Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Tidak bisa aku pungkiri kata-kata Natte baru saja membuat aku menegakkan kepala dan menatap mereka lebih tajam dari sebelumnya. Tatapan yang mungkin tidak akan pernah mereka sangka bisa terlihat dari mataku. Mendadak ada satu ide terlintas. Tanganku mengangkat gelas wine ke arah mereka berdua seraya berkata. "Senang bisa melihat kalian lagi. Silahkan bergabung dengan kami dan mari kita bersulang.” Terlihat gurat kekakuan dalam wajah sahabatku itu, salah mantan sahabatku yang sudah enan tahun tidak bertemu denganku. Dan... laki-laki yang sudah mengubahku hidupku. Alex menatapku dengan tatapan yang tidak dapat aku artikan, tapi semoga bukan satu hal seperti mengasihaniku karena berpikir aku masih mencintainya.

Alex Brown dan Monica Taylor atau yang sekarang sudah berganti menjadi Monica Brown, kini sudah bergabung dengan kami berempat. "Selamat atas pernikahan kalian." Ungkap Alex dengan menatapku lekat. Sungguh beraninya laki-laki brengsek ini, umpatku dalam hati. Dari tatapannya, tidak merasa bersalah sedikitpun. Aku sungguh geram, sampai aku menyesap kembali wine putihku dengan banyak. "Terima Kasih." Natte menjawab ucapan selamat dari Alex yan tatapannya yang baru kulihat, sangat dingin dan benci.

Setelah itu tidak ada yang berani mengeluarkan suara dimeja kami. Jessie hanya memperhatikan kami sambil memasukan kue macaroon yang ada dipiring ke mulut berlipstik merahnya, tidak berani untuk mengucapkan sepatah katapun. Sementara Joe seperti sedang berusaha mencerna kondisi apa yang terjadi saat ini. "Bagaimana kabar kalian?." Aku memecah keheningan diantara kami.

"Kami baik." Jawab Alex masih dengan tidak tau malunya. Andai saja aku bisa dan boleh membunuhnya akan kulakukan saat ini juga.

"Bagus. Mana anak kalian?. Apa tidak dibawa?," tanyaku yang ingin membuat mereka berdua malu. Tanpa ada yang tau, pertanyaan yang aku ucapkan barusan terasa perih dan mengiris hatiku. Aku sudah terlatih selama enam tahun ini, disaat keadaan semenyedihkan apapun wajahku akan datar dan lurus-lurus saja,

Pertanyaan yang aku kira akan membuat mereka malu, nyatanya salah. Alex menjawab pertanyaan ku dengan santai dan seolah tidak pernah terjadi apapun di masa lalu. "Oh... Jessica?." Tanya balik Alex yang sama sekali aku tidak ingin tau siapa nama anak dari mereka. "Dia bersama neneknya, dirumahku." Aku benar-benar geram laki-laki ini seolah sedang memancing emosiku. Aku menyesap kembali minumanku dengan sekali tegukan, namun tiba-tiba tangan Natte menahanku. "Jangan minum lagi, kamu sudah minum terlalu banyak. Aku tidak ingin menghabiskan malam pertama dengan istri yang mabuk." Kata Natte seraya mengambil gelas wine putihku lalu kemudian diminumnya.

"Oh iya hubungan apa yang kalian punya?, coba ceritakan padaku. Aku ingin mengetahuinya karena sepertinya istriku ini tidak pernah menceritakan kalian." Sambung Natte setelah meminum wine ku. Sepertinya Natte sudah mengetahui semuanya, tapi dia ingin membuka keburukan Alex dan Monica. Aku juga tidak tau darimana Natte mengetahui kecanggungan kami. Tapi aku tidak heran juga kalau dia bisa menebak karena memang dia sangat pintar, harus kuakui itu.

Monica tampak gelagapan, lalu Alex terlihat menggenggam tangan Monica yang berada dibawah meja. Alex menatap Monica dan mengangguk seolah menenangkan Monica. Segera aku memalingkan wajah karena aku sungguh muak melihatnya. Dan aku lebih muak lagi setelah mendengar jawaban Alex "Kami adalah sahabat Keira.” Mataku melotot. Apa kata Alex?. Oh aku sungguh benar-benar ingin tertawa saat ini. Bodohnya dulu aku mencintai pria yang ada dihadapanku saat ini.

"Jika kalian sahabat istriku, harusnya dia menceritakannya seperti Jessie. Apa dia lupa?. Atau... Hanya kalian yang menganggap Keira sahabat?." Sindir Natte dengan kejam pada Alex dan Monica. Raut wajah Alex berubah menjadi terlihat geram dan aku tersenyum sinis bersorak untuk kepintaran dan kekejaman suamiku ini.

"Aku yakin dia lupa karena kami tidak bertemu setelah enam tahun yang lalu." Balas laki-laki brengsek itu dengan percaya diri. Oh andai saja aku bisa berlari dari meja ini akan kulakukan karena aku sungguh sudah benar-benar muak melihat laki-laki ini. Namun, aku tidak ingin kalah. Jadi aku mencoba menarik dan menghembuskan nafasku sebelum kembali menetralkan ekspresi.

"Iya mungkin aku lupa sayang, karena semenjak kejadian memalukan enam tahun yang lalu itu aku tidak pernah bertemu dengan mereka." Aku kali ini menimpali pembicaraan Natte dengan Alex lebih santai. Tanganku sengaja aku taruh didada Natte dengan cara genit. Untung saja Natte pintar. Jadi Natte bisa mengerti harus melakukan apa. Natte mengambil tanganku dan menciumnya agak lama. "Oh begitu. Lalu kalian tinggal dimana sekarang?," Tanya Natte lagi. Sepertinya dia ingin bermain berlama-lama dengan Alex dan Monica.

"Kami tinggal di Perancis.” Kali ini Monica yang menjawab singkat. Mataku yang semula melihat Natte berpindah untuk menatap Monica dari kejauhan, tapi mata Monica tidak berani menatapku balik.

"Jadi kalian sengaja kemari untuk menghadiri pernikahan kami?.” Natte memberikan nada yang terkesan dibuat-buat..

"Ya kira-kira begitu." Alex bersuara kembali.

Saking emosinya saat melihat kehadiran mereka berdua di hadapanku untuk pertama kalinya, aku baru menyadari satu kejanggalan. Jika dipikirkan lagi, siapa sebenarnya yang mengundang mereka kemari?. Aku tidak merasa mengundang mereka berdua ke pernikahan ku dengan Natte. Aku tidak mau asal menuduh, tapi di otakku hanya ada dua kandidat yang mungkin mengundang mereka, mamahku atau Jessie. "Rencananya berapa hari kalian akan disini?," tanyaku kini.

"Empat hari. Kami akan berjalan-jalan di sekitar New York." Alex menjawab dengan senyuman yang masih aku ingat. Sial, umpatku dalam hati.

"Oh begitu, pasti kalian ingin mengunjungi tempat bersejarah kalian selama disini." Tebak ku dengan senyum sinis yang tak lupa kuberikan.

"Benar, kami juga sedang berbulan madu disini untuk mendapatkan anak kedua." Entah Alex sengaja atau bagaimana, aku tidak paham. Yang jelas laki-laki seperti Alex ini memang brengsek, umpatku lagi untuk kesekian kalinya.

"Semoga bulan madu kalian berhasil dan mari bersulang." Tanganku mengangkat gelas wine putih ke arah Alex yang dibalas serupa oleh Alex. Akhirnya kamu berdua bersulang. Kemudian aku menyesap wine milikku dengan mata yang terus menatap penuh kebencian pada Alex.

Jessie yang terlihat kaku diantara kami, berdiri dan berpamitan untuk mengambil makanan. Tak lama kemudian disusul oleh Joe yang mengikuti Jessie. "Sayang, aku juga akan mengambilkanmu sesuatu." Ujarku dengan nada yang sangat manis.

Natte menahan lenganku, "Tidak perlu.”

"Tapi kamu belum makan semenjak tadi." Sanggah ku.

Natte malah membelai pipiku. “Biar aku yang bawakan makanannya. Kamu pasti capek dari pagi tadi.” Kata Natte.

“Kalau begitu kita minat pelayan.” Aku sudah akan memanggil pelayan, tapi Natte menahan tanganku lagi. “Jangan, biar aku yang bawakan sendiri buat kita.” Aku seakan baru melihat sisi Natte yang bsia bersikap lembut dan manis. Aku jadi terperangah. Aktingnya sangat luar biasa pikirku. Bahkan sebelum berdiri dari tempatnya Natte mencium bibirku sekilas.

"Kami juga akan pergi dulu membawa makanan. Permisi." Alex dan Monica langsung pergi setelah melihat kemesraan ku dengan Alex. Baru aku sadari ketika mereka berjalan menjauh, ternyata Alex memakai setelan kemeja hitam dan Monica memakai dress setumit yang aku kenali milik Tom Ford berwarna hitam juga senada dengan Alex. Dari dulu Monica memang selalu memperhatikan penampilannya. Apa yang dipakainya dari atas sampai bawah selalu bermerek juga berkelas. Berbeda dengan aku yang dulu, walaupun kedua orang tuaku mampu aku lebih memilih sederhana dan natural.

