Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8

Sesampainya di restaurant aku lebih banyak diam. Natte juga sepertinya menyadari, hanya saja dia tidak berkata. Seorang pelayan menanyakan pesanan pada kami, Natte menjawab Panino dan Wine Merah, sementara aku hanya memesan Wine Merah saja. "Kamu tidak makan?.” tanya Natte.

"Tidak ada selera," jawabku datar. Memang tidak bisa aku pungkiri, selera makanku sudah menguap bersama dengan kejadian tadi di kantor dan teror sms yang mengintai. "Terserah, tapi jangan salahkan aku jika kamu kering kerontang," balas Natte yang membuatku geram. Aku ini cukup berisi dengan enam tahun usaha untuk membuat tubuhku seperti gitar spanyol. Tidak mungkin aku kering kerontang hanya dengan tidak makan satu kali. Bisakah laki-laki dihadapanku ini tidak berkata kejam kepadaku sekali saja saat aku sedang sedih?.

"Apakah bagimu aku ini sekurus itu?,” tanyaku tidak percaya.

"Ya, kamu kurang berisi bahkan saat malam... Hmmfftt" Aku langsung berdiri dari kursi dan membungkam mulut Natte dengan tanganku.

Kedua mataku melotot dengan wajah yang terasa panas. Aku tidak percaya Natte membicarakan hal seperti itu disini. “Diam.”

"Jangan berpikir badanmu seperti gitar spanyol ya Keira." Katanya yang sesaat membuatku terdiam. Apa katanya?. Dia memanggilku Keira?.

"Keira?," tanyaku ulang karena merasa tidak percaya,

"Iya, Keira. Memang kenapa?. Kamu keberatan?. Namamu Keira kan?.” Natte menaikkan satu alisnya dengan posisi kepala yang disanggah oleh kedua tangannya.

"Ya tapi kan... "

"Sudahlah, duduk kembali ke kursimu. Aku tidak senang kamu berada dibelakangku.” Mendengar Natte memanggil namaku, membuat aku terus berdiri dan lupa duduk.

"Karena siapa aku harus berdiri?.” Sindirku.

"Back to topic, apa kamu menanggap badanmu itu seperti gitar Spanyol?.” Raut wajah Natte kali ini yang tidak percaya.

"Iya, aku membuat bobotku proporsional dengan bantuan pelatih olah raga dan dokter ahli gizi selama beberapa tahun ke belakang ini.” Jelasku.

"Tapi kenapa saat malam kita ber.. " Natte tetaplah seorang laki-laki. Pikirannya sangat nakal. Aku menggeram karena kesal.

"Hentikan Mr. William. Aku yang kini bertanya, kalau memang badanku sekurus itu kenapa kamu malam kalah telak olehku?.” Tanyaku dengan senyuman penuh kemenangan. Laki-laki angkuh itu tidak menjawab hanya memandangku tajam lalu sejurus kemudian mengeluarkan dompet bertuliskan Saint Laurent Paris dan mengambil kartu kredit hitamnya berlogo American Express. Salah satu kartu kredit termahal dan termewah didunia dengan biaya sebesar 257.700 dollar. Biaya tersebut sudah termasuk langganan kartu satu tahun serta biaya pembuatan kartu.

"Ini untuk janjiku." Balas dingin Natte sambil menyerahkan kartu kreditnya.

“Untuk kekalahanmu ya." Kataku tersenyum. Aku mengambil kartu hitam itu dari tangannya dengan dua jari lentikku kemudian menaruhnya disamping kartu kredit punyaku yang berwarna silver JP Morgan Chase Palladium Chard. Kedua kartu kredit itu aku simpan di dalam Lana Mark Cleopatra Clutch yang kubeli tahun lalu dan dipesan dua tahun sebelumnya. Perlu diketahui clucth ini sangat sulit didapat karena hanya diproduksi satu setahun sekali. Jadi meskipun mempunyai banyak uang, kita harus sabar menunggu.

Makanan dan minuman kami pun akhirnya datang. Aku hanya menyesap wine merah sementara Natte memakan Paninonya dalam diam. "Apa kamu serius hanya akan meminum wine?.” Tanyanya untuk yang kedua kali .

"Ow... kamu suami perhatian Mr. William.” Senyuman dengan satu sisi bibirku terbit.

"Jangan kegeeran. Oh ya, berhenti memanggilku seperti itu. Panggil aku Natte.”

"Baiklah Natte.” Aku menyesap kembali wine merahku. Memang menghadapi Natte itu membuatku kesal, tapi setidaknya Natte membuatku berhenti memikirkan hal yang menyakitkan, pikirku.

"Kenapa kamu tersenyum seperti itu?. Kamu mulai jatuh cinta denganku?. Atau mulai tertarik?.” Tanya Natte dengan percaya dirinya. Aku seketika langsung tersedak. Oh shit, memalukan tersedak saat minum wine.

"Natte, kamu terlalu banyak berhalusinasi. Aku tertawa menertawakan dirimu."

"Apa yang harus kamu tertawakan dariku?." Natte seakan bertanya apa yang perlu kamu tertawakan dari segala kesempurnaan ku?.

"Itu rahasiaku. Cepat habiskan makanannya, kita harus segera berdiskusi. Kamu laki-laki lelet sekali.” Kataku tanpa sensor.

"Bukan lamban, tapi elegan. Tolong bedakan dengan otakmu itu.” Bantah Natte dengan kalimat yang sama pedasnya seperti aku.

"Terserah."

**

Sore ini Natte masih ada diruanganku. Diskusi kami tadi siang memakan waktu hingga tiga jam. Natte akhirnya memutuskan untuk tidak kembali lagi ke kantor nya dan akan pulang bersama denganku. “Aku akan mentraktir karyawanku makan malam, kamu mau ikut?.”

"Ya, siapa tau aku melihat perempuan cantik dan smart." Terang Natte sambil tertawa lebar.

Aku memutar mata kesal. “Terserah, tapi jangan mencari mangsa dikantorku.” Peringatku.

"Kamu cemburu.” Wajah tengil Natte muncul.

“Jangan berkhayal Natte." Peringatku lagi. Jika dilihat lagi ternyata Natte ini punya sifat narsis yang besar dan rese yang luar biasa.

"Kalau kamu tidak ingin aku mencari perempuan lain...." Natte sengaja mengucapkan kalimatnya dengan lama dan menggantung.

"Aku tidak melarangmu, aku hanya bilang jangan mencari di kantorku.” Potongku langsung, aku merasa sudah tau kemana arah percakapan Natte selanjutnya.

"Kamu bisa membuat aku bertahan sedikit lebih lama disamping kamu dengan kita yang melakukannya disini Mrs. William." Goda Natte dengan mendekat padaku.

"Jangan bermain-main Mr. William atau aku tidak bisa menghentikannya." Ancamku.

Aku kira Natte akan takut, tapi nyatanya dia tidak gentar sama sekali. Dia malah semakin mendekatkan diri. “Aku tidak keberatan.”

Aku mendengus. “Oke.” Sejenak aku melirik jam tanganku. "Aku rasa 20 menit cukup.” Pintu langsung aku kunci dengan remote yang ada di meja. Lalu menarik dasi merah pria itu keruangan pribadi milikku. Diruang itu ada satu ranjang mewah yang dibalut sprei sutra.

Natte mengambil handphone dicelana yang tadi kubuang. "Hallo Jade, bawakan kemeja baru ke Perusahaan Morgan Group," perintah Natte setelah telepon tersambung. "Bukan urusanmu. Jangan tertawa, cepat bawakan," ucapnya lagi tegas kemudian langsung menutup telepon. “Kali ini skor kita menjadi 1-1 Keira.”

"Ya, kita lihat saja nanti. Nilaimu akan tertinggal jauh olehku."

"Silahkan buktikan kalau kamu bisa," tantangnya. Aku kembali mengenakan bajuku. Namun, terlihat berbeda dengannya dia hanya mengenakan celana hitam dan mengekspose dada kotak enamnya.

Kamipun sekarang sama-sama duduk disofa merah. Dia berantai di sofa, sementara aku duduk saja di kursiku. Hingga Clarissa masuk dan langsung menutup mata. "Makanya ketuk pintu dulu. Harus berapa kali aku bilang?." Clarissa seketika meminta maaf berulang kali. "Saya hanya ingin memberitahukan Mr. Jade sudah ada didepan lalu menitipkan ini. Harusnya saya mendengarkan Mr. Jade untuk tidak masuk.”

"Sial," umpat Natte pelan yang masih bisa terdengar.

“Taruh saja dimejaku Clarissa," perintahku padanya. Clarissa menyimpan paper bag itu dimeja dan keluar dari ruanganku secepat kilat. Aku hanya geleng-geleng kepala dibuatnya. Kemeja bermerk Enro itu aku keluarkan dari dalam paper bag dan memberi kode dengan jari lentikku pada Natte untuk mendekat. Aku memakaikan kemeja itu pada Natte. "Kamu telah melaksanakan kewajibanmu sebagai suami dengan memberi materi, maka aku juga akan membalas niat baikmu itu dengan sedikit melayani. Tapi jangan berkhayal ya aku sampai menjadi istri yang hanya masak dan beres-beres dirumah sambil menunggu kamu pulang dari kantor.”

Natte tertawa kecil. “Tentu saja, aku juga tidak berharap kamu seperti itu." Natte membalikkan tubuh dan aku mulai mengancingkan kemejanya. Dia melihatku lekat-lekat bahkan setelah aku selesai mengancingkan kemejanya dia masih melakukan itu. Aku jadi heran. Apa Natte melamun?. “Natte aku sudah selesai mengancingkannya.” Beritahu ku.

"Aku tau.”

"Lalu kenapa kamu masih liatin aku?.”

"Enggak apa-apa," Natte tersenyum dengan senyuman yang baru aku lihat. Masih angkuh memang, namun berbeda. Ada apa ya?.

**

Saat ini kami berjalan beriringan di lobi, namun ada yang aneh saat semua karyawan seperti menatapku dengan pandangan yang tidak biasa. Mereka tampak menahan tawanya. Ah, mungkin karena aku yang kini berstatus sebagai pengantin baru berjalan beriringan dengan Natte, pikirku. Aku menghampiri meja resepsionis lalu membuka kaca mata Dolce and Gabbana ku. "Umumkan pada seluruh karyawan, aku menunggu di Club A Steakhouse. Satu jam dari sekarang, tidak ada yang terlambat.” Perintahku dengan tegas, tidak bisa dibantah.. Terlihat resepsionis itu sedetik kemudian sibuk mengumumkan perintahku pada semua karyawan.

"Kamu terlihat menarik sekali saat seperti tadi," pujinya ditelingaku begitu dekat.

“Terima kasih atas pujianmu.”

**

Satu jam kemudian aku sudah sampai di Club A Steakhouse. Clarissa tadi sudah memesan satu lantai penuh untuk seluruh karyawan perusahan kami. Aku duduk di meja paling besar yang berada ditengah. Aku menatap Natte yang sudah duduk dikursinya tanpa menarik kursiku terlebih dahulu. Ah sudah biasa, pikirku. Aku menyerah untuk duduk saja, tanpa ingin berdebat dengan Natte.

Kembali aku memesan wine. Natte langsung bersuara untuk berperan sebagai suami yang baik. "Kamu serius hanya memesan wine saja?.”

“Iya, kenapa?,” tanyaku.

Natte terlihat hanya memutar matanya jengah. "Terserah.”

Semua karyawanku kini sudah berada di restaurant steak ini. Aku membawakan sedikit kalimat pembuka. "Terima Kasih atas ucapakan kalian akan pernikahan kami. Apa ada yang ingin kamu katakan Natte?.”

"Tentu, aku juga mengucapkan terima kasih kepada semua karyawan Morgan Group atas ucapan selamatnya dan kerja samanya yang sampai sejauh ini sangat membantu untuk proyek kita." Kata Natte.

Acara pembukaannya pun berjalan lancar dan berlanjut pada acara selanjutnya yaitu acara penyampaian ucapan selamat dari para karyawan. Awalnya aku menolak dibuatkan acara seperti itu, tapi apalah dayaku saat melihat keantusiasan mereka semua.

"Mrs. William ini ada hadiah pernikahan dari kami semua karyawan. Kami tau anda bukan orang sederhana, tapi tolong terimalah." Sejurus kemudian Fiona memberikan kotak berwarna hitam dengan pita cantik berwarna merah menyala. Ketika dibuka ternyata scarf Pink denim milik Louis Vuitton.

"Anda bisa memakainya saat ini kalau anda mau," ucapan Fiona membuatku bingung. Aku melirik ke arah Natte untuk meminta jawaban karena sepetinya juga dia tau apa yang dimaksudkan Fiona. "Aku meninggalkan jejak-jejak merah di lehermu sayang," bisik Natte yang sontak membuatku malu dan melingkarkan scarf itu dengan gaya Prancis. Wajahku terasa panas saat ini. Karyawanku semua terlihat menahan tawa. Suara berat Natte kembali terdengar. “Sepertinya Boss kalian malu oleh ulahku.” Dan seketika itu juga karyawan ku semua tidak dapat menahan tawanya lagi.

Sial, batinku untuk yang berapa kalinya jika sedang bersama Natte

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel