bab 4
Malam pun tiba, seluruh keluarga sedang berkumpul di ruang makan untuk makan malam. Tapi yang membuat Silla aneh, dirinya tidak melihat sang abi sejak pulang sekolah.
Bola mata yang terus berputar ke sana nan kemari, mencari keberadaannya, menelusuri ke penjuru ruang tapi hasilnya nihil.
Erna yang tahu Silla mencari seseorang lantas berkata, "Abi ke Jogjakarta Nak dari kemarin malam, saat kamu menginap di rumah Alma. Soalnya ada urusan mendadak yang harus diselesaikan."
Silla yang mendengar itu tentu saja terkejut, bagaimana bisa Erna dan Akbar tidak memberitahukan soal ini padanya.
"Bunda dan Kak Akbar kok tidak beritahu aku soal ini? Memang begitu pentingkah urusan Abi sampai-sampai harus berangkat malam?"
Sangat penting, Sil. Andai kamu tahu yang sebenarnya ..., batin seseorang.
"Iya Nak, penting dan itu tidak bisa ditinggalkan. Kemarin malam Bunda ingin kasih tahu kamu, tapi Bunda lupa kalau kuota habis. Kakak kamu mungkin lupa beritahu kamu di esok harinya," jelas Erna lantas mengambil kedua tangan Silla dan menggenggamnya. "Maaf dan jangan marah ya ke Bunda dan Kakak kamu."
Silla menatap Akbar dengan jengah lantas berkata, "aku tidak bisa marah ke Bunda dan Kak Akbar. Aku maafin tapi jangan diulangi lagi ya Bun?" tukasnya memohon. Erna menganggukkan kepalanya.
"Berapa lama Abi di sana Bun?"
"Bunda tidak tahu Nak, kemungkinan lama. Tapi kalau urusan Abi sudah beres, Abi bakal langsung pulang kok. Dan hubungi Bunda."
"Ya sudah, aku pamit ke kamar dulu mau tidur. Selamat malam Bunda ... Kak Akbar." Dirinya langsung mencium pipi Erna dengan lembut.
"Malam Sayang."
"Malam Adiknya Kakak Akbar."
Setelahnya dirinya berlari ke kamar. Sepeninggal Silla, Akbar menatap ke arah Erna dengan menggenggam kedua tangannya lantas berkata, "Bunda yang kuat ya."
Erna hanya menanggapi dengan senyuman kecil, setelah itu meninggalkan tempat. Akbar menatap punggung Erna yang semakin menjauh. Lantas menghela nafas panjang.
Akbar tahu ini berat buat Bunda. Tapi aku yakin Bunda mampu melewatinya. Kita mampu, tukas Akbar dalam hatinya.
***
Pagi yang cerah, burung-burung terdengar berkicuan seakan-akan saling menyapa satu sama lain. Mentari dengan gesitnya menampakkan cahayanya hingga membuat gadis berhijab berhasil menggeliat, lantas mengucek kedua mata dengan tangannya. Apalagi dengan belaian lembut di kepalanya.
"Abi ...." Dengan masih mengumpulkan seluruh nyawa dirinya berbicara dengan nada serak, khas seorang bangun tidur. Yang ditatapnya hanya tersenyum kecil.
"Abi sudah pulang?" Masih dengan suara serak Silla bertanya. Tapi nihil tidak ada jawaban. Silla kembali mengumpulkan nyawanya dan melihat jam beker di nakas.
Dirinya mengerutkan kening, padahal baru saja melihat Zidan, tidak lain adalah abinya berada di kamarnya. Tapi sudah tidak ada lagi. Apa Abi ada di bawah ya? Dengan gesit Silla berlari ke kamar mandi dan segera bersiap untuk pergi ke sekolah.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Silla sudah siap dengan seragamnya. Dan kini sedang duduk di ruang makan dengan Erna dan Akbar. "Loh Abi ke mana Bun?"
Erna mengerutkan keningnya, dia berpikir apakah putrinya ini sudah lupa? "Bukannya kemarin Bunda sudah bilang, Abi ada di Jogjakarta?"
"Kamu pikun Sil?" Akbar menatap Silla tidak percaya. Pasalnya baru pertama kali Silla tidak mengingat sesuatu. Biasanya selalu mengingatnya.
"Loh, bukannya Abi sudah pulang? Tadi pagi Abi mengelus rambutku dan tersenyum ke aku. Setelah sudah sadar, tidak melihat Abi lagi. Aku pikir Abi ada di sini."
Erna dan Akbar hanya menatap satu sama lain. Selepas itu tertawa, lebih tepatnya tersenyum. Hanya saja Akbar yang tertawa keras dan itu membuat Silla semakin bingung.
"Hahahaha ... ada-ada saja kamu Sil. Jadi waktu lihat Abi itu tidak sadar gitu? Lihatnya dengan mata terpejam dong Hahaha ...," ledek Akbar yang terus saja menertawainya. Silla mendengus kesal.
"Sayang, Abi belum pulang. Mungkin kamu tadi pagi cuma merindukan Abi, jadi sampai lihat Abi ada di mana-mana," jelas Erna.
"Tapi asli Bun, tadi seperti nyata."
"Hahaha ... nyata apanya? Itu nyata atau cuma tidak sadar? Hahahaha ... haduh perut sakit nih, hahaha ...." Akbar terus saja menggoda Silla dan Silla semakin kesal dibuatnya.
"Ist, Bunda ... lihat deh Kak Akbar. Terus saja tertawakanku," adunya pada Erna.
"Sudah-sudah, jangan ribut. Cepat makan habis itu berangkat sekolah." Mau tidak mau Silla makan.