"Apa aktingku bagus?," tanya Natte yang ternyata sudah duduk lagi disampingku. Membuat pandanganku beralih dari Alex dan Monica. "Sangat bagus. Aku sampai takjub. Terima kasih".

"Simpan terima kasihmu untuk malam pertama kita." Jawab Natte yang kini menatapku sangat lekat.

"Sure," jawabku lalu menciumnya. Tanpa kami sadari ternyata lampu sorot grand ballroom sudah terarah pada kami dan suara riuh tepuk tangan pun langsung menghiasi seisi ruangan yang sangat besar ini. Jessie dan Joe kembali bergabung bersama kami dengan berbagai macam kue yang sudah mereka bawa. "Hei kalian sudah tidak sabar rupanya," suara Joe menggoda kami.

"Iya Mrs. William sudah tidak sabar nampaknya.” Gurau Natte balik.

"Iya aku tidak sabar akankah Mr. William bisa menyaingi kehebatan Mrs. William karena dari ciumannya saja payah." Aku menimpali bercandaan para kedua laki-laki itu.

"Kalian ini memang sama." Balas Joe kalah menggoda kami.

"Karena itulah kami memutuskan ini." Jawab Natte. Jessie dan Joe hanya geleng-geleng kepala melihat kami.

Tak lama dari itu acara pernikahan kami diteruskan dengan acara berdansa dan menari. Mereka meminta kami untuk berdansa dan menari bersama ditengah-tengah para tamu. Kami tidka punya pilihan selain menyetujuinya. Natte derdiri dari kursinya kemudian mengulurkan tangannya padaku, aku pun menerimanya. Lagu From This Moment milik Shania Twain mulai mengalun indah mengiringi dansa kami. Kami terus berdansa sampai akhir lagu. "Enggak aku sangka kamu pandai berdansa." Bisiknya Natte dikupingku. "Kesombongan harus dilengkapi dengan segala kemampuan," jawabku yang dijawabnya oleh sebuah senyuman. Untuk diketahui, selama enam tahun ini aku tidak hanya merubah kepribadianku yang jadi lebih tangguh. Aku juga mempelajari segala kemampuan. Mulai dari belajar berbagai macam bahasa, berdansa, berdandan sampai bermain berbagai macam alat musik. Selain untuk menunjukan diriku yang baru, saat itu juga menjadi cara agar aku bisa lupa dan tidak memikirkan terus Alex dan Monica.

Selesai berdansa kami diminta untuk menari gila-gilaan bersama, namun kami kompak menolaknya karena dengan menari bersama jati diri kami akan hilang. Hingga akhirnya kami diminta untuk menyanyi saja. Dan tak kusangka pilihan laguku sama dengan Natte yaitu when you say nothing at all milik Ronan Keating. Kami bernyanyi bersama didepan para tamu dengan Natte yang memeluk pinggangku possesif.

Acara pernikahan ini kami lalui satu persatu sampai akhirnya selesai pada tengah malam. Tubuhku sampai merasa capek sekali. Akhirnya aku memilih untuk sejenak merebahkan tubuh di kasur king size yang ada di deluxe king room ini. Kami memang menyewa kamar hotel di the Plaza ini untuk beberapa hari sampai kami memutuskan akan tinggal dimana. Kami mengambil kamar dengan tempat tidur mewah beserta kain terbaik dan kamar mandi yang besar dengan lantai mozaik. Juga perlengkapan katun 24 karat berlapis Sherle Wagner.

Karena Natte sangat lama dikamar mandi, aku meluruskan kaki di kursi sofa panjang berwarna coklat agak keemasan sambil membaca buku yang selalu kubawa kemanapun aku pergi. Aku tidak bisa hidup tanpa buku. Seperti bagian hidup yang melekat pada diriku. Saat aku luang atau menunggu seperti ini aku akan lebih memilih membaca buku daripada bermain handphone. Terlalu asyik membaca, tanpa aku sadari ciuman telah mendarat di bahu telanjangku. "Mandilah, aku menunggumu." Kata Natte. Lalu dengan posisiku yang masih sama aku menariknya hingga berada dihadapanku dan aku menaikkan dagunya dengan jari lentikku seraya berkata. "Masihkah kamu bisa bersabar untuk 30 menit Mr. William?."

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel