Pustaka
Bahasa Indonesia

Gairah Sang Tante

223.0K · Ongoing
snjan
227
Bab
25.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

"Anak pungut yang selalu kau rendahkan itu ternyata adalah anak emas dari pengusaha ternama." Naldo Roy Purba selalu mendapat tatapan meremehkan dari keluarga angkatnya, terkecuali Kaira, ibunya yang memiliki perasaan sayang pada Naldo. Hingga suatu ketika Naldo terpaksa menjalani pernikahan dengan tantenya karena tekanan yang mengharuskannya melakukan itu. Namun, siapa sangka pernikahan itu membawa perubahan besar pada hidup Naldo. Ditambah lagi rahasia besar yang di sembunyikan keluarga satu-persatu terkuak. Cover by: Canva Pro Edited by me IG: s.njan47

Tuan MudaRomansaPernikahanDewasa

Penawaran

Plak

Tamparan keras mendarat di pipi Naldo. Taksa, memegang kerah baju Naldo dan mendorong Naldo hingga punggung Naldo menempel di dinding.

"Kamu, kamu memang tidak becus menjaga ibu kamu! Sia-sia aku membesarkan kamu, tapi kamu tidak berguna," hardik Taksa.

Taksa baru saja datang ke rumah sakit setelah mendapat kabar pagi-pagi sekali dari Naldo. Naldo mengirimnya pesan jika ibunya dibawa ke rumah sakit karena Taksa tidak bisa di hubungi sedari malam.

"Maaf, Yah," rilih Naldo.

"Maaf-maaf. Aku tidak akan pernah mengampuni mu jika terjadi sesuatu dengan istriku!"

Naldo merasakan sakit di dadanya karena cengkraman tangan di kerah baju Naldo membuat tangan Taksa menekan bagian atas dada Naldo. Naldo ketakutan dengan bentakan yang tidak berhentinya keluar dari mulut sang ayah.

"Seharusnya kau membalas jasa kami karena kami telah membesarkanmu. Kalau bukan kami yang memungut mu di tong sampah saat itu, kau sudah mati," kecam Taksa sembari menghempaskan kerah baju Naldo.

Naldo kembali meringis sakit karena punggungnya mengenai tembok dengan cukup keras.

Taksa selalu mengaku mencintai istrinya dan tidak mau kehilangan istrinya, tetapi perilakunya tidak menjabarkan hal yang sama, ia tidak bertanggung jawab.

Beberapa orang yang berlalu lalang lewat pun memperhatikan Naldo dan Taksa. Mereka tidak berani mendekat.

Setelah itu Taksa segera meninggalkan rumah sakit. Naldo hanya menatap kepergian ayahnya dengan perih. Bagaimana? Semua tanggung jawab seolah diserahkan kepada Naldo.

Tersandar di tembok dan perlahan tubuhnya ruluh jatuh dan terduduk di lantai. Wajahnya disembunyikan di balih kaki yang ia dekap. Kenapa? Kenapa hidupnya seperih ini?

Naldo hanya anak yang mereka pungut dari tong sampah. Kaira membesarkan Naldo dengan penuh kasih sayang, dan sekarang satu-satunya orang yang selalu menyayangi Naldo sedang terbaring lemah melawan penyakit yang mematikan.

"Pak Naldo," Panggil seseorang membuat lalu tersadar dan menoleh.

"Dok."

Naldo segera bangun dengan menghapus air matanya. "Kenapa, Dok?"

"Mari ikut saya, Pak. Ada yang ingin saya bicarakan," ujar Dokter.

"Baik, Dok." Naldo mengikutinya.

"Ada kebocoran di jantung pasien."

Naldo memejamkan matanya lalu menghela napas dalam. Ia menunduk, mencoba untuk menetralkan perasaan yang tiba-tiba sesak.

Dokter itu mengambil map dan membukanya. Ia menunjukkan hasil tes semalam.

Naldo menerimanya dan melihat dengan jelas gambar organ tubuh hasil tes itu.

"Ibu saya pasti akan sembuhkan, Dok?" tanya Naldo dengan suara bergetar.

Dokter terdiam. Untuk penyakit dengan riwayat jantung memang sangat sedikit kemungkinan untuk sembuh.

"Dokter Arya," panggil Naldo menatap dokter dengan mata memerah.

"Saya akan usahakan, tetapi mungkin dalam usaha yang kami lakukan ke depannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit."

“Berapa, Dok?”

Dokter itu menatap Naldo, Menyimpan tangannya di meja dan menyatukan jemarinya yang ia gunakan untuk menyandarkan dagu. Seolah ia sedang berpikir keras.

Naldo masih menunggu, sampai setelah beberapa saat dokter Surya kembali bicara. “Mungkin sedikitnya dua sampai tiga ratus juta,” ujarnya.

“Se-sedikitnya?” Naldo terperanjat kaget, jika dua sampai tiga ratus juta itu sedikitnya, lantas seberapa banyaknya. Dan dari mana Naldo bisa mendapatkan uang sebanyak itu.

“Iya, saya akan kasih kamu keringanan. Kamu bisa berikan 100jt dulu selama pengobatan berlangsung satu minggu ini. Jika kamu belum membayar juga selama satu Minggu ini kami terpaksa harus mengeluarkan ibu kamu dari rumah sakit ini,” dengan wajah angkuh dan tidak berperasaannya dokter itu berkata.

“Loh, kok-kok gitu, Dok?”

“Gitu? Gitu seperti apa? Saya harap kamu ingat, penyakit yang di derita pasien bukan penyakit biasa yang bisa sembuh dengan obat warung,” ujarnya terdengar sangat menyesakkan di dada Naldo.

Naldo menghembuskan napas panjang. “Kalau begitu saya permisi, Dok,” pamitnya.

Lantas, ia pergi dengan langkah hampa, tak tentu arah sampai kaki itu membawa Naldo ke depan mall besar di kota itu. Ia terdiam di depan mall itu, kadang barediri, kadang duduk di sisi jalan.

"Apa kau sudah tidak punya harga diri sampai terus berdiri disini dari tadi?" tanya seseorang yang membuat Naldo langsung menoleh ke sampingnya.

Seorang wanita cantik, tinggi, seksi mengenakan dress selutut dan bagian dada yang cukup terbuka, memperlihatkan miliknya memiliki ukuran tak biasa yang hampir menyembul keluar, berdiri di samping Naldo seraya menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat dan sebelah ujung bibirnya yang merah merona.

Naldo terhenyak melihat wanita itu. "Ta-tan-tante," dengan gugup Naldo memanggilnya dengan sebutan tante sembari menundukkan kepalanya.

Kenapa bisa? Tantenya sudah lama tidak menampakkan diri di keluarganya semenjak ia menikah dengan om-om kaya. Lantas, mengapa sekarang ia ada di sini?

"Apa kau begitu takut melihatku sampai bicara saja terbata-bata?"

"Bu-bukan begitu, Tan. Eh, Tante a-apa kabar? Kenapa, Tante bisa ada di sini?" Naldo menggeser tubuhnya menghadap wanita yang ia Panggil Tante itu dengan kepala yang masih menunduk dan tangan yang saling bertautan.

"Seharusnya aku yang bertanya kepadamu? Kenapa sih dari tadi kau nangkring di sini? Apa kau berharap ada tante-tante yang tertarik padamu dan membawamu check in?" tanya Tante Chika.

Tante Chika adalah adik satu-satunya Kaira, ibu angkat Naldo. Naldo tidak menyangka bisa bertemu dengan tante Chika di depan mall ini. Apalagi dengan pertanyaan tante Chika yang membuatnya langsung menoleh dan menatap wajah tante Chika.

"Maksud, Tante apa bertanya seperti itu?"

"Jangan sok polos, aku mengetahui gelagat pemuda sepertimu," ujar Tante Chika dengan senyum sinisnya.

Naldo menundukkan kepalanya. Naldo berniat untuk mengelak tuduhan tante Chika, tetapi apa yang tante Chika katakan memang benar adanya. Naldo berniat mendapatkan tante-tante girang yang mau membawanya check in dan membayarnya.

Naldo rela menjadi gigolo asalkan ia bisa mendapatkan uang untuk pengobatan ibunya, tetapi tidak disangka ia malah bertemu dengan tante Chika dan tante Chika langsung mengetahui niatnya.

Naldo sudah sedari siang berdiri di depan mall ini, tapi tidak ada satupun yang meliriknya.

"Sudah ku sangka." Melihat diamnya Naldo membuat tante Chika dapat menyimpulkan jika tebakannya memang benar. "Apa uang yang selalu ku kirimkan setiap bulannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kalian?"

Naldo mengangkat kepalanya dan menatap tante Chika dengan bingung. "Kirimkan? Maksudnya bagaimana?"

Naldo bingung, keluarganya tidak pernah mendapat uang kiriman dari tante Chika. Atau memang ia saja yang tidak tahu.

"Ayahmu selalu meminta uang dariku untuk pengobatan kakak dan aku selalu mengirimkannya," ujar Tante Chika.

Naldo menggeleng-gelengkan kepalanya. Apa-apaan ini? Bahkan untuk makan saja Naldo yang kerja di bantu dengan sembako yang di bagikan pemerintah setiap bulannya menggunakan kartu, lantas untuk biaya ibunya setiap Minggu cuci darah pun Naldo dapat dari kerjanya. Ayahnya sama sekali tidak pernah membantu perekonomian keluarga selain membantu makan saja. Naldo tidak pernah tahu jika Tante Chika selalu mengirimkan uang setiap bulannya.

"Aku tidak tahu soal itu," terang Naldo.

Tante Chika hanya mendengus mendengar jawaban Naldo. "Terus bagaimana sekarang keadaan kakak?"

"Entahlah, kata dokter ada kebocoran di jantungnya hingga membuat keadaan ibu semakin memburuk." Dengan lesu Naldo menjelaskan.

"Jadi karena itu kau berniat jadi gigolo?"

Naldo masih terdiam. Ia memilin tangannya sendiri.

"Sebenarnya aku bisa saja membantumu tanpa kau harus menjadi gigolo," seru tante Cika sembari mengambil sesuatu dari dalam tas branded yang sedari tadi ia pegang.

Naldo mengangkat wajahnya. Tidak dapat dipungkiri matanya berembun seketika, tetapi bibirnya tersenyum. Naldo begitu tidak menyangka, ternyata selama ini Tante Chika masih peduli kepada keluarganya. Terlebih mengetahui jika tante Chika selalu mengirimkan uang kepada Taksa. Meski tak pernah sampai kepada mereka, apalagi ujaran Tante Chika barusan membuat Naldo terharu.

"Ini kartu nama ku." Tante Chika menyerahkan kertas kecil seperti kartu, tetapi tipis. "Aku harap kau bisa berpikir matang-matang dulu sebelum menerima bantuan dariku," ujarnya sembari tersenyum manis.

“Ma-maksudnya?" Sembari menerima kartu nama yang diserahkan tante Chika Naldo bertanya dengan kerutan di dahinya.

Baru saja ia terharu, tetapi sekarang sudah dibuat bingung dengan pernyataan tante Chika.

"Aku rasa kau masih mengingat tawaranku sebelum aku menikah, dan kebetulan sekali suamiku sudah meninggal 6 bulan yang lalu. Aku harap kau memikirkannya lagi dan mau melakukannya denganku."