8. Kitchen
Andara mulai menyiapkan beberapa bahan masakan yang akan dia masak nantinya. Sekelilingnya juga sama seperti dirinya, menyiapkan bahan masakan di buat serapi mungkin, agar memudahkan mereka untuk mengambilnya nanti.
Tak lupa, dia terus menghafal satu persatu bumbu, bahkan takaran bahan yang akan di gunakan nantinya.
Chef Ana dan chef Shaenette memasuki ruangan. Andara sudah menelan ludahnya kasar. Chef Shaenette, adalah chef ternama yang mempunyai beberapa restoran masa kini di kota ini.
Yang membuat Andara sedikit gentar adalah kepedasan Shaenette dalam berkomentar. Pernah dulu saat ujian praktek tingkat pertama, Andara yang saat itu membuat nasi kepal tuna, berakhir dengan tangisan.
Andara bahkan masih ingat betul bagaimana rasa masakannya saat itu. Asin. Tapi tampilannya masih bisa dikatakan bagus, yang membuat Andara menangis adalah komentar pedasnya yang sangat nyelekit di hati.
”Masakan sampah seperti ini, harusnya tidak kamu sajikan untuk saya atau siapapun. Kamu punya lidah tidak? kamu bisa bedakan mana keasinan mana pas nggak? kamu bisa masak apa tidak?” Andara hanya diam menunduk, dia bahkan sudah menangis dalam diam, ”saya tidak butuh tangisanmu, kalau dengan menangis kamu bisa membuat rasa masakanmu enak, silahkan kamu menangis saja,
Begitulah komentar pedas nan panjang dan lebar dari seorang Shaenette. Tapi Andara akhirnya bangkit, dia memang masih awam untuk hal ini.
Akhirnya dia belajar mengikuti vlog masak milik Shaenette, dan bisa sampai di titik ini. Dan ini adalah kedua kalinya Andara akan menyajikan masakannya untuk seorang Shaenette.
Andara tidak sengaja bertemu tatap dengan Shaenette. Di sana Shaenette tersenyum manis, tetapi tatapan matanya tajam. Seakan mengatakan, saya-tunggu-masakanmu. Dan Andara membalasnya dengan senyuman kembali.
”Kalian mempunyai waktu 120 menit untuk membuat appetizer, main course dan dessert. Mata Andara membola, saat mendengar hanya mendapatkan waktu 120 menit. Mam to the pus, mampus!.
”Waktu kalian dimulai dari sekarang!” teriak chef Ana.
Andara langsung mengambil beberapa kentang untuk dia kupas dan segera di cuci bersih. Dia akan membuat stik potato sambal balado keju.
Merebus kentang lebih dulu sampai matang, menghancurkannya dengan alat agar halus, masukkan garam, seladri yang sudah di cincang halus, beri tepung sedikit dan bentuk seperti stik, lalu goreng dengan api kecil.
Menyiapkan bumbu untuk sambal balado dan saus keju, jika tidak suka pedas. Stik potato telah cantik di piring. Saatnya membuat main course.
Kini Andara membuat olahan ikan cakalang yang sebelumnya sudah dia pisahkan dari durinya. Mencampurkannya ke dalam telur yang sudah dia campur dengan garam dan lada hitam. Dia campur kembali dengan kornet beef dan tepung terigu sedikit agar kesat dan bisa dia cetak beraneka bentuk. Dan dia masukkan ke dalam tepung panir lalu dia goreng dan kembali dia siapkan kentang goreng, wortel dan buncis yang sudah di kukus, di tata ke dalam piring.
Membuat saus untuk steak, dia menggeprek bawang putih dan mencincangnya halus, memotong bawang bombay sampai halus dan dia tumis bersama margarin, sampai harum. Saus tomat, saus sambal, saus tiram, lada hitam, thyme, basil. Dan menuangkannya ke dalam wadah kecil.
Beralih membuat panna cotta untuk dessert. Menyiapkan strawberry untuk dia buat jam, gelatin, gula pasir, air perasan lemon, susu cair dan vanilla ekstrak. Dan mencetakknya ke dalam sebuah gelas.
Bel berbunyi, tandanya waktu 120 menit telah habis. Semuanya mengangkat tangan keatas. Andara berharap masakan yang dia buat bisa meloloskannya menjadi pemenang.
”Silakan Andara lebih dulu maju ke depan, Shaenette menginterupsinya.
Tangan Andara rasanya gemetar, saat namanya di sebutkan untuk maju yang pertama kali. Dia meremas kedua telapak tangannya saat chef Shaenette sudah mulai mengambil stik kentangnya dan mencocolnya ke dalam sambal balado.
Mata cantik itu terpejam sesaat, lalu terbuka dan menatap Andara tajam. Dan inilah saatnya Andara menyiapkan hati untuk menerima kenyataan yang ada.
”Good. Saya suka ide kamu untuk mencampur sambal balado dengan saus keju, perpaduan antara Indonesia dan western yang samgat pas, I like it.” Andara bisa memamerkan senyumannya yang pertama kali di depan chef Shaenette.
Beralih ke masakan kedua Andara, steak ikan cakalang dan kornet beef. Awalnya Shaenette hanya memandang steak bentuk bintang itu dalam diam, lalu memandang Andara kembali.
”Kenapa kamu bentuk bintang dan bulat? kamu kira saya anak kecil?” Andara hanya meringis.
”Itu adalah masakan dari Mama saya dulu, saat saya susah makan chef. Jadi saya ingin mengembalikan selera makan yang hilang dengan membuatnya bentuk bintang dan bulat.” Shaenette hanya diam dan memotongnya kecil, lalu dia kembali mencocol saus yang Andara siapkan.
”Not bad. Saya jadi ingat dengan anak-anak saya di rumah. Kamu benar soal mengembalikan selera makan yang hilang itu sulit, dan I like it again.” Senyuman Andara kembali melebar, saat Shaenette memujinya.
Beralih ke panna cotta, dia menyendoknya dan memasukkannya ke dalam bibir cantiknya itu.
”Sweet, kenapa kamu pilih panna cotta?”
”Karena makanan manis bagi kaum perempuan itu bisa mengembalikan mood yang rusak. Dan panna cotta itu manis seperti saya.” Andara menggigit lidahnya saat dia selesai mengucapkan kalimat itu. Tanpa dia duga, seorang Shaenette tertawa mendengarnya, lalu menghampiri Andara dan mengajaknya bersalaman.
”Saya puas dengan masakan kamu yang sekarang. Terus tingkatkan masakan kamu. Semoga kamu bisa menjadi chef ternama.”
Rasanya Andara tidak bisa menyembunyikan senyumannya yang lebar itu. Bahkan dia mengabaikan Mia yang menangis karena komentar pedas Shaenette. Yang terpenting masakannya sempurna.
***
Billal POV
Aku memandang foto ku dengan Nana yang sengaja ku ambil satu Minggu yang lalu sebelum meninggalnya Nana. Aku masih ingat bagaimana Nana tersenyum manis saat itu, senyuman terakhir yang dia berikan untukku.
Ku buka kembali buku puisi yang sempat ku berikan pada Nana. Dan setelah meninggalnya Nana, buku itu di kembalikan oleh Tama padaku.
Sorot mata teduhmu membuatku merasakan ketenangan
Lantunan ayat suci yang selalu kau lantunkan membuat hatiku merasakan kedamaian
Senyuman manismu menjadi candu bagiku
Setiap hari ingin selalu ku lihat senyuman manismu
Yang mampu menggetarkan jiwa
Membuat hatiku slalu yakin untuk tetap berada di sisimu slalu
(Maafkan aku Bil, maaf aku tak bisa menerima perasaanmu untuk mengisi hatiku yang kosong)
Ku buka kembali halaman selanjutnya, aku masih ingat puisi yang ku buat ini adalah sehari sebelum aku menyerahkan buku ini ke Nana.
Inginku suatu hari nanti
Aku dengan lantang mengatakannya padamu untuk menjadi pendamping ku
Jadilah ibu Persitku
Jadilah ibu dari anak-anakku
Jadilah kekasih halalku jadilah bidadari surgaku
Untuk terus menemani hari-hariku yang berat
Tanpamu aku merasa kosong
Ada sesuatu yang hilang dalam hatiku
Terimalah cintaku Na
Agar aku bisa terus mempertahankan dirimu untuk terus disisiku slalu
Tunggulah diriku untuk menjadi pantas bersanding denganmu
(Maaf Billal aku tak bisa, maaf)
Papa menepuk pundakku, memelukku dalam dekapan hangat seorang Ayah. Tanpa banyak bicara, Papa menepuk pelan punggung ku. Memberikan rasa nyaman untukku.
"Ikhlaskan nak, jangan terus kamu tangisi dia, kasihan dia nak"
Aku merasakan pelukan dari belakangku. Mama ada disana, ku peluk Mama dengan erat. Mama yang mengetahui bagaimana rasanya diriku menemani hari-hari Nana kala dia melakukan kemoterapi.
"Ayo nak, kita keluar kamar. Kita ke makam Nana"
Ajakan Mama membuatku mengangguk. Papa juga ada di sampingku, begitupun saudara-saudara ku yang lain. Mereka ada disini dan bergantian memelukku.
Menguatkan diriku untuk selalu tetap tegar dan terus maju untuk menghadapi masa depan yang sudah menungguku.
Mobil Papa sudah berhenti tepat di pemakaman umum tempat Nana di makamkan. Mama dan saudaraku yang lainnya ikut masuk menemaniku.
Ingatanku masih segar, tiga hari yang lalu Nana dimakamkan di sini. Tiga hari yang lalu aku menangisinya. Dan tiga hari yang lalu adalah masa terberat ku untuk berpisah dengannya.
Ku usap batu nisan bertuliskan Asmaul Husna bintin Ahmadiyah Habibi.
Ku pejamkan mataku untuk berdoa pada Tuhan, doaku untuk Nana agar dia berada di Surga Tuhan. Papa menepuk bahuku lalu berdiri diikuti yang lainnya.
"Mama dan yang lainnya tunggu kamu diluar, siapa tahu kamu butuh waktu untuk bercerita dengan Nana. Ingat dek, setelah ini kamu harus kembali ceria"
Lalu Mama bergandengan tangan dengan Papa mengikuti kedua saudaraku bersama pasangannya, menungguku di mobil.
"Na"
Ingin rasanya aku menangis kembali, ku usap air mataku sebelum dengan tidak tahu dirinya akan turun di pipiku.
"Aku kangen kamu. Kamu bauagia kan Na disana? Kamu udah ketemu Ibu kamu belum?. Oma ku juga ada disana Na, kalau kamu ketemu beliau, sampaikan salam ku pada beliau ya Na"
Bodoh Billal, jangan nangis. Tapi tetap saja aku menangis. Rasanya berat untukku menerima takdir Tuhan.
"Aku tahu Na. Maafkan aku yang tak bisa berhenti merindukan kamu. Tapi kamu harus tahu satu hal Na, kalau kamu tetap cinta pertamaku. Aku janji Na, aku akan lolos Akmil dan jadi tentara yang kuat seperti katamu Waktu itu. Aku juga ingin menjadi tentara seperti Papa dan Abangku. Seperti impianmu yang juga ingin bersanding dengan tentara"
Ku hela nafasku sejenak, melepaskan rasa sesak di dadaku. Memejamkan mataku untuk menghalau air mata ini.
"Na, aku akan berusaha tegar walau itu sulit. Tapi aku tetap akan berusaha Na. Aku pulang ya Na. Nanti kalau aku pesiar,aku akan datang untuk mengunjungi kamu di sini. Sampaikan salam ku untuk Tuhan ya Na, supaya jagain kamu disisi Tuhan"
"Aku pergi Na, jangan Kangen. Tapi aku yang kangen kamu"
Ku langkahkan kakiku menuju mobil Papa yang masih setia menungguku disana. Ku peluk Mama yang sudah merentangkan tangannya untuk ku.
"Billlal siap untuk masuk Akmil" kataku tegas pada Papa.
???
