bab 5
Aku bersyukur karena dipertemukan kembali denganmu. Apakah pertemuan ini memang tak sengaja, ataukah ... ada rencana lain dari Allah untuk kita? Tapi jika ini takdir-Nya, aku harap kaulah yang terbaik untukku
"Mungkin sekarang ini yang harus kulakukan, yaitu mencoba 'tuk melupakan serta mengikhlaskan, meski semuanya sangat sulit dan mustahil"
~ Silla
***
Pagi ini, seperti biasa Silla membantu Erna di dapur. Zidan sang ayah masih belum pulang sedangkan Akbar sendiri sudah tidak ada di rumah, entah ke mana perginya padahal kuliahnya juga libur. Dan tepat hari ini juga, sekolah akan liburan semester.
"Bun, nanti kalau Bunda ambil rapor, aku sekalian pamit keluar ya sama Alma dan Ifi. Kita sudah ada janji mau jalan ke pantai."
Memang mereka bertiga suka begitu, jika menginjak liburan, suka main atau pergi bareng. Mereka bertiga juga seperti perangko yang terus menempel.
"Iya, tapi hati-hati loh. Pulangnya jangan sampai kemalaman," tutur lembut Erna dengan senyum lantas mengusap pelan ubun-ubun Silla.
"Oke, Bunda tersayangnya aku." Dengan gerakan cepat tangannya memeluk erat tubuh Erna. Erna sangat beruntung memiliki anak seperti Silla yang penurut dan tidak pernah melakukan suatu hal yang membuatnya marah.
Detik berganti menit, sedangkan menit kini sudah berganti jam. Erna sudah pergi sedangkan Silla dan Ifi berada di rumah Alma. Mereka sudah bersiap lantas pergi dengan menggunakan mobil punya Alma.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, mereka sampai di Pantai. Kebetulan jarak dari rumah Alma ke Pantai tidak jauh dan macet, jadi akan cepat sampai.
Ombak yang terus berdatangan, membuat suara begitu menggelegar. Apalagi dengan panas mentari yang menyengat menusuk tubuh hingga membuat bulir-bulir air menetes dari hijabnya. Sebelum sampai di pantai, Silla, Alma dan Ifi membeli es kelapa muda untuk dinikmati di bibir pantai.
Di pantai ini juga banyak orang yang terus berdatangan karena memang indahnya yang tak tertandingi. Silla dan sahabatnya saat ini ada di tepi pantai sambil memainkan air pantai.
Mereka semua terlihat bahagia karena dikelilingi oleh tawa yang menghiasinya. Beberapa detik kemudian bola mata Silla tak sengaja bertemu dengan satu pasangan sedang tertawa ria yang berada tidak jauh darinya tempat berdiri saat ini.
Deg
Rasanya seperti berhenti berdetak. Terkejut dengan bola mata yang membulat sempurna. Alma dan Ifi masih belum menyadari keberadaan keduanya. Sedangkan Silla mematung di tempat. Hatinya seperti dicabik-cabik serta ditusuk jarum. Sungguh sakit dan sesak melihat kejadian di depan matanya.
Tidak terasa bulir-bulir kristal berjatuhan tapi dengan cepat tangannya bergerak tuk menyengkanya. Dirinya kembali terkejut saat ada tangan yang menepuk bahunya.
"Sil, kamu kenapa?" Hanya gelengan yang diberikan Silla dengan mata yang masih menetap lurus ke depan. Mulutnya seakan-akan ada magnet yang membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi. Hanya dirinyalah saat ini yang tahu suasana hati.
"Sil ...." Kini Ifi yang mencoba untuk bertanya. Hasilnya pun nihil, masih sama tak ada gerakan sama sekali.
Alma dan Ifi yang penasaran dengan sikap Silla, mereka mengikuti arah pandang di mana Silla sedang dipandang Silla. Semuanya tampak terkejut juga dengan mata yang membulat sempurna.
"Silla ... mereka berdua ...." Masih dengan keadaan syok, Alma berbicara sambil menunjuk ke arah yang dimaksud.
"Silla ...," lirih Ifi melihat ke arah Silla. Yang dilihat hanya menatap kosong lantas berlari menjauh meninggalkan Alma dan Ifi.
Alma dan Ifi terus saja memanggil Silla. Tapi tidak dihiraukan olehnya. Bayangkan saja, saat kamu melihat orang yang selama ini kamu cintai malah dekat dengan orang lain, apalagi canda tawa berdua, main berdua. Tanpa mau dekat dengan kamu, pasti sakit kan ...
Itulah yang dirasakan Silla saat ini. Hatinya sangat rapuh. Apalagi baru pertama kali ini dirinya mencintai seseorang. Dan di saat itu juga, Silla bertekad untuk menghapus perasaannya. Di lain sisi, seseorang yang dilihat Silla hanya menatap sekilas ke arah Silla yang berlari lalu beralih menatap Alma dan Ifi yang terus meneriaki Silla. Seperti tak peduli dengan apa pun.
***
Seorang gadis sedang berada di balkon rumahnya, menatap ke arah langit-langit yang dihiasi bintang di sekelilingnya. Dirinya menghela nafas berat sambil merenungi apa yang terjadi di pantai waktu itu.
Mungkin selama ini aku salah menaruh harapan padamu. Terima kasih karena telah hadir dalam hidupku dan telah mengenalkanku tentang sebuah cinta. Cinta yang berakhir dengan luka, lirih hatinya.
"Aku tidak boleh seperti ini, aku harus kuat dan mencoba tuk mengikhlaskan serta melepaskan. Mungkin ini yang terbaik," tukasnya pada diri sendiri dengan menyengka air mata yang tiba-tiba menetes.
Setelahnya dirinya masuk untuk menemui bunda, kakak dan abinya yang berada di ruang tamu. Kebetulan Zidan sudah pulang.
***
Pagi ini Silla dan Akbar sedang jogging , sudah lama mereka tak jogging bareng karena Akbar yang selalu pergi di pagi hari walaupun di hari libur.
"Tahu tidak Kak, aku rindu jogging bareng dengan Kakak. Kakak sih sibuk kuliah terus, seperti tidak ada waktu buat adikmu ini," lirihnya pada Akbar.
Akbar yang mendengar perkataan Silla tersenyum kecil sambil mengelus ubun-ubun Silla yang tertutup oleh hijabnya. Silla adalah seorang adik perempuan yang sangat disayangi oleh Akbar. Semenjak kejadian itu, dirinya memutuskan untuk terus menyayangi Silla dan menjadi kakak siaga untuknya.
"Maafin Kakak ya, Kakak enggak bermaksud membuat kamu sedih. Kakak kan masih kuliah, Sayang. Banyak sekali yang harus Kakak kerjakan."
"Iya ya," jawab Silla dengan memutar bola matanya malas, lantas berlari pulang meninggalkan Akbar sendiri. Akbar yang melihat tingkah Silla hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kakak akan selalu menjaga kamu dan menyayangi kamu, Silla. Karena kamu termasuk permata Kakak yang harus Kakak rawat. Kakak juga tidak akan biarkan kamu menangis lagi," tekat Akbar pada diri sendiri. Selepas itu dirinya menghela nafas panjang dan menyusul Silla.
Saat sudah berada di rumah, Silla langsung menemui Erna dan Zidan yang berada di ruang makan.
"Loh kok kamu sendirian, Kakak kamu mana?" tanya Zidan yang melihat hanya Silla yang memasuki rumah.
"Aku duluan tadi, Bi. Mungkin habis ini Kakak datang. Nah itu Kak Akbar," lanjutnya saat melihat Akbar memasuki rumah.
Akbar menghampiri mereka dan ikut duduk di sebelah Silla untuk sarapan. Tidak sengaja mata Akbar melihat ke arah Silla yang melamun.
"Kenapa, hm?"
"Eh, enggak apa-apa kok Kak," elak Silla lantas melanjutkan makannya.
Kakak tahu kamu sedang ada masalah. Apa pun itu, Kakak akan tetap membuatmu tersenyum, batinnya.
