Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 5 Di Tugaskan Di Tempat Lain

Sehari sebelum berangkat ke tempat kerja baru Rani menghampiri mang Amat untuk berpamitan. Mang Amat sedang membersihkan taman saat Rani berjalan menghampirinya.

“Mang, saya mau pamitan mang, besok saya sudah pindah kerja ke rumah saudara Ibu, katanya di sana lebih membutuhkan tenaga saya mang”. Ujar Rani kepada mang Amat.

Mang Amat menghentikan kegiatannya dan duduk, kemudian menoleh kearah Rani.

“Ehm iya , kamu kerja yang baik disana, nanti besok Yayat yang akan mengantar kamu kesana ” jawab mang Amat sambil menghidupkan rokok.

Rani kemudian ikut duduk didekat mang Amat, karena jarang sekali dia punya waktu berbincang dengan mang Amat, apalagi selama ini mang Amat terlihat tidak begitu ramah kepadanya. Selama seminggu lebih Rani berkerja disini, hanya seperlunya saja mengobrol dengan mang Amat, misalnya jika ada yang perlu ditanyakan dan mang Amat juga hanya seperlunya saja menjawabnya.

“Mang di rumah saudara Ibu, tidak ada yang aneh – anehkan mang, soalnya saya sudah ketakutan banget mang dengan kejadian kemarin malam itu, saya sampai tidak berani keluar kamar.”

“ Ya itukan salah kamu sendiri, sudah saya bilang setelah kamu mengunci rumah, kamu masuk kamar dan tidur, jangan keluar – keluar lagi.”

“ Tapi saat itu saya pikir itu bapak sama ibu udah pulang mang makanya saya keluar kamar. Oh ya mang, mamang pernah ke rumah saudara ibu itu?”

Mang Amang menghela nafas dan menganggukkan kepalanya,

“Iya, pernah sekali kesana, tapi tidak lama cuma mengantar orang kesana.”

Setelah itu mang Amat menyuruh Rani masuk ke rumah  dan mang Amat kembali meneruskan pekerjaannya yang tertunda saat mengobrol denganku tadi.

Rani kembali berjalan memasuki rumah, sebelum memasuki rumah Rani melihat banyak dedaunan gugur di halaman sehingga dia segera mengambil sapu ijuk untuk membersihkan halaman depan. Sambil menyapu tak sadar Rani menyapu kearah pohon beringin tua, dan dia melihat nampan sesajen yang di taruh oleh mang Amat. Ternyata isi dari sesajen tersebut tidak hanya bunga dan kemenyan, ternyata ada juga bungkusan kain kuning dan putih yang tidak tahu apa isinya. Kain itu hanya sebesar telapak tangan anak kecil dan bungkusannya berbentuk segi empat, setiap bungkusan diikat dengan tali hitam. Tiba – tiba Rani mencium bau yang tak asing, dia merinding karena bau yang tercium mirip dengan bau bunga melati yang diciumnya semalam. Rani segera berlari kecil menjauh dari sana.

Saat Rani sedang menyapu di teras tiba-tiba pak Yayat menghampirinya. Pak Yayat terlihat tergesa – gesa dan sebelum medekati Rani, tampat pak Yayat menolehkan kepalanya melihat sekeliling, terutama dia selalu memperhatikan kedalam rumah.

“Rani.” Panggil pak Yayat.

Rani kemudian menoleh kearah pak Yayat dan menghentikan kegiatannya.

“ Rani, nanti tolong kamu bantu saya selamatin Siti ya, tolong ya Rani” setelah itu pak Yayat segera pergi seperti takut ketahuan orang.

Rani bingung dengan maksud pak Yayat, Siti siapa? Ketika Rani bermaksud menanyakan kepada pak Yayat siapa yang dimaksud dengan Siti, ternyata pak Yayat sudah berjalan menjauh kearah taman depan. Kenapa orang – orang disini begitu aneh sih, selalu berbicara cepat dan ketakutan. Sepertinya Bapak dan Ibu bukan orang yang galak, kenapa pak Yayat seperti ketakutan begitu sih. Rani kebingungan sendiri dengan tingkah pak Yayat yang aneh itu. Sambil menggelengkan kepalanya Rani meneruskan pekerjaannya, dia sudah melupakan apa yang dikatakan oleh pak Yayat barusan.

Keesokan harinya, pagi- pagi sekali Rani sudah diantar oleh pak Yayat dengan mobil menuju ke rumah saudara bu Mala, perjalanannya cukup jauh dan letaknya jauh dari kota, jalanannya seperti suasana desa Rani, tetapi keadaannya sepertinya lebih sepi dari desa Rani, karena jarang terlihat rumah penduduk. Di desa Rani walaupun hanya desa kecil tetapi pemukimannya sudah lumayan padat, sedangkan jalan yang dilalui sekarang menuju rumah saudara bu Mala terlihat lebih renggang, hanya ada rumah satu dua setiap beberapa ratus meter. Lebih banyak melewati hutan dan kadang – kadang terlihat sawah.  Setelah beberapa lama sekitar dua jam perjalanan akhirnya mereka sampai ditujuan.

Tampak sebuah rumah yang tidak terlalu besar, dan pekarangannya tidak seluas rumah bu Mala, pagarnya juga sudah agak berlumut dan banyak tanaman rambat yang menutupi pagar besi setinggi kepala orang dewasa. Sekelilingnya tampak sepi dan disamping kanan kiri tidak terlihat adanya rumah lain. Benar – benar hanya ada satu rumah itu saja. Rani menatap rumah itu dari jendela mobil, sekeliling hanya tampak pohon – pohon besar menjulang.

Sebelum Rani turun dari mobil, pak Yayat kembali berkata mengingatkan Rani,

“Rani nanti kamu tolong bantu selamatin Siti ya, tolong ya bawa dia keluar dari rumah ini”.

 Setelah itu pak Yayat turun dari mobil diikuti Rani, dan dengan cepat pak Yayat berjalan menuju pagar dan membukanya yang ternyata pagarnya tidak dikunci , kemudian mereka berjalan masuk bersama menuju ke arah rumah itu, setelah itu pak Yayat mengetuk pintu rumah beberapa kali akhirnya pintu dibuka, tampak seorang perempuan tua menggunakan kebaya dan bawahan sarung, rambut ubannya disanggul asal - aslan. Perempuan tua itu mentap Rani kemudian menganggukan kepalanya tanpa melihat pak Yayat, kemudian berbalik kembali masuk kedalam rumah. Pak Yayat tanpa berkata apapun membalikkan badannya, berjalan meninggalkan rumah. Rani hanya menatap kepergian pak Yayat. Tak lama suara mobil terdengar meninggalkan rumah.

Rani berjalan masuk sambil menutup pintu dibelakangnya. Dia melihat sekeliling dalam rumah, setelah masuk tampak sebuah meja dan beberapa kursi yang terbuat dari rotan diruangan. Sebelah kanan terlihat dua pintu tertutup, sepertinya itu kamar. Cahaya ruangan hanya mengandalkan dari sinar matahari, di atap hanya tergantung sebuah lampu pijar. Kemudian dari ruang dalam terlihat nenek itu berjalan keluar sambil melambai ke Rani.

“Kesini, ini kamarmu, namamu Rani kan? Panggil aku mbah Marni.”

Rani berjalan mendekati mbah Marni, kemudian terlihat sebuah kamar di ruang belakang yang ternyata dapur, keadaannya juga cukup gelap. Rani kemudian masuk kemarnya dan menaruh barang – barangnya.

“Tugas kamu memandikan Sari. Sini saya ajak kamu menemui Sari”, mbah Marni berkata sambil berjalan kearah sebuah kamar di ruang tengah. Kemudian pintu kamar dibuka, terlihat sebuah ranjang dengan seorang gadis di atasnya, gadis itu memiliki kulit berwarna sangat putih bahkan pucat, tubuhnya kurus dan dia hanya terbaring diam saja.

“Ini Sari kamu setiap pagi harus membersihkan badannya, dilap saja yang bersih, hanya itu tugas kamu Rani, yang lainnya jangan hiraukan, dengar tidak?” kata mbah sambil melotot kepada Rani.

“Iya mbah saya mengerti” jawab Rani cepat. Tidak jauh dari kasur Sari, ternyata ada seorang perempuan yang kedua kakinya dikunci di pasungan, Rani membelalakan matanya melihat perempuan itu, wanita itu hanya diam sambil tertunduk, sepertinya dia tertidur, Rani benar-banar kaget melihat pemandangan itu. Tetapi Rani tidak berani bertanya kepada mbah Marni. Kemudian mbah Marni menyuruh Rani keluar kamar dan kemudian menutup pintu kamar tersebut. Hari sudah malam akhirnya Rani disuruh tidur. Mbah Marni masuk ke kamar sebelahnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel