Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

EKSEKUSI

Waktu terus berjalan tanpa mau menunggu, tanpa terasa empat bulan sudah Arini bekerja dirumah Mona.

Berbagai pengalaman serta tempaan hidup membuatnya semakin kuat dan percaya diri. 

Masih ada satu masalah yang belum terselesaikan selama ini, yaitu soal Candra. Selama empat bulan ini Arini tidak berdaya menjadi budak sex Candra dibawah ancaman Vidio naif tersebut. 

Vidio tersebut menjadi senjata bagi Candra untuk merampas harga diri Arini. Sementara ia ditekan harus merahasiakan semua ini pada siapa pun juga terutama Mona.

Suatu pagi Arini bangkit menyusun kekuatan, ia ceritakan semua pada Sri apa yang dialami selama ini.

Mendengar cerita Arini, Sri berang. 

"Kemasi barang barangmu, setengah jam lagi aku jemput kamu!"kata Sri dengan nada tinggi.

"Tapi....."

"Tidak ada tapi tapian. Kamu kemasi barangmu dan keluar diam diam atau aku akan bikin ribut disana?"

"Baik, baik. Aku segera berkemas," kata Arini dengan gemetar. 

Arini tidak menduga respon Sri begitu berapi api. Ia juga tidak tau apa yang akan dilakukan Sri.

Arini sudah mengemasi barang barangnya. Ia menunggu Mona lengah, Arini baru akan keluar sementara jarum jam terus berjalan mendekati waktu yang ditentukan Sri. 

Apa pun yang akan dilakukan Sri ia sama sekali tidak tau, tapi ia tau bagaimana watak Sri bila sudah marah. 

Saat Mona ke toilet, Arini bergegas mengendap endap keluar, tepat saat sebuah taxi berhenti didepan rumah Mona.

"Ar, buruan!"seru Sri dari dalam taxi. 

Arini masuk taxi, ia kemudian ketakutan melihat dua orang bertubuh tinggi besar dengan wajah sangar mengikuti taxi atas perintah Sri.

"Siapa mereka?"

"Nanti aja kujelaskan. Sekarang katakan dimana Candra kerja?"

"Kamu mau ngapain dengan Candra."

"Kataku dimana kantornya Candra!"bentak Sri. 

Arini terkejut melihat Sri melotot seraya membentaknya. Ia pun dengan terbata bata mengatakan dimana kantor Candra. 

Setelah masuk halaman kantor Candra, Sri mengatur rencana dengan orang yang dipanggil Bobby dan Jack. Mereka berdua mengangguk. 

Bobby dan Jack berpencar disamping kantor, Arini bersama Jack.

Sri yang saat itu mengenakan mini span dan kaos ketat, melangkah pasti masuk ke kantor. Ia dihadang oleh satpam. 

"Maaf mbak, ada yang bisa saya bantu?"tanya satpam sambil mencuri curi pandang ke bagian bawah Sri.

"Antarkan saya ke ruangannya Candra," kata Sri tenang seraya menarik tangan satpam itu. 

Tanpa ba bi bu, satpam menurut aja seperti kerbau dicucuk hidungnya. 

"Ini mbak ruangan pak Candra."

"Thanks ya," ujar Sri sambil mencolek dagu satpam.

Busyet dah, pagi pagi dapet rejeki, batin satpam. Ia ragu melangkah kembali karena penasaran ingin tau apa yang akan dilakukan perempuan itu dengan Candra. 

"Silahkan mbak, silahkan."ujar Candra sambil melirik paha Sri.

"Saya mau bicara pribadi dengan bapak."

"Bicara aja, soal apa ini?"

"Sebaiknya kita bicara diluar , nggak enak disini banyak CCTV."

Pikiran Candra ngeres, ia pikir Sri mengajak diluar atau di kafe mungkin. Selanjutnya Candra tidak bisa membayangkannya. 

Candra nurut aja mengikuti Sri keluar. Setelah berada disamping kantor, Sri menahan langkah.

"Mana rekaman Vidio mesum kamu bersama Arini?"tanya Sri membuat Candra gelagapan.

"Arini siapa, mbak salah orang kali. Saya nggak kenal namanya Arini."

Sri tersenyum, kemudian tepuk tangan kasih isyarat agar Jack keluar dari balik dinding. 

"Betul kamu nggak kenal dia?"tanya Sri seraya menunjuk Arini yang berdiri disamping Jack.

Candra masih mengelak. Dari belakang Bobby keluar langsung menghampiri Candra, tanpa basa basi ia pukul wajah Candra.Darah keluar dari hidungnya.

"Bilang kamu nggak kenal Arini," kata Jack seraya melayangkan tendangan keperut Candra. 

Mendengar ribut ribut disamping kantor, tiga orang security datang.

"Hai, hai apa apaan ini!" 

"Kalian nggak usah ikut campur!"bentak Bobby sambil menunjuk kearah tiga orang security itu.

"Man, telpon polisi!"perintah salah seorang security.

"Jangan, jangan. Jangan telpon polisi,"cegah Candra. 

"Kalian dengar, artinya dia merasa bersalah."

Tanpa diduga Sri menendang kemaluan Candra.

"Mana vidionya bangsat!"bentak Sri.

Candra gontai dan kembali jatuh ke aspal. Arini memalingkan wajah tidak tega melihat Candra  dihajar seperti itu.

Sri mengembalikan hape Candra setelah mengambil memori hape Candra.

"Kalau sampai aku mendengar masih ada Vidio itu, habis Lo," ancam Sri. 

Candra hanya mengangguk. Sri dan yang lain kemudian berlalu meninggalkan Candra. Ketiga security dan orang orang tidak bisa berbuat apa apa. Mereka hanya bisa memandang bagaimana Candra dihakimi seperti itu. 

Tanpa mereka ketahui diam diam salah seorang karyawan menghubungi Polsek setempat. 

Belum sempat Sri keluar dari halaman kantor, polisi datang. 

"Gimana ini Sri?"tanya Bobby melihat polisi datang.

"Biar aku yang menghadapi. Kalian berdua langsung pulang aja."

Bobby dan Jack meninggalkan Sri dan Arini. 

Sri urung memanggil taxi, ia kembali lagi masuk halaman kantor untuk menemui polisi yang memanggilnya.

Arini ketakutan melihat beberapa orang polisi bicara dengan security.

"Sri, gimana kalau kita dipenjara?"tanya Arini dengan suara terbata bata.

"Tenang aja. Aku nanti yang bicara."

Siri, Arini dan Candra serta seorang security dibawa ke Polsek setempat untuk dimintai keterangan sehubungan dengan keributan yang baru saja terjadi.

Di kantor polisi, Sri dengan tenang menjawab  semua pertanyaan petugas sedangkan Candra menunduk tidak kuasa membela diri. 

Usai memberi keterangan  Sri minta ijin menghubungi seseorang.

"Hallo om, saya di Polsek Setia Budi. Saya ada sedikit masalah."

Kemudian Sri menceritakan dengan singkat masalah apa yang tengah ia hadapi.

"Berikan hapemu pada petugas yang menyidik kamu."

Setelah petugas bicara dengan orang yang dihubungi Sri, ia tampak ketakutan.

"Siap Ndan, siap. Ya, ya paham."

Sri dan Arini diijinkan pulang sementara Candra  diproses dan selanjutnya ditahan di Polsek Setia Budi.

"Kamu tadi telpon siapa?"tanya Arini setelah mereka didalam taxi menuju rumah Salbini. 

"Om Burhan, orang Polda."

"Bobby sama Jack siapa?"

"Teman. Keamanan di tempat kerjaku."

Arini bingung. Sri kenal dengan orang Polda, kenal pula dengan preman. Sebenarnya Sri kerja dimana dan sebagai  apa.

Pertanyaan Arini tidak terjawab, mereka sudah sampai dirumah Salbini. 

"Sal, kamu pulang dulu deh. Arini di rumahmu sama aku," kata Sri pada Salbini lewat telpon. 

"Arini kenapa, barusan Tante Mona juga nanya kemana Arini."

"Jangan banyak tanya, buruan pulang. Bila perlu Yatno suruh pulang juga!"

Rumah majikan Salbini dengan kontrakannya hanya sepuluh menit jalan kaki. Begitu pula tempat kerjaan Yatno, sekitar 15 menit dari kontrakannya.

Salbini dan Yatno terperanjat mendengar cerita Arini. Mereka tidak menyangka Candra berbuat sebiadab itu.

Salbini merasa bersalah menempatkan Arini dirumah Mona sebagai asisten rumah tangga. Ia menyesal kalau akhirnya begini.

"Sementara Arini biar tinggal disini untuk menenangkan pikiran. Nanti kita cari informasi dari grup WA soal kerjaan untuk kamu. Atau kamu mau pulang ke desa aja?"tanya Sri.

"Gimana Ar?"desak Salbini. 

Arini berpikir, kerja lagi ditempat lain takut kalau terjadi hal serupa. Pulang ke desa akan menambah beban emaknya.

"Aku tetap disini menunggu kalau ada kerjaan baru."

Sri pulang ketempat kostnya. Yatno kembali ketempat kerjaan. Sedangkan Salbini menemani Arini dirumah setelah minta ijin majikannya lewat telpon. 

Sehari dua hari hingga seminggu belum ada informasi tentang kerjaan. Arini mulai jenuh diam dirumah kontrakan Salbini hanya makan dan tidur tanpa kegiatan apa apa. 

Selama seminggu ini diam diam Yatno memperhatikan Arini. Ia melihat Arini sekarang jauh beda dengan Arini dua tahun lalu saat ia datang melamar kakaknya. 

Dulu Arini masih lugu, norak, setelah di make over Mona kecantikan serta kemolekannya muncul. Pantas bila Candra tergoda, pikir Yatno.

Selama seminggu ini Yatno juga selalu menunggu saat Arini mandi. Biasanya setelah mandi Arini hanya mengenakan handuk dari kamar mandi ke kamar untuk ganti pakaian. 

Pemandangan itu selalu dinikmati Yatno dan menggugah khayalnya tentang kemolekan tubuh adik iparnya tersebut. 

Bayangan Arini saat mengenakan handuk terus menari nari membangun imajinasi tentang sesuatu yang indah. 

Yatno terinspirasi dengan  Candra yang bisa leluasa mengembangkan imajinasi menjadi kenyataan, dari situlah muncul niatnya untuk mengikuti Candra.

Pagi itu setelah Yatno dan Salbini berangkat kerja, seperti biasa Arini beres beres rumah. 

Setelah semua rapi, ia membuka hape melihat grup WA teman teman sekampung. Namun belum juga ada informasi tentang pekerjaan. 

Arini membuka medsos. Isinya cuma curhatan dan  rayuan. Ia kemudian membuka aplikasi SM. Disitu Arini sedikit terhibur, bisa nyanyi satu dua buah lagu. 

"Ar...suaramu bagus gitu, coba ikut kontes kontes pencarian bakat. Siapa tau ada nasib disitu," sapa  tetangga sebelah. 

"Mbak Yuni bisa aja. Mana mungkin pembantu seperti saya bisa ikut kontes yang begituan."

"Jangan pesimis gitu Ar, banyak penyanyi tenar dimulai dari bawah. Seperti Iwan Fals, Tegar dan sebagainya. Dulu mereka cuma ngamen."

"Saya tidak yakin mbak bisa seperti mereka."

Arini menyerah sebelum berjuang. Ia anggap pujian Yuni sekedar membesarkan hatinya. Menghiburnya. Maka ia tidak anggap sarannya.

Tengah hari Yatno pulang membawa es campur untuk Arini.

"Jam segini kok sudah pulang kang?

"Semen habis, tukang kayu aja yang kerja. Ni es campur, aku sudah tadi disana."

Yatno masuk kamar. Arini bangkit, menyalin es dalam gelas kemudian minum sambil buka buka hape.

Setengah jam berselang setelah menenggak setengah gelas es campur, Arini merasa pusing.

"Kang, kepalaku kok pusing gini!"

"Rebahan di kamar sana. Nggak biasa minum es ya."

Arini melangkah gontai ke kamar. Yatno pura pura keluar alasannya kerumah teman. 

Limabelas menit ia kembali, masuk rumah dan menutup pintu. 

"Ar, Ar...." ujar Yatno seraya mengguncang guncang kaki Arini. 

Yatno tersenyum melihat Arini tidak bangun meski diguncang guncang kuat. 

Jantung Yatno berdebar debar, nafas memburu. Ia buru buru melucuti pakaiannya sendiri kemudian menyingkapkan rok Arini kemudian melepas celana dalamnya.

Yatno terbelalak melihat ranumnya kewanitaan adik iparnya. Pantas saja kalau Candra sampai penasaran. Sekali lagi ia menggoyang goyang kaki Arini sekedar meyakinkan kalau ia sudah tidak berdaya sama sekali.

Yakin Arini sudah tidak berdaya, ia angkat kedua kaki Arini dan saat liang kewanitaannya terbuka lebar, Yatno buru buru membenamkan kejantanannya dengan bernafsu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel