau itu keulang lagi.
“Tidak! Nanti aku ditinggal sendiri lagi."
"Kali ini janji enggak bakal, kita nanti nonton ya,” bujuknya sambil memegang tanganku.
"Ya, nonton apa?" tanyaku penasaran.
"Little"
“Ha? Little? Berarti kecil dong. Film apaan itu? Aku baru mendengarnya.
"Uda gak usah bengong, siap-siap sana,” ucapnya sambil menyuruhku pergi
Memang jam berapa dimulai."
"Jam 7 malam."
"Lah, ini kan masih jam 5.”
"Yaelah, kita makan malam dulu, ku dah lapar ayo sana cepat mandi.”
Aku pun pergi ke kamar mandi, selesai mandi aku berpakaian dan menemuinya yang suda siap beres-beres. Apa di sungguh-sungguh ingin mengajak aku pergi? Atau dia punya rencana lain sampai memaksaku begini?
"Ayok pergi,” ajaknya secara tiba-tiba.
Aku pun hanya menganggukkan kepalaku, lalu mengikutinya pergi, sesampainya di restoran kami pun memesan makanan. Terlihat jelas dia sedang lapar, dan tampak kalau dia tidak main-main.
Aku pun menikmati makananku juga, walau rasanya menurut lidahku cukup aneh. Mungkin itu wajar karena aku tidak biasa memakan makanan mereka. Tapi, kenapa Zen dengan lahap memakannya seperti sudah biasa.
Setelah makan kami pun pergi ke tempat berikutnya ya, bioskop. Itu adalah permintaan dia tadi. Dia pun memesan tiketnya, aku merasakan ada yang aneh dar tempat ini.
***
J a n g a n - l u p a - t a p - l o v e, - f o l l o w, - d a n - j u g a - k o m e n. S i l a k a n - b a c a - c e r i t a - l a i n - y a n g - b e r j u d u l - Ignorant King - a t a u - k e t i k - d i - p e n c a r i a n - Ignorant King - g e n r e - f a n t a s i - R o m a n c e.
Semangat bacanya :v
