Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Serba Mendadak

Naldo melihat orang yang tadi meremehkannya dengan ujung mata, membuka mulut lebar-lebar mendengar nominal uang yang di cairkan Naldo. Sampai ketika uang Naldo di simpan di meja. Gepok demi gepok mereka semakin tidak menyangka. Bahkan ibu-ibu itu sampai bergetar melihat uang Naldo

“Ba…bagaimana bisa pria gembel itu mengambil uang sebanyak itu?”

“Benar, siapa dia sebenarnya?!”

Seketika semua orang di sana terperangah tak percaya. Sementara Naldo tak mengambil pusing dengan reaksi mereka.

Naldo di beri tas khusus untuk membawa uang itu. Naldo memasukan uangnya, hal itu tidak luput dari pandangan semua orang yang da di sana. Setelah menukarkan cek itu Naldo pergi bekerja. Baru pagi hari ia membayar biaya rumah sakit. Lalu Naldo kembali kuliah. Tidak ada lelahnya pria itu.

Bahkan di kampus pun mentalnya di uji dengan kata-kata yang tidak seharusnya ada di tempat mencari ilmu.

Sampai saat pulang kuliah di depan gerbang kampus seketika saja ada mobil berhenti di depan Naldo yang sedang mengendarai motor Amerta yang saat ini Naldo akan pergi ke cafe sesuai janjinya kemarin, tentunya sebelum Naldo pergi kerja.

Namun, ia di buat kaget karena mobil itu berhenti di depan mereka. Apalagi saat kaca mobil itu turun dan memperlihatkan seseorang yang duduk di dalam.

“Tante,” gumam Naldo.

“Siapa, Do?”

“Tante gue.”

“Gue enggak tahu kalau lo punya tante kaya,” ujar Amerta karena wanita yang Naldo sebut sebagai tantenya itu menggunakan Alpard putih dan terlihat sedikit pakaiannya yang ia kenakan begitu elegan.

“Kan enggak satu keluarga kaya semua, Mer.” Naldo mensetandarkan motornya dan turun dari motor Amerta tanpa menyuruh Amerta turun terlebih dahulu.

“Eh.”

Naldo segera menghampiri Tantenya dan menunduk saat sudah di dekat pintu tepat Tante Chika membuka jendela.

“Masuk,” ujar Tante Chika.

Naldo menganggukan kepalanya. Naldo melihat Amerta. “Gue duluan, ya.”

“Oke.”

"Siapa tadi?" tanya Tante Chika setelah mobil melaju.

"Teman."

Naldo melihat penampilan Tante Chika, ia segera memalingkan muka mehilat Tante Chika hanya menggunakan rok hitam di atas lutut sampak ketika duduk paha Tante Chika terlihat. Naldo memegang iliknya yang tiba-tiba bereaksi hanya melihat Tante Chika saja.

"Akrab banget," sinisnya.

"Namanya juga teman, Tan. Kalau berantem, ya musuh," jawab Naldo sembari melihat keluar jendela dengan tangan yang masih berusaha menutupi yang bangun di balik celana.

Hening, Naldo menelan salivanya. Ia lupa satu hal, jika sekarang ia dan tentenya tidak seakrab dulu. Entah kenapa, sekarang seperti ada batasan di antara mereka, apalagi setelah Tante Chika menginginkan pernikahan di antara mereka.

"Maaf," cicit Naldo.

Tante Chika masih diam hingga mobil mereka sampai di depan rumah besar yang Naldo tidak tahu rumah siapa itu.

Naldo merasa tidak enak dengan diamnya Tante Chika, tapi mobil yang membawa mereka masuk ke pekarangan rumah mewah membuat Naldo seketika menatap takjub keluar jendela.

"Ini rumah siapa, Tante?"

"Rumahku."

"Sebesar ini."

Naldo tidak menyangka jika rumah Tante Chika bisa sebesar ini. Apa om-om yang dinikahi Tante Chika itu memang benar-benar kaya?

Mobil berhenti, Tante Chika turun di ikuti Naldo. Naldo dengan ragu mengikuti langkah tantenya masuk. Ia sedikit menunduk karena merasa segan.

"Nyonya, penghulunya sudah siap."

Deg

Seketika jantung Naldo berdegup dengan kencang. Penghulu? Apa-apaan ini? Tante Chika tidak bilang apa-apa dulu padanya, tapi mengapa sekarang sudah ada penghulu. Naldo menatap wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usia senjanya berdiri di depan Tante Chika.

"Baiklah," singkat Tante Chika.

"Tante," cicit Naldo.

"Ayo," ajak Tante Chika sembari meraih tangan Naldo. Naldo di buat bingung dengan keadaan ini. Apa maksudnya?

"Eh tunggu dulu."

Seketika Tante Chika menghentikan langkahnya dan memindai penampilan Naldo dari atas sampai bawah. Ia menghela napas pelan dan menatap bibi.

"Tolong bawa dia ke kamar saya dan gantikan bajunya dengan baru yang sudah saya siapkan kemarin."

"Baik, Nya."

"Eh."

"Ikuti Bibi, jika kau tidak mau mengganti pakaianmu sendiri, Bibi yang akan memakaikannya!" ucap Tante Chika sembari melanggar pergi.

Naldo dibuat ternganga dengan apa yang dikatakan oleh tante Chika.

"Mari, Tuan."

Naldo terlihat enggan mengikuti bibi, tetapi karena panggilan Bibi yang berulang kali membuatnya dengan terpaksa mengikutinya.

Entah mengapa perasaannya juga kali ini terasa tidak nyaman, apalagi setelah tadi Bibi mengatakan jika penghulu sudah datang. Pikiran Naldo ke mana-mana. Apakah tante jika akan memaksanya untuk menikahi tante Chika hari ini juga? Naldo belum siap.

Sampai di kamar utama yang itu artinya kamar Tante Chika, Bibi mengambilkan pakaian Naldo dari Walk in closet. Naldo hanya menunggu dengan mematung di dekat pintu kamar.

"Ini, Tuan. Apa perlu saya-"

"B-bia-biar sa-saya sendiri saya, Bi," potong Naldo dengan tergagap dan mendekati bibi lalu buru-buru mengambil pakaian yang di pegang bibi. Bibi menyerahkannya.

"Kalau begitu saya tunggu di luar," ujar Bibi setelah menyerahkan pakaiannya pada Naldo.

Naldo menganggukan kepalanya dengan cepat. Bibi segera keluar meninggalkan Naldo sendiri.

"Kamu harus lakukan ini Naldo, kamu sudah menerima uangnya. Dan kamu juga butuh uang lagi untuk ibumu," gumam Naldo dengan perasaan kalut.

Ia belum siap, tapi ia juga harus siap. Jadi siap tidak siap ia harus melakukan ini. Meski ia harus mengorbankan perasaannya sendiri.

Naldo mihat setelan kemeja putih dan celana bahan hitam juga peci, sudah dapat di pastikan jika ia hari ini benar-benar akan menikah. Lagi pula, kenapa Tante Chika tidak memberi tahunya dulu sedari awal? Kenapa semuanya serba mendadak? Apa setidak sabar itu Tante Chika ingin menikah dengannya?

Naldo menyimpan baju itu di ranjang dan segera melepaskan pakaiannya. Naldo mengenakan jaket jeans dan kaos yang sudah lusuh di dalamnya. Lusuh karena sudah terlalu sering di cuci. Naldo tidak sanggup beli pakaian baru karena, ia menggunakan uang yang ia miliki untuk pengobatan ibunya dan sisanya untuk makan.

Naldo menyimpan pakaian di dalam tas karena takut mengotori ranjang Tante Chika. Terlalu sering mendapatkan hinaan dan cemoohan orang membuat Naldo selalu hati-hati dalam melakukan sesuatu.

Lalu, ia keluar dengan perasaan gugup. Di depan pintu kamar Tante Chika masih ada bibi yang menunggunya.

"Mari, Tuan," ujar Bibi setelah melihat pakaian Naldo dari atas sampai bawah.

"I-iya, Bu."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel