4. UNDANGAN ULANG TAHUN
"Mam!"
Sudah mendarah daging dalam tubuh Gideon setiap pulang masuk ke dalam rumah berteriak memanggil Mami nya.
"Mam! Where are you?!"
Arlyna melongo melihat ruang tamu yang begitu elegant dengan hiasan lampu gantung kristal besar tergantung indah.
"Silahkan duduk!" tawar Gideon ramah. "Saya masuk dulu panggil si bibi, tunggu sebentar di sini!"
Suara Gideon pun kembali terdengar memanggil maminya. Kebiasaan yang selalu membuat maminya marah.
"Ada apa sih Gideon? Berisik banget! Dari tadi teriak-teriak," omel Mami datang dari arah pintu samping yang menghubungkan ke taman belakang. "Kenapa kamu pulang lagi?!"
"Mam, bibi mana?!" Gideon malah balik bertanya.
"Kamu ini cari mami atau bibi?!" omel wanita yang telah melahirkan nya.
Gideon terkekeh. "He-he, dua-duanya."
Bibi datang. "Ada apa Tuan muda?!"
Gideon mendekati asisten rumah tangganya. "Bi, bantu temanku yang ada di depan. Bawa saja dia ke kamar tamu."
Alis mami mengernyit. "Siapa?"
"Temanku mam, orang yang mami tunggu juga!" jawab Gideon ambigu. "Cepat bi! Dia sudah kedinginan, bajunya basah."
Tanpa membuang waktu, bibi langsung pergi ke ruang tamu.
Arlyn langsung berdiri begitu melihat wanita tua datang mendekat.
"Non, mari ikut dengan bibi," ajaknya.
Arlyna diam terpaku, ragu ikut dengan wanita tua itu yang sudah berjalan lebih dulu.
Melihat Arlyna hanya diam mematung. Bibi kembali lagi. "Jangan takut non. Tuan muda Gideon yang meminta bibi untuk membantu nona."
Kamar tamu yang begitu tertata rapi dengan tempat tidur berukuran king size membuat Arlyna kembali terkagum-kagum akan rumahnya Gideon.
"Tunggu sebentar non," Bibi ke luar dari kamar tamu.
"Lho, kok aku ditinggal sendiri?!" gumam Arlyna bingung.
Tak lama kemudian, bibi datang membawa handuk bersih dan memberikannya pada Arlyna.
Tak membutuhkan waktu lama bagi Arlyna untuk membersihkan tubuhnya dari cipratan air kubangan. Setelah selesai berganti baju yang tadi dibelikan Gideon sewaktu dalam perjalanan ke rumah Nyonya Mela, Arlyna menyisir rambut panjangnya.
Pintu kamar tamu diketuk, tak lama kemudian masuk bibi. "Nyonya besar meminta nona segera ke ruang pribadinya. Jangan lupa, bawa kotak itu juga," tunjuk Bibi pada kotak berisi gaun.
Arlyna diantar bibi pergi menuju ruang pribadi Nyonya Mela yang tak lain adalah ibunda dari Gideon.
"Masuk!" terdengar suara dari dalam ketika bibi mengetuk pintu.
Wanita yang tidak muda lagi, tapi masih jelas terlihat garis kecantikan di wajahnya. Berdiri melihat Arlyna dari atas sampai bawah.
"Selamat pagi Nyonya," sapa Arlyna jadi gugup karena dilihat begitu intens.
"Pagi," jawabnya, kemudian melihat bibi. "Tolong ambilkan air minum bi dan juga beberapa camilan."
Setelah bibi pergi, Nyonya Mela mempersilahkan Arlyna duduk.
"Jadi, putraku yang telah menyiram kamu dengan air kubangan?!" tanya Nyonya Mela membuka pembicaraan.
"Itu tidak sengaja Nyonya. Mungkin karena Gideon tidak melihatku."
Bibi kembali masuk dengan membawa dua cangkir teh hangat dan beberapa kue kering. Setelah itu pergi lagi.
"Putraku sudah menceritakan semuanya padaku. Apa putraku sudah minta maaf?!" tanya Nyonya Mela.
Arlyna mengangguk cepat. "Sudah Nyonya. Untuk masalah itu, lupakan saja. Ternyata dibalik kejadian itu, saya malah dimudahkan datang ke rumah ini yang secara kebetulan."
Nyonya Mela melihat boks yang tadi dibawa Arlyna dan paper bag.
Arlyna seakan paham ketika Nyonya Mela melihat boks. "Jangan khawatir nyonya, gaun malam pesanannya baik-baik saja. Saya sudah melihatnya."
Segera gaun malam yang tadi tersembunyi di dalam boks dikeluarkan dan diperlihatkan pada Nyonya Mela.
"Wah, indah sekali!" puji Nyonya nampak puas melihat gaun malam warna hitam dengan hiasan swarovski menjuntai indah di tangan Arlyn.
"Syukurlah kalau nyonya suka, tapi bolehkan saya melihat nyonya mencoba gaun ini? Mungkin saja ada beberapa bagian yang tidak nyaman yang bisa saya perbaiki ketika nyonya memakainya."
Tanpa diminta dua kali, Nyonya Mela langsung mencobanya dan ternyata sangat nyaman di tubuhnya. Wajah kepuasan tergambar nyata di wajah Nyonya Mela. Berbagai pujian pun meluncur dari bibirnya pada Arlyna bahkan berkata jika nanti pesan gaun lagi, ingin Arlyna yang merancang dan membuatnya.
Sementara itu, kesibukan jelas terlihat di taman belakang rumah Gideon. Acara ulang tahun akan diadakan nanti malam. Gideon sendiri terlihat ogah-ogahan dengan pestanya sendiri.
"Tuan muda," mamang berdiri di samping Gideon yang sedang memperhatikan sekitar taman sedang dihias. "Pasti nanti malam pestanya akan meriah seperti tahun lalu. Banyak gadis-gadis cantik yang datang. Sedap dipandang itu Tuan muda. Mamang bisa ikut cuci mata biar awet muda."
"Awet tua kali!" ucap Gideon meledek.
"Tapi ,,,," mamang memperhatikan wajah Gideon yang terlihat kusut. "Tuan muda sepertinya tidak bersemangat. Kenapa?!"
"Bosan mang!" jawab Gideon.
Terlihat dari kejauhan mami datang bersama Arlyna. Gideon sejenak terpana melihat kecantikan Arlyna yang natural tanpa hiasan make up di wajah.
"Kamu masih di sini?! Kenapa belum berangkat ke kantor?!" tanya mami menyadarkan Gideon dari kekagumannya pada Arlyna.
"Sebentar lagi mam," jawab Gideon mengalihkan pandangan karena tanpa sengaja kedua bola matanya bertabrakan dengan iris mata Arlyna yang berhasil menciptakan desiran aneh di hati yang tak pernah dirasakan pada wanita manapun.
"Mamang, tolong antarkan Nona Arlyna ke butiknya," pinta Nyonya Mela pada sopir pribadinya.
"Siap nyonya!" mamang langsung pergi untuk mengambil mobil di garasi.
Arlyn melihat kesibukan yang ada di taman sehingga menggelitik hatinya untuk bertanya. "Apa akan ada acara di sini?!"
"O iya, hampir saya lupa!" seru Nyonya Mela melihat Arlyna. "Nanti malam, jika kamu tidak ada kesibukan, datanglah ke sini."
Perasaan bahagia seketika langsung menyelinap ke dalam hati Gideon ketika mendengar maminya mengundang Arlyna.
Waktu terus berlalu, acara yang ditunggu pun tiba. Gideon dengan gagahnya tampil memakai setelah jas hitam. Wajah blasterannya sungguh sangat menonjol di antara teman dan relasinya di kantor.
"Senyum dong," tegur mami melihat putranya hanya memasang wajah masam. "Teman-temanmu bisa takut melihatmu seperti itu."
"Kapan acaranya bubar?!" tanya Gideon.
"Mulai juga belum, sudah tanya bubar!" sungut mami kemudian pergi meninggalkan putranya.
Wanita cantik dengan gaun terbaiknya datang mendekati Gideon.
"Hai," sapanya ramah. "Happy birthday. Semoga kamu berumur panjang, banyak rejeki, pokoknya yang terbaik buat kamu deh."
"Thank you, Shela," jawab Gideon dingin.
"Rasanya baru tahun kemarin aku datang ke acara ulang tahunmu, sekarang sudah acara ulang tahun lagi. Hi-hi-hi. Waktu berlalu begitu cepat," Shela berusaha membuka obrolan. "Umur kita semakin hari semakin bertambah tua."
Gideon hanya merespon dengan tersenyum samar. Di antara teman-temannya, Gideon memang terkenal dengan sikap acuh tak acuhnya.
Di depan pintu pagar besi yang menjulang tinggi, Arlyna baru saja sampai.
"Untung saja tidak hujan jadi gue bisa cepat sampai. Kalau bukan Nyonya Mela yang mengundangku langsung, ogah banget gue pergi ke acara seperti ini," gumam Arlyna berdiri sejenak melihat ke arah halaman rumah Gideon yang nampak sepi, tapi terlihat banyak mobil berderet rapi.
Setelah menarik dan menghembuskan napas secara perlahan supaya tidak gugup, Arlyna masuk melewati pintu pagar besi.
