PRIMADONA
Harapan bunda Dini untuk merekrut Arini kerja di karaokenya terkabul.
Sudah lama bunda Dini mencari pemandu lagu yang suaranya bagus, wajah cantik. Bunda Dini sudah mencari hampir ketempat tempat karaoke namun tidak menemukan. Padahal bunda Dini berjanji akan menggaji dua kali lipat.
Sekarang apa yang dicarinya datang sendiri. Suaranya bagus, cantik lagi. Star karaoke kembali punya mascot setelah Lisa pergi sejak setahun lalu.
Hari itu Arini senang sekali. Baru kerja satu hari sudah dapat tip hampir satu juta. Sudah gitu dapat kenalan lelaki mirip Jono, lelaki yang pertama kali singgah dihatinya.
"Lumayan juga ya Sri." kata Arini dalam perjalanan pulang setelah lepas kerja.
"Itu belum seberapa Ar. Hari ini termasuk sepi. Ntar malam minggu kamu liat sendiri."
"Juwita tadi kayaknya juga dapat banyak."
"Dia masuk VIP room sama om Farhan. Besuk besuk kalau ada tamu ngajak masuk VIP room, tolak aja." kata Sri.
"Kenapa ?'
" Kamu siap diapa apain dalam ruangan tertutup cuma berduaan gitu.,"
"Diapa apain gimana maksudnya."
"Ar, Ar, Belum paham juga. Kamu mau dicium cium ,diraba raba bahkan lebih dari itu. Biasanya dari VIP room langsung naik."
"Naik kemana ?"
"Ya ke hotel. Kamu siap?"
Arini diam tidak kuasa membayangkan bila itu terjadi pada dirinya. Pantesan Heni keluar sama om om dan tidak kembali lagi rupanya ia naik ke hotel.
Malam itu Arini susah tidur. Bayangan wajah Irfan dan Jono datang silih berganti mengacau angannya. Niatnya ia mau mempertahankan kesetiaannya pada Jono meski pun kerinduan selalu menderanya.
Arini sudah berusaha mencari diberbagai media sosial maupun bertanya tanya langsung pada teman teman yang tinggal di Jakarta tentang keberadaan Jono, namun tidak berhasil juga.
Mungkin Wanti benar barangkali ia mengganti nama dan foto profile sehingga susah dikenali. Salahkah bila kemudian Arini membagikan rasa rindunya pada Irfan.
Dalam satu minggu Arini maupun Sri of satu hari boleh pilih hari apa asal bukan hari jumat dan sabtu. Bila tidak diambil jatah liburnya diganti dengan uang insentif.
Sri adalah salah seorang karyawati yang tidak pernah mengambil jatah liburnya. Makanya bunda Dini sayang padanya dan jadi orang kepercayaan. Maklum, dia sudah cukup lama bertahan di star karaoke dibanding karyawati lain yang keluar masuk.
"Kalau kamu bisa menggantikan posisi Lisa, kamu pasti jadi anak emas bunda." kata Sri saat mereka sarapan pukul sepuluh lewat.
"Lisa itu siapa ?"
"Mascotnya star karaoke. Kalau ada dia, jam satu aja sudah ada tamu. Tidak mungkin kan Lisa menemani semua tamu. Akhirnya teman lain kecipratan rejeki juga."
"Cantik ya."
"Jujur lebih cantik kamu, suaranya juga bagus kamu. Dia hanya menang lincah ketimbang kamu. Sayang ia kemudian kecanduan narkoba. Duit berapa aja habis buat nyabu. Padahal ia sering masuk VIP room. Tau nggak berapa duit yang ia dapat sekali naik."
"Berapa ?"
"Tiga sampai lima juta."
Arini membayangkan, uang sebanyak itu mungkin tidak muat dalam dompetnya.
"Kalau naik berarti nemani tidur di hotel ya ?!"
"Main bola. Nggak cuma tidur Ar. Ya melayani dia diranjang. Padahal kalau om om ini maunya aneh aneh. Beginilah, begitulah."
"Emang kamu pernah naik sama om om?"
Sri diam tidak langsung menjawab. Kalau bilang tidak pernah, Arini pasti penasaran dan terus nengejarnya. Kalau jujur nanti Arini takut hingga mempengaruhi kinerjanya.
"Kamu beruntung Ar, ada yang ngasih tau sebelumnya. Aku dulu juga masih polos seperti kamu ini. Tidak tau apa apa. Malam itu ada tamu, namanya Bram. Para senior berebut menawarkan diri untuk menemani om Bram karena ia salah seorang tamu yang royal kalau ngasih tip. Entah kenapa om Bram milih aku untuk nemani masuk VIP room. Sambil nyanyi ia hanya merangkul bahu dan mencolek dagu. Kemudian aku diajak naik. Waktu itu aku tidak tau apa yang dimaksud dengan naik, maka aku ikut. Ternyata kami ke hotel, aku tidak bisa berbuat apa apa karena diawal sudah menyetujui transaksi ini. Apalagi om Bram sudah membayar DP pada mbak Wulan, kasir di star. Selanjutnya ya seperti yang kuceritakan tadi."
Arini diam termenung. Meski pun masuk ruang VIP room bukan ketentuan bagi setiap karyawati tapi stigma tentang perempuan star karaoke tentu melekat pada semua karyawati.
Mungkin itulah yang kemudian membuat Sri berpikir bahwa lebih baik nyebur sekalian. Sri juga bilang pada Arini kalau soal itu tergantung masing masing juga. Rini dan Zulaika dari awal tidak pernah bersedia menemani tamu VIP room untuk menghargai suaminya, nyatanya sampai sekarang aman aman aja.
Baru pukul 12 siang Sri sudah ditelpon bunda Dini agar segera kesana bersama Arini.
"Ada apa ya Sri ?" tanya Arini penasaran.
"Biasa, bunda kalau lagi ada yang disenangi gitu. Bentar bentar nelpon. Bawa jalan ke mall atau kemana, makan makan."
Mereka berdua berangkat ke tempat kerjaan. Sampai disana sudah ada sebuah mobil mewah parkir disamping mobil bunda Dini. Perasaan Sri tidak enak entah karena apa.
"Putar lagi pak." kata Sri pada driver taxi.
"Kenapa Sri ?" tanya Arini setelah mereka turun sekitar seratus meter dari tempat kerjaan.
"Perasaanku nggak enak Ar. Dulu Lisa juga begini awalnya. Jam sepuluh pagi ia disuruh datang menemani tamu VIP. Kemudian dibawa naik. Dua hari dua malam Lisa disekap dalam hotel. Dia dikasih 20 juta. Bunda Dini sendiri ngantongi 30 juta. Aku khawatir hari ini kamu yang disuruh nemani tamu VIP. Aku tidak ingin mengorbankan kamu."
"Terus gimana.?"
"Kamu pulang aja. Nanti kubilang kamu sakit. Kalau bunda Dini nelpon kamu bilang sakit."
Arini mengangguk. Sri naik ojek pangkalan dari Hayam Wuruk ke Mangga Besar. Astuti tidak langsung pulang, ia ke Pasar Baru. Keluar masuk pertokoan liat liat barang dari pakaian hingga alat olah raga, tapi tak satu pun barang yang dibeli karena memang tidak niat beli apa apa.
Merasa penat, Arini masuk sebuah cafe. Dari daftar menu yang disodorkan, semua nama makanan dan minuman tidak ia kenal sama sekali.
Arini asal memesan minuman yang ada tulisan es. Padahal ia tidak paham es apa yang harganya sampe 48 ribu itu.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat. Arinii sudah buka hape mau order gojek, tapi keduluan Irfan nelpon.
"Dimana Ar ?"
"Pasar Baru."
"Sama siapa."
"Sendirian. Habis ngantar Sri ke Mangga Besar. Ini mau pulang kok baru mau order gojek."
"Dicancel aja. Aku kesitu. Tunggu di gapura barat."
Baru beberapa menit berdiri dekat gapura, seorang pengemis paruh baya menghampiri sambil menengadahkan tangan. Mata Arini berkaca kaca ingat ibunya dikampung. Ia ambil selembar uang ratusan dan diberikan pada pengemis itu.
Tak lama berselang pengemis lain berdatangan, Arini bingung. Uangnya tinggal dua lembar.
Untung Irfan segera datang. Ia masuk mobil dan kabur.
"Ini Jakarta Ar, jangan ngasih hati sama pengemis. Banyak dari mereka yang modus. Dikampungnya sana rumah mereka besar. Sapi lima. Sawah luas." kata Irfan.
"Beneran Fan !?"
"Kapan kapan aku kasih unjuk rumah mereka. Kita kemana ini. Ngantar kamu pulang ?"
"Terserah kamu."
Irfan merasa dapat lampu hijau mau kemana saja terserah dirinya.
Beberapa saat lamanya ia bingung mau kemana, akhirnya ia belok masuk halaman citra xperience xxi .
"Ke mall lagi ya Fan. Pusing aku, mall kok isinya pakaian sama sepatu."
Irfan tersenyum. Ia maklum kalau Arini tidak melihat atau tidak tau gambar gambar beberapa judul film terpampang didepan.
"Kita nonton film. Kamu suka nonton film nggak?"
"Suka, tapi didesaku nggak ada film. Kata mbak Danti di karet kubur juga ada gedung bioskop, tapi bau pesing dan banyak kutu busuknya."
Irfan tertawa.
"Kamu pernah nonton disana?"
"Enggak, tadi kubilang kata mbak Danti."
Pertunjukan pertama masih setengah jam lagi. Irfan beli dua tiket kemudian keluar ngajak Arini jalan jalan menunggu waktu.
Arini merasa Irfan begitu perhatian dan sayang pada dirinya. Bagaimana cara ia merengkuh bahu, menggandeng ketika naik eskalator, menarik kursi saat Arini hendak duduk. Semua dilakukan dengan sabar dan lembut.
Irfan lima tahun lebih tua ketimbang Jono, mungkin lebih, makanya naluri untuk melindungi itu muncul tanpa dibuat buat.
"Kamu baru di SK?"tanya Irfan saat mereka duduk di coffe house menunggu waktu.
"Apa itu SK?"
"Star Karaoke."
"O....baru kemarin waktu mas Irfan datang."
Irfan mengatakan kalau Arini masih terlalu muda kerja disana.
"Kamu tau aturan di SK?"
"Tau. Maksud mas Irfan SK adalah karaoke plus plus kan!?"
"Ya, itu yang kusayangkan."
Arini tersenyum. Ia menjelaskan, SK memang karaoke plus plus, tapi bunda Dini tidak mengikat karyawannya harus melayani tamu VIP.
"Memang selalu begitu awalnya. Nanti pemandu lagu itu sendiri yang mau, entah karena pengaruh teman atau terdesak kebutuhan," ujar Irfan.
Arini diam. Mungkin Irfan benar. Tapi kata Sri semua kembali pada diri masing masing, seperti Zulaika bisa.
"Mas Irfan mengkhawatirkan saya kalau sampai ikut mereka melayani tamu VIP?"tanya Arini.
"Ya, kamu masih terlalu muda masuk ruang VIP."
Arini senang ada yang mengkhawatirkan dirinya. Artinya Irfan ada perhatian khusus, salahkah bila kemudian Arini menyambut perhatian itu sementara Jono tidak jelas kabarnya.
Senyum Arini mengembang.
"Kenapa, nggak suka aku mengkhawatirkan kamu?"
"Suka, saya senang ada yang mengkhawatirkan saya."
Irfan bangkit, mengulurkan tangan. Arini menyambutnya dengan antusias. Selanjutnya mereka meninggalkan coffe house menuju gedung bioskop.
Dengan pedenya Arini memeluk pinggang Irfan sedangkan Irfan makin erat merengkuh bahunya hingga tubuh Arini merapat ketubuhnya.
Begitu masuk studio 21, Arini terkejut merasakan sensasi ruang studio yang full ac.Ini merupakan pengalaman pertama ia meradakan ac sedingin ini.
"Dingin banget mas," bisik Arini ditelinga Irfan.
"Peluk aku biar hangat," Irfan balas berbisik.
Arini mencubit lengan Irfan.
Tak lama berselang Arini kembali terkejut dengan suara opening bioskop yang doble stereo.
"Slamet, slamet....." gumam Arini seraya mengusap usap dada.
Dasar ndeso, batinnya.
