6. Indigo
Shaenette POV
Aku berjalan di koridor rumah sakit, memandang sekitar yang terlihat aneh menurutku. Suasana sepi tapi entah mengapa banyak orang yang berlalu lalang di sekitarku. Mereka memandangku sekilas, dan yang lebih membuatku bingung adalah mereka tembus pandang dan bisa masuk dan keluar ruangan lewat dinding maupun pintu.
Aku memejamkan mataku sejenak, lalu menguatkan kembali langkahku menuju ruang inap kakakku. Sejak kemarin malam, kakakku di rawat di rumah sakit.
Ku lihat wajahnya yang memang mirip denganku. Aku dan dia kembar. Aku duduk disampingnya, ku pegang tangannya yang mendadak dingin. Quenby Lateshia Tasanee, biasa ku panggil dia Sanee, dia lahir lebih dulu dariku.
"Sanee"
Dia tersenyum lemah kearahku. Ku usap pipinya yang sembab. Aku tahu dia takut.
"Aku disini untukmu. Jangan takut Sanee, aku akan selalu menemani kamu"
Sanee merentangkan tangannya, memintaku untuk memeluknya. Ku peluk dia, ku tepuk pelan punggungnya untuk memberikan rasa aman.
"Jangan nangis Sanee, jangan nangis"
Pintu ruang inap Sanee terbuka, menampilkan Daddy kami yang masih menggunakan sneli, jas putih ala dokter. Di sana tersemat nama Daddy "dokter Frederick Sp. PD"
"Ayo sayang, kita akan buktikan kalau kamu baik-baik saja"
Aku mengangguk dan ku genggam tangan dingin Sanee. Dia akhirnya mengangguk, lalu turun dan duduk di kursi roda yang memang sengaja di bawakan oleh Daddy.
"Shae, jangan tinggalin aku"
"Daddy?"
" of course, Shae akan ikut di dalam selama kamu menjalani pemeriksaan"
Aku mengikuti Daddy yang mendorong kursi roda Sanee menuju ruangan laboratorium. Disana ku lihat Mommy menyuruh kami masuk semua.
"Sanee yang ini" Mama memperkenalkan Sanee pada rekannya sesama dokter. "Ini Shae kembarannya"
Aku melihat sekelebat orang yang melayang berjalan menembus dinding laboratorium, hanya sekilas menengok ke arah kami.
"Dokter"
Panggilku lirih, dokter itu memperhatikan diriku yang terlihat pucat juga. Yang melayang itu kini kembali melewati dinding dengan wajah yang berbeda dan sedikit menyeramkan bagiku.
"Dokter Lexa, sepertinya Shae sakit juga, dia pucat sekali"
Mommy dan Daddy menoleh padaku yang tampak seperti orang pesakitan. Ingin rasanya ku teriak bahwa aku baik-baik saja, hanya saja aku sedikit takut melihat mereka yang berwara-wiri melewati dinding di sampingku. Bahkan mereka juga menyapaku, melambaikan tangannya padaku.
Sosok yang berbeda dan terlihat menyeramkan kini masuk dan sedikit mendekat kearahku. Ku pejamkan mataku dan membaca doa dalam hati sebisaku.
"Shae?"
Ku buka mataku perlahan kala suara lembut Mommy mengalun indah di telingaku, suara Mommy sarat akan ke khawatiran. Namun tiba-tiba yang melayang itu kembali menghadapku dan berdiri mendekat di belakang Mommy.
"Arghh"
Kesadaranku seperti di tarik melayang, dan gelap menyapaku.
☀☀☀
Aku berdiri di sebuah ruangan tanpa sekat dan terlihat sepi dan gelap. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan disini.
Ku berjalan perlahan dan mengedarkan pandangan ku mencoba mencari jalan keluar yang tidak terlihat.
Seorang perempuan tua datang menghampiri ku, wajahnya yang terlihat mencolok sepertiku yang memang blasteran itu tersenyum kearahku, senyuman yang sama persis dengan senyuman Granny's.
"Shae, cucu buyutku"
Aku hanya diam memperhatikan wajah keriput yang tetap terlihat cantik, wajahnya mirip sekali dengan Mommy.
"Kamu adalah anak yang spesial, Grandma sudah menantikan kehadiranmu sejak lama. Kamu spesial seperti Grandma nak"
Aku mundur beberapa langkah, tapi perempuan yang memanggil dirinya Gramdma itu mencekal tanganku agar berhenti.
"Kamu jangan takut. Kamu kuat untuk melihat mereka yang berbeda, tidak seperti Alexa. Kamu berbeda nak. Terimalah takdirmu"
Sebuah cahaya putih seakan menarikku kembali dari gelapnya ruangan itu. Napasku terengah-engah, memandang sekitarku yang beraroma desinfektan ala rumah sakit.
"Shae?"
Aku melihat Granny di sampingku, membantuku duduk dan memberikanku minum.
"Kamu baik-baik aja nak?"
Aku hanya mengangguk, memperhatikan wajah Granny mengingatkan diriku dengan Grandma.
"Shae"
Mommy memelukku, di belakang Mommy ada Sanee yang masih berada di kursi rodanya yang di dorong oleh Daddy.
"Kamu baik-baik aja kan nak?" Aku mengangguk, "kamu buat kami khawatir sayang"
"Maaf. Gimana Sanee, Mom?"
"Alhamdulillah, hanya demam berdarah"
Mommy tersenyum dan memelukku erat. Membantu Sanee berdiri dan duduk di samping ku.
"Mom, dimana Grandma?"
Pertanyaanku membuat Mommy dan Granny saling pandang. Lalu Mommy menggenggam tanganku.
"Grandma sudah meninggal sebelum kamu lahir"
Mommy menunjukkan foto Grandma di hapenya. Aku terbelalak kaget, siapa yang tidak kaget, kalau wanita yang ku temui tadi di mimpiku adalah Grandma ku sendiri. Ku ceritakan mimpiku kepada semua yang ada di ruangan ini. Mommy menutup mulutnya seakan tak percaya dengan apa yang ku alami di mimpi tadi.
"Kamu seperti grandma nak" aku menoleh kearah Granny yang tak kunjung memberi tahu.
"Kamu Indigo"
Indigo
Kata-kata itu terus berputar di telingaku, berdengung hebat dan seakan perbincangan yang dilakukan Sanee dan Daddy tidak terdengar olehku.
Sampai aku melihat perempuan berbaju putih dan tersenyum kearahku lalu melambaikan tangannya pada kami yang berkumpul.
"Itu Grandma"
Tunjukku pada sofa yang tak berpenghuni di pojokan sana. Semua mata tertuju padaku, memandangku dengan tatapan horor.
Apa yang salah jika aku memang melihat Grandma yang juga berada di ruangan ini dan melambaikan tangannya padaku.
☀☀☀
Andara benar-benar tercengang, lelaki yang mengantarkan dirinya pulang adalah chef Aiden. Lelaki yang diidolakan oleh Mia.
Lelaki yang membelanya dari lelaki mesum tadi. Bahkan keramahan Aiden saat di mobil tadi, membuat Andara benar-benar seperti di perhatikan oleh lelaki dewasa. Berbeda dengan Rendy. Dia tidak pernah membuat Andara nyaman, jika berada di dekatnya.
”Kalau dia selalu seperti itu, kenapa kamu harus bertahan dengannya?”
Benar sekali pertanyaan yang diajukan oleh Aiden. Kenapa dan kenapa dia harus bertahan dengan segala macam sikap Rendy itu.
Andara hanya diam dan mengalihkan pandangannya ke arah luar. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Aiden.
”Mungkin karena ... dia anak teman Mama, jadi saya tidak ingin menyakiti hati Mama saya, lirih Andara yang mampu didengar oleh Aiden.
Aiden paham betul bagaimana posisi Andara saat ini. Ingin menolak, tapi dia tidak ingin melukai hati ibunya. Bagaikan makan buah simalakama.
”Ada saatnya nanti, saya akan bicara tentang hal ini dengan Mama saya.” Andara memandang Aiden, saat dia mengucapkannya.
Hanya kalimat sederhana, tetapi besar sekali maknanya yang mampu membuat jantung Aiden berdebar hebat. Rasanya dia ingin selalu tersenyum saja, saat kalimat sederhana itu meluncur dari bibir Andara.
Aiden memandang Andara yang hanya diam. Mobil Aiden sudah berhenti di depan rumah Andara, dia bahkan menantikan kata-kata yang akan keluar dari bibir Andara.
”Kamu kuliah dimana Ra?” pertanyaan klise bagi Aiden, harusnya dia langsung saja bertemu dengan orangtua Andara, dan mengatakan jika dia jatuh cinta pada anak mereka. Bodoh!.
Andara hanya tersenyum, antara bingung mau menjawab atau memilih bermain teka-teki hati dengan Aiden. Ah tapi Andara harus sadar diri, jika Aiden adalah seorang selebriti chef, jadi tidak mungkin juga, jika dia akan mencari tahu Andara, jika dia diberi teka-teki.
”Sekolah kuliner Andromeda, jawabnya, ”saya masuk duluan chef, terima kasih sudah menolong saya tadi, dan terima kasih sudah mengantarkan saya chef.”
”Sama-sama Ra, salam buat orang tua kamu ya!” Andara mengernyit bingung, memangnya ada hubungan apa dengan orang tua Andara. Kenal saja tidak.
”Suatu hari nanti, saya akan kesini lagi.” Andara mengangguk dan turun dari mobil.
Saat dia akan melangkah menjauh, kembali suara Aiden yang mampu membuat jantungnya maraton, memanggil Andara.
”Ya chef?”
”Semoga kita berjodoh.”
Dag
Dig
Dug
Duarrrr
Jantung Andara rasanya meledak. Saking senangnya, dia tidak akan menyangka jika, Aiden telah mengucapkan kalimat itu dengan diiringi senyuman yang sangar manis. Mampu membuat kerja jantung Andara buyar.
Hati yang telah lama tersakiti itu, kini telah menghangat kembali, berkat kalimat sederhana penuh makna bagi Andara. Bisakah dia berjodoh dengan Aiden. Kemungkinan kecil untuk hal itu.
Tapi apa salahnya untuk berharap pada Tuhan. Jika Tuhan mendengar doa Andara, mungkin dia akan mengabulkannya suatu hari nanti, jika masalah dengan Rendy ini usai.
***
Aiden mondar-mandir dari tadi di kamarnya. Perbincangan singkat dengan Andara tadi, mampu membuat kerja jantungnya tidak berhenti berdetak, hanya karena mengingat wajah polos dan cantik Andara.
Dia membuka laptopnya, mengetikkan sesuatu di sana, lalu muncullah balasan dari seseorang yang bisa membuatnya bertemu dengan Andara kembali.
From : @Anaadinina_chef@gmail.com
To : @Aiden_lewiston@gmail.com
Subjek : penawaran event.
Boleh banget tawaran yang lo kasih ini, akan gue seleksi dulu anak didik gue besok. Bay the way brother, apa hadiah yang lo kasih untuk juara 1? gue nggak mau sia-sia dong!
Aiden berdecak sebal, dia bahkan belum memikirkan apa hadiah untuk juara nanti. Dia membongkar laci meja kerjanya. Di sana ada beberapa voucher makan di restoran mewah miliknya, yang pernah di ajukan oleh bagian pemasaran, hanya saja dia belum tertarik akan hal ini. Mungkin ini kesempatan yang menggiurkan untuk para peserta nanti.
From : @Aiden_lewiston@gmail.com
To :@Anaadinina_chef@gmail.com
Lo tenang aja Na, juara 1, 2 dan 3 nanti, akan mendapatkan voucher makan senilai 500.000 di restoran gue. Dan uang tunai sebesar 5.000.000 untuk ketiganya, dan yang bikin ngiler. Juara 1 nanti, bisa magang di restoran gue.
From : @Anaadinina_chef@gmail.com
To : @Aiden_lewiston@gmail.com
Deal brother!
Langsung gue acc. Kasih gue waktu 4 hari, buat persiapkan anak didik gue yang paling berpotensial buat magang di restoran mahal lo.
”Ra, semoga kita bertemu di restoran ku, ucapnya.
***
Andara memegang sebuah brosur yang mengatakan, jika akan ada event memasak di restoran western paling mewah di kota ini.
Mungkin impiannya menjadi chef hebat, akan tercapai sebentar lagi. Dia harus mengikuti serentetan tes, sebelum mengikuti event ini.
”Kalian sudah menerima brosur yang saya berikan, persiapkan diri kalian masing-masing untuk besok. Setiap kelas akan kita uji dan kita ambil satu, lalu kita akan uji kembali dan akan kita ambil satu orang untuk mewakili sekolah ini.,
Penjelasan dari chef Ana, membuat otak Andara memikirkan masakan apa yang cocok untuk diikut sertakan event memasak ini.
Pastinya bukan Andara saja yang ingin menang, banyak sekali dari mereka semuanya juga menginginkan menang. Karena tawaran menggiurkan yang di berikan oleh pemilik restoran Arlington.
”Gue sih mau banget Ra, celetuk Mia.
”Gue juga mau kali Mi, pulang yok!” Mia mengangguk.
***
