Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4 REAKSI TERSEMBUNYI

Lama Ratna bersandar di bahuku dengan kedua tanganya masih menutup muka sambil sesekali menghisap ingus yang hendak mbeler di hidungnya. Masih saja larut dalam isak. Ia pun semakin merapatkan badanya padaku. Rambutnya yang lurus, panjang sepinggang, berwarna hitam dan berbau wangi shampo iklan terbaru; ia dekat-dekatkan ke wajahku seakan meminta untuk dibelai dengan tanganku. Namun tak ku tanggapi.

Tanganku sudah ku tarik dari bahunya dan kini ku pautkan di sandaran kursi taman. Aku hanya sesekali melirik rambut kepalanya; mengamati, barangkali ada kutu atau kecoak yang muncul.

Perasaanku sungguh malu dan kesal. Pasalnya, banyak orang yang ada di taman itu tampak melirik dan mengamati aku, sambil berbisik kepada teman-temanya. Mereka menggibahku. Beberapa dari mereka adalah teman sekelasku.

“Katanya tadi dia dijebak. Tapi Kalo seperti ini, justru dia yang menjebak aku. Sial!!” Gumamku dalam hati. Rasanya ingin aku membopong tubuhnya dan ku gantungkan di pohon beringin taman, seperti jemuran.

Tampak Rudi dan Amir teman sekelasku, baru saja tiba di taman. Mereka duduk di kursi taman di seberang jalan coneblock tengah taman, dibawah pohon beringin yang rimbun. Aku berusaha menyembunyikan diri dengan menundukkan kepala, namun mereka tetap melihatku dan kemudian beranjak mendekatiku.

“Cie…Cie…” Ucap Rudi mengejek saat tiba di depanku.

“Cie cie matamu!!!” balasku kesal dengan perkataanya. Mereka tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Ratna pun tetap bersandar padaku sambil masih menutup mukannya.

Amir mengeluarkan hape dari sakunya berniat memotret. Kami memang tampak seperti sepasang kekasih yang sedang memadu asmara. Terlihat sangat mesra.

“Sini, aku foto kemesraan kalian berdua. Ntar aku umumin di grup. Hahaha…” kata Amir sambil menodongkan hapenya ke arahku. Amarahku pun terpancing naik; strike!!!

“Berani kamu?”

“Gak takut jika aku acak-acak sosmed kalian? Biar mampus kayak si Hadi!“ Ancamku serius dengan nada keras, sambil melototin mereka berdua.

Secara, aku ini ga suka bikin ribut. Tapi kalo sampai ada yang cari masalah denganku, pasti aku bikin kapok.

Contohya si Hadi, bekas teman sekelasku. Dia juga teman Rudi dan Amir.

Waktu itu hadi memfitnahku. Lantas, aku permalukan dia.

Aku retas semua akun sosmednya. Aku ubah foto profil dengan foto wajahnya dalam tubuh bugil sambil colay.

Kemudian aku kirimkan chat mesum pada semua teman wanitanya di sosmed, termasuk pada semua dosen wanita di kampus.

Tindakan kejamku itu membuatnya disidang oleh Rektor, yang berujung hukuman skors baginya.

Saking malunya, Hadi pun sempat stress dan sempat mengambil cuti selama dua semester. Pada akhirnya, ia lebih memilih pindah dari kampus.

Dia tau aku pelakunya, tapi dia tak bisa melaporkan aku karena tidak punya cukup bukti. Semua bukti ku bikin mengarah padanya. Aku membuat semua itu seolah dikirim dari hapenya sendiri.

Aku selalu rapi dalam menjalankan aksi cyber di jagat maya. Tak ada satupun jejak digital yang kutinggalkan, dimanapun aku merambah dunia maya.

“Halah, cuman bercanda Man.” Kata Rudi.

Nyali mereka berdua langsung ciut saat ku ingatkan tentang apa yang terjadi pada si Hadi.

“Iya Man, aku gak beneran foto kok. Cuman bercanda.” Sambung Amir, sambil menunjukkan layar hapenya yang masih terkunci.

“Awas kalo kalian bohong! Pergi sana!” Ancamku lagi tanpa basabasi.

Rudi dan Amir pun bergegas pergi ke gedung kampus dengan wajah pucat. Rencana mereka buat nongkrong di taman pun batal.

“Makanya, gak usah cari masalah sama orang yang serius belajar komputer, bukan hanya sekedar cari nilai.” Gumamku mengamati mereka pergi.

Ratna yang sedari tadi menutup mukanya sambil bersandar padaku, perlahan menurunkan tangan dan meluruskan duduknya; setelah mendengar percakapanku barusan.

“Jadi, kasus Hadi yang bikin heboh sekampus itu, kamu yang bikin?” tanya Ratna dengan wajah yang masih agak sembab sehabis menangis.

“Ya, begitulah.” Jawabku malas.

“Tega kamu. Aku dengar, Hadi sampai harus perawatan ke psikiater lho.” Kata Ratna seolah tak percaya.

“Salah sendiri, cari masalah sama aku.” Balasku ketus.

Ratna kembali diam termenung dengan pandangan kosong menatap ke rumput yang tak bergoyang karena tak tertiup angin.

“Sebenarnya kamu mau curhat atau mau mempermalukan aku?”

“Sekarang katakan. Siapa yang menjebakmu?” ucapku memecah kesunyian.

“Eh, maaf ya Man. Tapi, aku tak tau siapa orang yang melakukannya.” Jawab Ratna terbangun dari lamunannya.

“Bagaimana ceritanya hingga kamu bisa dijebak?” Tanyaku.

Kemudian Ratna mulai menceritakan kronologinya, dengan gesture tubuhnya yang nampak bingung.

Dimulai dari kejadian semalam, saat dia menerima sebuah pesan chat dari nomer yang tak dikenal yang melampirkan beberapa foto dirinya. Isinya mengancam akan menyebarkan foto itu dan meminta tebusan satu juta rupiah, jika tak ingin fotonya itu disebar.

Ratna juga bercerita bahwa beberapa hari yang lalu hapenya sempat error hingga dibawanya ke sebuah service center hape, yang terletak di pusat kota. Kemarin sore dia mendapat kabar dari tempat service itu, jikalau hapenya telah selesai diperbaiki. Maka diambillah hapenya sore itu juga. Malamnya, ia malah mendapat pesan chat misterius.

Muncul kecurigaannya apabila nomer yang tidak dikenal, yang mengirim pesan chat padanya adalah seseorang dari service center hape itu.

"Itu sih namanya bukan dijebak, tapi pemerasan." Kataku berkomentar pada ceritanya.

"Eh, iya ya. Tapi, tetap saja aku merasa dijebak." Balas Ratna mempertahankan pendapat. Karena wanita tak pernah salah.

"Yang namanya dijebak itu, seperti apa yang kamu lakukan padaku sekarang ini. "

"Sebenarnya, kamu hanya ini ingin berduaan denganku di taman kan? bukan mau minta bantuanku." kataku yang masih merasa kesal dengan sikapnya yang mebuatku malu. ditambah kelakuan rudi dan amir yang bikin pegel ati.

"Enggak Man, aku memang benar-benar berniat meminta bantuanmu." balasnya berusaha meyakinkanku.

"lalu kenapa, barusan kamu malah nempel kayak perangko?" tanyaku meragukannya.

Ratna diam saja, tak membalas ucapnku. Wajahnya memerah merona dan tersenyum canggung. Tanganya memutus-putus rumput yang dipingutnya tadi. untung saja bukan memutus rantai seperti wonder woman. Kemudian pandanganya kembali kosong, dimabukkan lamunan.

Melihatnya, keslku pun absen dan berganti shift dengan rasa iba.

"BTW, foto apa sih yang akan disebarnya, hingga bikin kamu panik gitu?"

"Ga mungkin kan, kalo cuman foto kamu pake kostum badut sirkus?" tanyaku pelan dan penasaran, mencoba mencairkan suasana.

Ratna seperti terkaget dan bangkit dari bengongnya.

"Eh, anu.... fo..fotoku pake baju mini." Jawabnya gelagapan seolah sambil menenggak segalon air. Dia tak mau terus terang, kayak pilip terang terus.

“Mosok sih, cuman pake gituan aja udah kayak kiamat buatmu.” Jelas aku tak percaya dengan ucapannya.

“Sini, lihat chatnya sini.”

Ratna mengambil hapenya dari dalam tas. Dia sedikit bergeser menjauh ketika membuka kunci layar hape dan membuka chatnya. Sesaat kemudian ia menunjukkan layar hape yang dipegangnya. Nampak foto closeup dirinya yang hanya terlihat dari kepala hingga leher. Sementara bagian leher kebawah sengaja ia tutupi dengan jari tangan yang memegang hape.

“Nih, fotonya.” Katanya pelan dengan nada bergetar karena malu. Hanya sedetik, lalu Ratna menarik hapenya kembali.

Belum jelas aku melihat, langsung ku rebut hape dari gengamannya.

“Herman, jangan!” teriaknya kaget dan panik, berusaha merebut hape kembali dariku namun kuangkat jauh dari jangkauannya. Hingga Ratna lelah dan duduk menutup mukanya lagi karena malu.

Menyadari bila Ratna tak berusaha merebut kembali, aku pun membuka layar hapenya yang tidak terkunci.

Terlihat foto closeup setengah badan Ratna yang mengenakan beha, tengah berpose diatas ranjang kamar kosnya.

Setelah itu, aku menggeser ke foto selanjutnya. Aku tertegun melihat foto setengah badan Ratna lagi. Berbeda pose, namun tanpa beha.

Foto selanjutnya membuatku terperangah. Terlihat foto Ratna dari kepala hingga paha, tanpa sehelai pakaian.

Birahiku pun langsung melambung tinggi ke angkasa saat melihat foto itu. Kurasakan onderdil dalam celanaku mengeras.

“Wah, aku minta fotomu ya Rat, lumayan buat tambahan koleksi.” Pintaku, sambil melirik Ratna yang masih menutupi mukannya karena malu; sembari mencuri pandang dadanya, membandingkan foto dengan aslinya.

Seketika, Ratna membuka mukannya karena kaget dengan kata-kataku. Menoleh, namun tidak memandangku. Malah memandang bagian lain dari tubuhku.

“Man, ada sesuatu dalam celanamu tuh.” Katanya sambil menunjuk ke arah pinggulku.

Sontak, aku melihat ke arah celanaku. Serasa menyentuh kabel KRL dan disengat ribuan volt, aku melihat celanaku menjulang tinggi, karena didesak onderdil yang mengeras dan berdiri tegap akibat reaksi kimiawi dari foto Ratna.

Aku pun tersadar jika hari ini lupa memakai celana dalam, karena tadi pagi terburu-buru berpakaian.

Segera kuraih tasku dan ku letakkan diatas paha, menutupinya. Ku tatap Ratna yang tersenyum malu dan mukanya merona merah.

Rasanya mukaku coplok dan menggelinding entah kemana. Malu tiada tara.

Ingin ku teriak “HUWAAAAAAAASSSSUUUUUU!!!!!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel