Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bajumu basah

Lylia akan pergi dan pria asing nan menyebalkan itu menghalangi langkahnya, “Apa sekarang bar ini milikmu? Kalau iya aku akan pergi dan mencari bar lainnya.”

Thomas tertawa, “Kau sangat manis, Lylia. Kita bicara seolah tak pernah kenal padahal tadi siang—“

“Jangan membahas apa yang sudah usang dan aku sibuk hanya untuk menanggapi ocehan tak pentingmu.” Lylia menyisih, dia melangkah melewati begitu saja.

“Namaku Thomas kalau kau lupa, Lylia!” Thomas berteriak agar Lylia mendengar walau cukup bising di sini.

Lylia melambaikan tangan tanpa menoleh ke Thomas. Temannya sudah menunggu dan itu lebih menyenangkan dari pada menanggapi pria aneh itu.

Thomas terkekeh, menoleh ke Rehan, “Apa dia sering ke sini?”

Rehan mengangguk, “Ya, pacarnya juga sering ke sini, tapi sepertinya ada masalah, aku sudah tak melihat pacarnya lagi.”

Thomas mengangguk, “Siapa pacarnya? Pengedar? Germo? Penjual eceran?” Terkekeh, rasanya cukup lucu ucapannya.

Rehan ikut tertawa, “Jangan main-main di sini, Bung. Apa yang terlihat akan membuatmu terkejut suatu saat nanti. Aku kerja dulu.” Rehan berbalik untuk melayani pembeli lain.

Thomas hanya tersenyum, sepertinya Lylia semakin menarik saja, dan itu juga yang membuat kakinya berjalan mendekat ke tiga wanita seksi di sudut gelap sana.

“Hey?!” Bara berjalan cepat menyusul Thomas. Setelah melihat Lylia di sini dia jadi penasaran kenapa temannya langsung tersihir.

“Selamat malam, Nona-nona. Aku ingin mengajak kekasihku pergi dari sini.” Thomas mengulurkan tangan ke Lylia.

“Ough?!” Teriak si gaun biru.

“Kau sudah punya pacar?” Si gaun coklat bertanya ke temannya.

Lylia menggeleng, “Jangan percaya ke pria gila ini, Dil, Ca.”

Ke dua teman Lylia malah tertawa, “Siapa namamu, Tampan?” Dila berdiri, dia ingin naik ke pangkuan, tapi tangannya di tarik oleh Caca.

“Dia punya Lylia, Dila. Kita harus mencari yang lainnya.” Caca terkekeh sambil menoleh ke Lylia.

“Ada aku.” Bara yang berdiri di sebelah Thomas segera duduk mendekati dua wanita seksi itu.

Lylia pun membuang napasnya kasar, meneguk minumannya sekali tenggak, dan menarik Thomas. Mengajak ke luar dan melemparnya sekuat tenaga yang dia punya, “Apa kau tidak punya urusan lain, Thomas? Aku ke sini untuk bersenang-senang dengan temanku! Apa masalahmu, huh?!” Lylia berkacak pinggang di depan Thomas.

Lihat! Wajah yang marah itu malah semakin manis saja. “Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat.” Thomas memasukkan ke dua tangan ke saku. Dia akan menikmati keindahan Lylia.

“Aku tidak ingin kenal denganmu.” Lylia mengeluarkan kunci mobilnya dan segera masuk.

Tak ada yang Thomas lakukan selain tersenyum. Ternyata mobil di belakangnya milik Lylia, dia membiarkan wanita itu masuk, dan terkekeh saat mobilnya tak mau menyala juga.

“Sial! Kenapa sekarang kau membuat masalah?!” Lylia memukul kemudi mobilnya.

Thomas tertawa, bersedekap dengan menumpu jendela mobil Lylia, “Mau kuantar? Ke dua temanmu pasti sedang sibuk dengan Bara dan menunggu mereka berarti harus mau berdansa denganku.”

Lylia menoleh sambil tersenyum, “Terima kasih, Tuan. Aku tidak butuh bantuanmu.” Ke luar lagi dari mobilnya. Segera berjalan ke arah jalan besar untuk menunggu taksi.

Thomas mengekor, “Aku tidak yakin. Ini sudah malam dan taksi sepertinya bukan pilihan yang bagus. Sopirnya haus dan lapar. Bisa saja mereka memakanmu ke kegelapan.”

Lylia berbalik dan berkacak pinggang menghadap Thomas, “Kau tidak akan memakanku? Aku bisa melihat betapa belangnya hidungmu, Tuan!”

Thomas tertawa mendengar itu, “Setidaknya aku muridmu. Kalau aku memakanku kau bisa menemukanku di kampus, tapi kalau sopir taksi itu, kau akan menuntutnya ke mana?” Thomas membiarkan Lylia berpikir sejenak, “Aku bisa langsung mengantarmu pulang.” Senyumnya tak akan dia surutkan untuk menggoda Lylia.

“Ooougggrrr! Mana mobilnya?!” Lylia tak punya pilihan lain. Saat Thomas mengulurkan tangan, Lylia membuang muka, “Aku bisa jalan sendiri.” Berganti dengan dirinya yang mengekor Thomas dan masuk mobil saat Thomas membukakannya, “Bagaimana dengan temanmu?” Nada bicara itu melunak dengan sendirinya. Setidaknya cukup sopan karena Thomas mengantarnya pulang meski tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

“Kami berangkat sendiri-sendiri tadi. Di mana rumahmu?” Thomas mulai melajukan mobilnya.

“Turunkan saja aku di Suhat. Apartemenku dekat situ.” Lylia cukup tahu diri.

“Okey.” Baru juga setengah jalan, semesta benar-benar menyayanginya, buktinya malam ini hujan turun begitu saja. “Apa di sini? Aku tidak mungkin menurunkanmu di sini, Lylia.” Thomas masih mencari apartemen yang kiranya ditinggali oleh Lylia.

“Ya, turunkan aku di pertigaan sana.” Lylia tak ingin Thomas tahu di mana dia tinggal.

“Okey.” Setelah sampai di pertigaan Thomas menghentikan mobilnya, “Bawa payungku.” Setelah Lylia mengambil payung dan berjalan pergi, Thomas pun tancap gas, tapi jangan salah, dia hanya berputar untuk mencari tempat aman. Setelah meninggalkan mobilnya dengan keadaan terkunci, Thomas ke luar dan berlari menyusul Lylia, “Aku tidak ingin ada orang jahat yang mengikutimu hujan-hujan begini!” Teriaknya beradu keras dengan derasnya hujan.

“Akh! Apa yang kamu lakukan?! Bajumu basah!” Lylia juga sama berteriaknya karena selain hujan banyak mobil yang lewat dan ikut menyumbang bising.

Thomas terkekeh, “Mungkin dengan begini kau akan menyuruhku mampir. Ayo!” Thomas mengajak Lylia berjalan, memang ada bangunan bertingkat dekat sini, dan Thomas yakin itu adalah apartemen Lylia.

Lylia membuang napas kasar, “Kau memanfaatkanku, Thomas!”

“Apa pun itu, Lylia. Sebaiknya kita cepat pergi, aku sudah kedinginan, dan kau juga akan kedinginan sebentar lagi. Hacih!” Baru kali ini Thomas senang saat flu mulai menyapa dan seperti yang dia kira, Lylia menyuruhnya masuk, dan kini sebuah handuk terulur di depannya.

“Aku masih punya hati, Thomas. Mandilah! Aku akan membuatkanmu minum.” Lylia ke kembali lagi ke kamar, mencarikan baju ganti untuk Thomas dan menaruhnya di nakas depan pintu kamar mandi, baru setelahnya ke dapur untuk membuat minuman hangat.

Thomas mengusap rambut sambil terus mendekat, “Bajunya pas, ini punya pacarmu? Hacih!”

Lylia tersenyum sambil memberikan jahe hangat ke Thomas, “Iya. Kalau sudah reda kamu bisa pulang.”

“Apa kalian tinggal bersama? Aku tidak enak kalau dia datang nanti.” Thomas meniup minuman itu dan segera menghangatkan dirinya sendiri.

Lylia yang duduk di seberang Thomas menggeleng, “Kami sudah putus, dia tidak akan datang ke sini, tapi semua baju itu tetap di sana. Aku tak ingin memindahnya ke mana pun.”

Thomas mengangguk, “Aku pernah merasakannya. Apa yang melekat memang sulit untuk dilupakan.” Tersenyum saat Lylia menatapnya dan segera minum jahe hangatnya lagi.

Lylia tersenyum juga. Dia pikir Thomas pria tak tahu diri dan menyebalkan setiap waktu, ternyata pria itu juga pernah terluka seperti dirinya, “Kami—“

“Lylia!” Teriakannya membuat dua orang langsung kaget dan menoleh ke arahnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel