
Ringkasan
Tahun 1990 . Pengap…itu yang kurasa, serasa paru-paruku tidak bisa memompa udara. Entah berapa lama sudah Rani termenung, pikirannya kosong. Setelah pulang ke desanya ternyata bapak dan ibunya sudah meninggal, tetangganya yang mengantar Rani ke makam kedua orang tuanya. Rani hanya bersujud di makam kedua orang tuanya tanpa bisa berkata- kata, air mata terus membanjiri wajahnya, apa yang terjadi dengan orang tuanya karena kepergiannya merantau dan bekerja sebagai asisten rumah tangga ke kota
Bab. 1 Rani Lulus Sekolah
Sekarang Rani sudah lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), usianya 16 tahun, ya dia memang terlambat setahun ketika masuk sekolah, orang di desanya memang selalu menganggap sekolah tidaklah begitu penting untuk perempuan dan sudah bersyukur Rani masih bisa diijinkan bapak untuk bisa sampai menamatkan SLTP. Di desanya banyak anak gadis hanya lulus Sekolah Dasar (SD) saja, yang penting bisa baca tulis.
Rani termasuk beruntung nasibnya, karena bapak dan ibunya walaupun hanya seorang petani tidak seperti orang - orang di desanya yang selalu menganggap anak gadis tidak perlu sekolah tinggi, kalaupun sekolah hanya sekedar bisa membaca dan menulis saja, paling tamat Sekolah Dasar saja sudah cukuplah. Untuk apa sekolah tinggi – tinggi toh nantinya anak perempuan cukup dinikahkan dan mengurus rumah tangga, biasanya jika sudah berumur 15 tahun, gadis – gadis di desanya akan segera dinikahkan, bahkan ada yang hanya tamat sekolah dasar umur 12 tahun sudah dinikahkan. Di desa hanya anak laki- laki yang diwajibkan sekolah sampai Sekolah Menengah Umum (SMU). Karena bagaimanapun anak laki – laki yang nantinya menjadi kepala keluarga dan yang bertanggung jawab mengurus keluarganya.
Seperti contohnya ibu, ibu dulu tidak pernah merasakan bangku sekolah, karena kata ibu, orang tuanya sangat miskin, bagaimana mau menyekolahkan anak – anaknya, untuk makan saja sudah sering kekurangan. Apalagi saudara ibu sangat banyak, jadi hanya saudara lelaki ibu saja yang disekolahkan, itupun hanya sampai tamat sekolah dasar saja, yang penting bisa baca tulis dan menghitung. Tetapi walaupun ibu tidak mengenal pendidikan, tidak tahu baca tulis tetapi ibu berpikiran sangat terbuka bahwa anaknya Rani harus sekolah, setidaknya harus sampai tamat SLTP. Bapak juga berpikiran seperti ibu, walaupun anaknya perempuan tetap harus sekolah, jadi kedepannya kehidupan anaknya bisa lebih baik dari orang tuanya, tidak harus selalu tinggal di desa saja sepanjang hidupnya.
Pertengahan tahun ini setelah mendapat ijasah SLTPnya Rani sudah bersiap - siap untuk mencari pekerjaan, mungkin bantu - bantu ibu dulu untuk membantu tetangga berjualan di pasar atau bisa juga membantu bapak di ladang pak Karta, tuan tanah di desanya. Untuk masalah berkerja Rani sudah terbiasa membantu orang tuanya, sebelum berangkat sekolah biasanya Rani yang selalu membereskan semua pekerjaan di rumah, baik memasak, mencuci maupun bersih – bersih di rumah. Walaupun anak satu – satunya, orang tua Rani tidak pernah memanjakannya. Rani memang dikenal sebagai anak yang berbakti, semua teman – teman sekolahnya juga sangat menyukai Rani yang periang dan pintar.
Tidak lama dari kelulusannya ternyata ada teman bapak yang mengabarkan bahwa ada orang kota yang mencari asisten rumah tangga dan karena tahu Rani sudah lulus maka menawarkannya ke Bapak. Akhirnya karena di desa juga tidak ada banyak pekerjaan, Rani akhirnya menerima pekerjaan menjadi asisten rumah tangga tersebut ke kota. Bapak dan Ibu sangat senang karena berharap Rani bisa berhasil merantau ke kota, apalagi menurut teman bapak bahwa juragan yang mencari asisten rumah tangga tersebut merupakan orang kaya, kemungkinan gaji yang ditawarkan pasti juga besar. Bapak dan ibu berharap kehidupan Rani selanjutnya bisa lebih baik dari orang – orang di desa mereka.
Di desanya Rani termasuk gadis yang rajin dan pintar, dia juga gadis yang ramah, sehingga banyak teman – teman sekolahnya yang ketika mengetahui Rani akan berangkat berkerja ke kota, teman – temannya banyak datang berkunjung. Banyak yang memberikan bingkisan kenang- kenangan untuk Rani. Rani terharu menerima semua kebaikan teman – temannya. Teman – teman Rani banyak yang sudah berencana akan segera menikah, karena setelah lulus sekolah orang tua mereka sudah mencari jodoh untuk mereka. Mereka hanya bisa menerima perjodohan tersebut, ada yang malahan akan menikah ke daerah lain dan kemungkinan akan susah untuk bertemu kembali dengan Rani.
Malam sebelum keberangkatan Ibu memasakkan nasi kuning kesukaan Rani. Mereka sekeluarga makan malam bersama, ada keharuan dan kesedihan yang dirasakan oleh Rani, bagaimana tidak, sebentar lagi dia akan meninggalkan kedua orang tuanya, dari kecil Rani tidak pernah berpisah dengan orang tuanya.
“ Nak, kerja yang baik disana, yang rajin. Sering – sering kasi kabar ke Bapak dan Ibu ya, jaga kesehatan juga, selalu berdoa agar di lindungi sama Tuhan.” Pesan bapak ke Rani.
“ Iya nak, ingat yang nurut sama majikan, tapi harus selalu mengutamakan kebaikan ya, lakukan yang baik – baik dan jangan bergaul yang tidak – tidak ya di kota, ibu sering dengar dari ibu – ibu di pasar, banyak anak gadis yang malah jadi berubah setelah berkerja di kota, jadi aneh – aneh sikapnya, kamu yang baik ya nak.” Pesan yang ibu utarakan panjang lebar membuat Rani tersenyum dan mengangguk – anggukan kepalanya.
“Iya Pak, Bu, Rani pasti akan ingat semua pesan Bapak dan Ibu, Bapak sama Ibu juga jaga kesehatan, makan yang baik, apalagi Bapak kurangi kopinya ya Pak, jangan banyak – banyak minum kopi, Rani pernah dengar di tivi kalo sehari paling banyak ya dua gelas saja cukup Pak.” Ujar Rani sambil memeluk bapak.
Malam itu mereka mengobrol di teras sampai agak malam, Ibu dan bapak juga seolah – olah enggan melepaskan Rani untuk berkerja di kota, tetapi mengingat semua untuk masa depan Rani, bapak dan ibu tidak akan melarang malahan mereka akan selalu mendukung dan mendoakan Rani. Malam yang mengharukan ini mereka isi dengan canda tawa, dan andai saja Rani tahu bahwa malam mini adalah malam terakhir dia bersama dengan orang tuanya, sudah pasti dia tidak akan berangkat ke kota besok harinya. Tapi masa depan tidak akan ada yang tahu.
Akhirnya keesokan paginya, Rani dijemput oleh pak Asep temannya bapak, Rani memeluk Ibu dan Bapak dengan erat, tampak air mata menetes dari mata ibu, Rani tidak sanggup melihatnya dan buru – buru memalingkan wajahnya. Ibu dan bapak memang belum pernah melepas Rani seorang diri, selama ini mereka tidak pernah berpisah, sehingga keberangkatan Rani sekarang benar – benar membuat ibu dan bapak sedih. Sebelum berangkat Rani melihat sekali lagi rumah sederhananya, kamar tidur mungilnya yang selalu nyaman dan bersih, tempat Rani belajar dan tempatnya bermanja – manja dengan ibu.
Rani dan pak Asep berangkat ke kota menumpang di mobil pick up kenalan bapak yang bernama Pak Slamet, setiap dua hari sekali Pak Slamet pergi ke kota untuk berjualan hasil kebunnya. Rani hanya membawa tas kecil yang berisi pakaiannya, tidak banyak barang yang dibawanya. Perjalanan dari desa Rani ke kota cukup jauh, perjalan menempuh waktu kira – kira 3 sampai 4 jam. Apalagi sesekali Pak Asep harus berhenti untuk menurunkan hasil kebunnya ke toko langganan yang membeli jualannya. Rani merasa mengantuk sepanjang perjalanan, tetapi karena antusiasnya, dia tidak bisa memejamkan matanya. Rani baru pertama kali ke kota sehingga sepanjang perjalanan Rani menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, melihat gedung – gedung tinggi yang hanya dilihatnya di televisi. Rani terlihat tersenyum di sepanjang perjalanan, apalagi kadang – kadang terdengar celetukan candaan dari pak Asep dan pak Slamet.
