Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Suamiku Mulai Berubah

"Mas, kamu mainnya kuat banget, aku sampai mau mati rasanya," ujar Clara yang kini duduk dipangkuan Arka.

Mereka sedang duduk di sofa ruang tamu setelah jenuh bercinta di dalam kamar.

"Kamu juga kuat Sayang, istriku saja belum satu jam sudah ampun-ampun. Kamu dua jam aja masih on-fire," sahutnya sambil kembali meremas gunung kembar milik mantan pacarnya itu.

"Mas, jangan lagi deh! Kita harus ke Toko! Memang kamu mau kupecat!" ancam Clara yang terdengar seperti gertakan sambal belaka, bukannya mengindar dari cumbuan anak buahnya, dia justru mendesah dan menggoyangkan tubuhnya.

"Aku sekarang adalah bos di sini! Takkan kubiarkan kau keluar sebelum bisa memuaskanku!" ujarnya sambil kembali hendak menyetubuhi bosnya sendiri!

Keduanya kembali dalam alunan cinta terlarang yang menggelora. Sofa ruang tamu menjadi tempat keduanya untuk berbagi cinta dan hasrat yang mengetarkan jiwa. Arka benar-benar telah menjadi dirinya sendiri, casanova si penakhluk wanita.

Clara yang dulunya adalah mantan pacarnya saat SMA, kini telah menjadi bos di mana tempatnya bekerja. Bagi Arka, Clara kini bagai budak seks yang bertugas untuk memuaskan hasrat bercintanya. Anehnya si wanita justru terlihat menikmati dan ketagihan dengan jamahan manja si pria perkasa.

*****

Tiga minggu sebelum kedatangan Clara.

Pagi itu cuaca cerah, matahari menyinari bumi memberikan kehangatan bagi siapa pun yang sedang berjuang di bumi manusia, tidak terkecuali Anna. Ia telah menyempatkan waktunya untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan saran dari temannya.

Sebenarnya jauh sebelum pilihannya tertuju pada promil ala dokter, ia telah mencoba cara-cara lain seperti berdiet, sering berolahraga seperti jogging, senam dan renang. Ia juga menambahkan konsumsi jamu tradisional dan vitamin seperti asam folat dan vitamin D. Namun, seperti takdir tak berpihak padanya karena usahanya belum juga membuahkan hasil.

“Bunda, kenapa ayah sering di rumah ya, apa ayah tidak bekerja?” celoteh Runa, meski ia baru berusia tujuh tahun dan akan segera masuk SD. Ia termasuk anak yang aktif karena seringkali bertanya perihal yang mengganggu pikirannya.

“Iya, Nak, ayah libur, nanti kalau sudah masuk pasti akan bekerja lagi,” jawab Anna dengan senyum. Dielus-elus rambut putri kesayangannya itu.

Tak mengherankan jika Runa bertanya-tanya karena telah seminggu sudah Arka dipecat. Ia lebih sering di rumah, kecuali jika ada temannya yang mengajak nongkrong di warkop.

“Runa main lagi sama Rini ya, Bunda mau ngobrol sama ayah,” ucap Anna dengan senyuman.

Mendengar titah bundanya Runa hanya mengangguk sambil melanjutkan main dengan saudaranya.

“Mas, aku pengen ngomong soal promil ke dokter,” ucap Anna dengan mantap.

“Kenapa lagi?” tanya Arka dengan ogah-ogahan. Ia sedang asyik main game di ponsel pintarnya.

Sejak menganggur, ia lebih sering menghabiskan waktu untuk bermain game mengatasi kebosanannya. Dengan alibi ingin beristirahat, nampak tidak terburu-buru untuk mencari pekerjaan lagi, terlebih ia diminta ibunya untuk segera mudik, membantu mengawasi tukang-tukang yang akan merenovasi rumahnya.

“Mas, aku sudah janjian sama dokter spesialis obgyn, besok pagi jam delapan bisa kan temenin aku?” pinta Anna terdengar memohon, ia berharap suaminya mau mengikuti kehendaknya sebab usaha ini dilakukan demi memenuhi tuntutan ibu mertuanya.

“Aku sudah bilang kita tidak perlu ke dokter, lagipula aku juga belum kerja, kenapa kamu tidak paham dengan yang aku pikirkan?” tanya Arka dengan penuh penekanan, mulai jengah dengan sikap istrinya itu.

“Mas, kalau masalah uang, aku ada tabungan, selama ini aku masih aktif cari sampingan seperti les privat dan jadi penulis lepas. Mas tidak perlu khawatir, niscaya rezeki kita pasti akan dimudahkan,” jawabnya dengan lemah lembut dan meyakinkan suaminya seperti biasanya.

“Aku tahu semangatmu tapi mau sampai kapan? Aku juga belum tahu sampai kapan menganggur, kecuali orang tuamu mau bantu kita. Sejak kita nikah sampai sekarang, mereka tidak menganggapku menantunya bikin aku kesal aja,” bantah Arka.

Arka mulai kesal dan menganggap masalah yang dihadapi karena kesombongan keluarga istrinya yang enggan membantunya untuk merubah nasib.

“Mas, kenapa jadi menyalahkan orangtuaku? Mas tahu sendiri, kan? Mama kadang masih diam-diam bantu biaya si kembar, bahkan dari sejak si kembar lahir sampai mereka akan bersekolah dasar, mama juga yang bantuin biaya, justru ibu kamu itu Mas! Bisanya cuman nyinyir tidak jelas, tidak pernah memberi uang sepeser pun sama si kembar. Tapi kalau urusan Kak Aura dan anaknya, ibumu selalu tanggap,” balas Anna mulai terpancing emosinya. Anna akan meledak jika Arka mulai menyinggung restu orang tuanya.

“Udahlah aku capek, besok aku mau pulang ke rumah ibu karena mau renovasi rumahnya dan hasil panen kemarin lumayan bagus,” balas Arka tanpa menoleh pada Anna.

Anna hanya terdiam mulai memikirkan kembali omongan Arka. Terlihat suaminya tidak ingin pergi ke dokter, tapi Anna seolah-olah tidak punya pilihan lain, kecuali terus berusaha karena ia sendiri sudah lelah dengan desakan mertuanya.

Malam itu mungkin akan menjadi malam terakhir bagi sepasang suami istri itu tidur seranjang, karena keesokan harinya Arka akan pulang kampung. Waktu menunjukkan Pukul sebelas malam tapi kedua insan itu belum juga terlelap, Anna mulai ragu-ragu dengan pilihannya untuk program ke dokter karena suaminya seperti tidak mendukungnya.

Arka mulai memejamkan matanya meski susah untuk terlelap karena pikirannya terus berputar-putar, ia merutuki nasibnya yang tidak sesuai harapannya. Berharap menikahi perempuan kaya sehingga tanpa perlu susah payah, nyatanya Anna cuman guru honorer yang dibuang oleh orangtuanya.

Pagi hari yang sedikit mendung, Arka mulai bersiap-siap untuk berangkat mudik. Ia mulai memasukkan beberapa helai pakaiannya. Setelah semua selesai, ia mulai melangkahkan kakinya keluar kamar.

“Aku pergi dulu ya,” ucap Arka dengan mimik wajah santainya.

“Sarapan dulu Mas, ini aku sudah masak nasi goreng dan telur dadar kesukaanmu,” jawab Anna dengan senyum seperti biasanya.

“Ayah mau ke mana, kok bawa tas seperti mau pergi?” tanya Runa dengan wajah polosnya, heran mengapa ayahnya berpamitan dengan membawa tas besar, seolah akan pergi jauh.

“Iya, Nak, ayah mau ke rumah nenek karena mau bantu-bantu nenek yang lagi renovasi rumah,” jawab Arka dengan penuh kesabaran, ia bisa begitu berbeda jika berhadapan dengan anak-anaknya seolah dia adalah dua orang yang berbeda.

“Kalau begitu Runa ikut ya Yah, sekolah masih kurang dua minggu lagi, masih ada waktu buat Runa untuk liburan,” rengek Aruna dengan manjanya.

Jarang-jarang anak ini manja pada ayahnya, dia nampak lebih dewasa di banding anak seusianya atau Arini, kembarannya.

“Kalau bunda ngijinin maka ayah tidak masalah, ayah senang saja ada anak ayah yang menemani,” ujar Arka pada anaknya sambil menoleh pada Anna.

Melihat Runa yang memelas Anna tak tega lalu menganggukkan kepala. Ia berpikir jika ada Runa, Arka pasti tidak akan berlama-lama karena Runa akan segera masuk sekolah.

Dengan sigap Anna mulai mengemasi barang keperluan Runa selama di rumah neneknya, ia juga menyelipkan beberapa lembar uang untuk jajan anak kesayangannya itu karena ia tahu, ibu mertuanya amat pelit pada cucu-cucunya.

“Rini, aku pergi dulu ya, kamu sama bunda di rumah aja, aku mau pergi sama ayah,” pamitnya pada saudara kembarnya.

Rini terlihat sedih dan seolah ingin ikut tapi ia urungkan saat bundanya menggelengkan kepala yang artinya tidak mengijinkan.

Terlihat Arka mulai mengendarai motornya secara perlahan, di sepanjang jalan pikirannya melayang ke mana-mana. Tentang Anna yang terus mendesaknya untuk promil dan ibunya yang menginginkannya untuk menikah lagi. Ia sendiri masih bingung dengan pilihan yang harus diambilnya dalam kondisi ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel