Enam
"Gini ya, Pak, saya kan udah kasih harga untuk jasa pemindahan nama di dokumen yang bapak mau. Iya ngerti, nego boleh pak tapi ya gak 30% juga."
"Pak, kalau harganya serendah itu gimana saya gaji karyawan saya? Karyawan saya sarjana semua loh pak, masa ilmunya gak dihargain?"
"Alhamdulillah kalau bapak mau pakai jasa kami lagi, tapi untuk harga yang bapak request kita gak bisa accept."
"Intinya gini, bapak mau atau engga? Karena jujur bukan saya sombong kerjaan kita banyak. Bukan nyurusin bapak doang. Oke baik terima kasih."
Semua karyawan melongo melihat Chandra yang masih pagi tapi sudah marah-marah.
"Zal, blokir aja nomornya Surianto. Masa nego kayak orang gila? Lain kali kalau kalian nemu klien rese kayak gitu langsung kasih saya. Gak usah ketakutan gak dapet klien, yang penting kalian kerja bener. Ngerti gak?"
Mia sih hanya manggut-manggut aja, toh dia juga tidak mengerti apa yang sedang dipermasalahkan. Tapi tidak masalah, seru juga soalnya lihat orang marah-marah.
***
Tensi di kantor hari ini sedang tinggi-tingginya. Selain karena banyak dokumen yang harus segera diselesaikan legalitasnya, Chandra juga jadi seperti naga yang mengeluarkan napas api alias ngegas.
Rizal tadi pagi sudah kena karena klien yang menawar tidak tau diri, Vinka juga kena karena salah memprint dokumen. Sekarang giliran Mia.
"Mia ini, kamu suruh tanda tangan saya yang mana? Punya PT. BMR kan belum selesai? Kok udah minta tanda tangan saya?"
Semua pandangan langsung mengarah ke Mia karena suara Chandra yang menyita perhatian.
"Emang bapak gak cek lagi?" Tanya Mia balik. Chandra mendengus, "Ya kamu sebelum kasih sayang cek ulang dulu. Jangan main asal kasih aja!"
"Berarti bapak gak cek lagi? Harusnya cek dong, kalau saya ngasih surat perpindahan harta bapak ke saya bapak gak cek lagi, gimana?" Ini pertama kalinya Mia dimarahi di depan orang banyak. Dadanya bergemuruh karena takut dan marah.
Memang sefatal apa kesalahan Mia sampai Chandra mempermalukannya di depan semua orang?
"Kamu kerja gini aja masa gak bisa." Chandra kembali ke ruangannya setelah mengucapkan kata-kata itu.
Benar kata orang, ternyata dunia kerja itu tidak seindah yang dibayangkan. Gajinya sih indah, tapi hari-hari yang harus dilalui itu yang berat.
Karena Mia kena semprot Chandra tadi, dirinya jadi tidak mood makan siang. Padahal rekan-rekannya semua pergi makan siang di luar. Katanya refresing setelah kena semprot naga galak.
Dibilik mejanya, Mia tidak mengerjakan apapun dirinya hanya memainkan ponselnya dengan menggulir menu berulang-ulang kali.
Mia jadi ingin pulang dan rebahan saja. Seandainya Mia adalah peterpan yang tidak tumbuh dewasa, dirinya pasti akan sangat bahagia karena menjadi anak kecil selamanya.
Growing up is suck.
"Sorry." Tiba-tiba Chandra menarik kursi Vinka dan mendekatkan dirinya ke arah Mia.
Mia tidak menoleh sama sekali, enak banget tadi marah-marahin gue depan umum. Eh minta maafnya waktu sepi.
"I'm so sorry, hari ini emang saya lagi rese banget. Maaf ya."
"Iya."
Chandra menghela napas, ya memang kali ini dirinya salah sih. Biasanya kalau ada staffnya yang melakukan kesalahan pasti Chandra panggil ke ruangannya dan memberitahu apa yang harus dilakukan. Bukan malah teriak-teriak kayak orang gila.
Menurut Chandra pemimpin yang memarahi staffnya di depan umum bukan pimpinan yang benar, dan Chandra tidak mau menjadi pemimpin yang seperti itu.
"Kamu gak makan?" Tanya Chandra.
"Udah pernah." Respon Mia membuat Chandra terkekeh, haduh dasar anak muda. Baru dimarahi sekali udah langsung masuk hati.
"Maaf deh, makan siang sama saya yuk?"
Mia akhirnya menghadap Chandra. "Apasih, Pak? Saya gak makan, udah kenyang tadi sarapan bubur."
"Emang gak laper?"
Ngomong-ngomong, kalau dekat-dekat begini dengan Chandra Mia jadi teringat kejadian memalukan di kamar mandi tempat karoke. Untung yang memergoki Rizal, coba kalau Jovi waduh bisa tersebar omongan yang tidak-tidak.
Chandra sih kemarin beralasan sedang membantu Mia yang matanya kelilipan dan Rizal manggut-manggut aja.
"Kalau laper saya makan bapak, saya jadiin semur daging!" Jawab Mia nyolot. Chandra tertawa mendengar sahutan Mia, emang dasar abg!
"Iya deh. Gitu dong senyum kan jadi cantik."
"Mana saya gak senyum, tuh?"
"Ah yang boong?" Mia langsung menutup wajahnya karena malu, apa-apaan sih Chandra ini? Bisanya meledek aja!
"Diem deh, Pak!"
Tanpa Mia sadari dirinya dan Chandra jadi terlibat obrolan ngalur ngidul dan gak jelas. Chandra juga memesan makanan via ojek online, katanya lapar tapi pesannya dua porsi untuk dirinya dan Mia.
"Naira umur berapa, Pak?" Tanya Mia sambil mengunyah beef teriyakinya.
"Tahun ini lima tahun."
"Oh, sekolah tk gak?"
"Rencana sih iya, tapi gak tau tuh bunda gimana. Soalnya dia kalau sekolah mau ngurusin."
"Ya sekolahin aja, Pak, biar punya temen dan bisa sosialisasi."
Chandra manggut-manggut. "Iya sih. Tapi kalau ditanyain Maminya mana kamu dateng ya?"
Mia langsung melotot kaget. "Hah?"
"Eh kok maminya, maksud saya tantenya hehe maaf sala ngomong." Kilah Chandra. Entah kenapa Chandra jadi gemar meledek Mia, gadis itu bisa dengan mudah dibohongi oleh kata-kata yang sebenarnya hanya lelucuon.
"Saya aduin Kaivan ya? Biar bapak di tonjok!" Ancam Mia.
Saat Mia dan Chandra sedang asik berbincang, mereka tidak menyadari kalau waktu makan siang sudah hampir habis. Mereka juga tidak menyadari kalau ada orang lain yang mendengar obrolan mereka dan menyimpulkan sesuatu yang lain dari sepotong kalimat
