Bab 5
Pantulan diriku di cermin membuatku terdiam, apakah benar aku akan menikah?, batinku. Apa kejadian enam tahun yang lalu akan terulang dihari ini?. Aku terus bermonolog dengan batinku. Hingga mataku menangkap bucket bunga yang terletak di meja samping kaca panjang yang saat ini memperlihatkan bagaimana tampilanku hari ini?. Bucket bunga itu terlihat sama persis dengan bucket bunga baby breath juga yang kupegang di altar hari itu.
Flashback On
"Bagaimana?, apa kamu siap Kei?.” Tanya sahabatku Jessie yang saat ini juga menatap pantulanku dicermin. Akupun tersenyum lebar kepadanya seraya mengatakan. "Tentu Jess, aku lebih dari siap. Kamu tau kan bagaimana aku menunggu hari ini?. Tapi jujur aku gugup.” Jawabku dengan terus memegang tangan Jessi.
"Jangan gugup Kei, kamu harus rileks.” Balas Jessi dengan tersenyum.
"Aku takut, gimana kalau dia kabur pas mau prosesinya?.” Ungkap ku beruntun karena panik. Jessie semakin memegang tanganku erat. "Keira dengar ya, pertama dia gak mungkin lupa nama kamu karena dia pacaran sama kamu itu hampir 5 tahun dan satu lagi gak mungkin dia kabur setelah penantian panjangnya." Hibur Jessi yang memang sedikit berefek kepadaku.
Tiba-tiba seseorang dengan dress pink muda masuk ke ruanganku dan memberikan bunga baby breath padaku. "Kei, ini bunga yang kamu pengen.” Ceritanya tadi pagi pihak WO menyediakan bucket bunga mawar putih untuk aku pegang, tapi aku mengajukan permintaan untuk menggantinya. “Terima Kasih Monic. Kesian mereka harus membuat ulang bucket bunga." Kataku pada sahabatku, Monic.
“Iya sama-sama, eh kenapa sih kamu pengen banget diganti?. Kan bucket bunga mawar tadi jauh lebih cantik," tanya Monica heran. Aku memandangi buket bunga baby breath yang aku pegang. "Bunga mawar memang melambangkan cinta, tapi bunga baby breath melambangkan cinta sejati. Kemurnian dan ketulusan dari cinta abadi." Jelasku yang membuat Jessie dan Monica mengangguk-angguk paham.
Percakapan kami terhenti saat papahku masuk. Jessie dan Monica memelukku bergantian. Pelukan terakhir dengan Jessie terurai berganti dengan papahku. Tiga pelukan yang penuh haru. “Yuk...,” ajak Papah. Aku mengangguk dan akhirnya Papah dan aku bergandengan menuju altar. Ditatap olehku laki-laki tampan yang berdiri agak jauh dariku. Aku terus mendekat ke arahnya. Diserahkannya aku oleh papah ke uluran tangan laki-laki tampan yang ada dihadapanku. Aku tersenyum menatap laki-laki yang sudah memenuhi seluruh pikiran dan jiwaku selama hampir lima tahun ini. Hingga akhirnya saat akan mengucapkan janjinya, dia terdiam. “Kenapa Lex?.” Tanyaku.
Alex menunduk, aku semakin takut. “Maafkan aku Kei." Ungkapnya yang tak mau aku artikan apapun saat ini. Aku tetap mencoba berpikir hal yang baik pada Alex, tapi kenyataan tidak membenarkan pikiranku. Alex malah mencium keningku} lalu dia perlahan mundur dan menarik tangan Monica yang sedang duduk. Drama apa ini?. Tanyaku dalam hati dengan beberapa bulir air mata yang sudah mulai turun membasahi kedua pipiku. Monica tekejut lalu sesaat setelahnya dia tampak sangat geram. Aku hanya memandang keduanya dengan kosong. "Ikut aku sekarang Monic!.” Bentak Alex saat Monica tetap memilih duduk. Monica bahkan menggeleng keras dan tetap diam walau Alex terus menariknya untuk berdiri.
"Aku tidak akan menjamin aku bisa memilihmu lagi kalau kamu diam seperti ini!." bentak Alex lagi kepada Jessie yang disusul air mata deras yang turun dari mata Monica. Aku pun yang sudah kembali ke alam sadarku, kuputuskan berjalan mendekati dua manusia itu. "Ada apa ini sebenarnya Alex?" tanyaku pada Alex dengan parau. Alex dan Monica cukup lama terdiam. Hingga akhirnya laki-laki yang sudah lari dari altar itu membuka mulutnya "Maaf Kei aku kini harus bersama dengan Monica".
"Kenapa?. Apa kamu mencintai Monica?. Kenapa semudah itu perasaan kamu berganti Lex?. Aku mohon jika aku ada salah maafkan aku. Ayo kita lanjutin pernikahan ini." Pintaku pada Alex seraya dengan pilu dan perih, tapi penuh permohonan yang sangat tulus. Sayang, jawaban Alex sangat mengecewakan. "Maaf, aku tidak bisa Kei. Aku mencintai Monica.” Alex mengatakannya dengan sangat yakin dan itu membuat aku semakin merasakan perih di hatiku.
"Kenapa dari bumi yang luas ini harus Monica orangnya?, Kenapa kamu harus meninggalkanku sekarang saat kita akan menikah sebentar lagi?. Jawab!." Aku sudah tidak bisa lagi menahan emosi. Aku berteriak dengan air mata yang juga turun. Bukan Alex yang menjawabnya kali ini, tapi Monica lah yang membuka mulut dan mengucapkan kalimat yang sangat tidak ingin aku dengar. "Maaf Kei, ini karena aku sekarang hamil.” Petir seakan menyambarku di siang bolong, tubuhku langsung meluruh ke lantai sampai aku berjongkok lemas. Bunga baby breath yang kupegangpun jatuh. Dan pada akhirnya Alex dengan Monica keluar tanpa penjelasan apapun lagi.
Aku masih ingat, saat itu berpuluh pasang mata memandangku dengan tatapan yang dapat kuartikan kasihan atau mungkin jijik. Hanya mamah, papah dan Jessie yang memelukku erat, tapi aku tidak bergerak atau merespon mereka. Aku hanya memandang kosong kedepan. Tepat ke titik Alex dan Monica tadi pergi. Aku seakan tuli dan mati rasa. Tidak dapat lagi merasakan dan mendengar apa yang terjadi disekeliling. Rasa maluku juga seperti menguap begitu saja dan tergantikan oleh rasa sakit yang teramat dalam. Bukan saja ditinggal oleh calon suami di altar, tapi juga dikhianati oleh sahabat sendiri. Andai saja Alex tidak membawa Monica di depan altar, atau andai saja Alex hanya langsung menghilang sebelum prosesi pernikahan mungkin rasanya tidak akan sesakit dan sehancur itu.
Flashback Off
"Kei maaf aku baru datang, di Perancis aku sibuk banget." Jessie datang dengan heboh. "Jessie." Seruku senang lalu memeluknya. Jessie adalah sahabat yang tersisa dan masih setia disampingku. "Kamu makin cantik sekali Kei." Puji Jessie yang hanya kujawab dengan sebuah senyuman tulus. Hanya Jessie yang paling mengetahui metamorfosaku selama enam tahun ini. "Kamu udah siap?." Pertanyaan sama persis yang Jessie tanyakan enam tahun lalu.
"Pernikahan ini tidak berlandaskan apapun, jadi tidak ada alasan aku tidak siap." Jawabku dingin dengan menatap pantulan diriku sendiri di cermin.
Mata Jessie terlihat seperti prihatin padaku, mungkin karena sekarang aku terlihat menyeramkan."Kamu yakin Kei?." Tanya Jessie hati-hati. "Yakin, kita sudah menandatangi kertas perjanjian pernikahan dan kita lihat siapa nanti yang paling bertahan di pernikahan ini?. Juga berapa lama pernikahan ini akan bertahan?.” Pengakuan jujurku pada Jessie. Tidak ada hal yang tidak diketahui Jessie tentang aku. Jadi aku memutuskan unutk memberitahunya. Aku tidak mau Jessie terlalu berharap dengan pernikahan ini.
Mata Jessie melotot tidak percaya. Dia bahkan memegang bahuku dan menatap mataku. "Kei jangan main-main atau kamu akan jatuh ke permainan kamu sendiri.”
Aku tersenyum untuk menenangkan Jessie. "Tenang saja Jess. Aku bukan lagi wanita lemah seperti dulu. Lagipula Natte adalah orang yang memiliki pemikiran sama denganku saat ini. Kami hanya sedang membangun hubungan simbiosis mutualisme." Jessie memelukku. Tangannya mengusap-ngusap punggungku lembut. Aku tau dia sedih melihat aku sekarang. “Kamu selalu punya aku Kei.” Hanya itu yang Jessie katakan.
Ditengah Jessi memelukku, laki-laki paruh baya dengan setelan jas hitam masuk ke ruang riasku. Dia berjalan mendekat dan menggenggam erat tanganku sambil berkata. "Hanya pria bodoh yang menyia-nyiakan anak perempuanku.” Papah berusaha menenangkan ku, dia seperti tau bahwa dibawah alam sadarku aku menakutkan hal yang dulu pernah terjadi terulang. Walaupun memang pernikahanku ini tidak disadari oleh cinta. Papah terus menuntunku pada pria angkuh yang kini memakai tuxedo abu. Dia terlihat sangat tampan dan berkelas. Namun satu hal yang terlihat jelas. Tidak ada raut wajah bahagia.
Sampai didepan altar, Papah menyerahkanku pada uluran tangan seorang Natte William. Diluar dugaan, saat aku menatap pemandangan yang sama seperti enam tahun silam, pandanganku langsung kosong dan mataku pun mulai berkaca-kaca. Aku terkejut bisa merasakan hal ini setelah sekian tahunnya perasaanku beku tidak beralur. Untung disaat itu Natte berbisik. "Jangan tunjukan sisi lemah kamu pada aku karena itu bukan Keira Morgan yang aku kenal.” Aku seakan ditampar keras oleh laki-laki yang akan menjadi suamiku. Seketika aku mengerjapkan mata lalu menegapkan kembali tubuh dan mendongkakan wajah. Acara prosesi pernikahan pun berjalan dengan hening dan khidmat. Natte membalikkan tubuhku untuk menghadap kearahnya lalu berbisik. "Hallo istriku, Keira William.”
Tidak tau kenapa Natte senang sekali berbisik kepadaku dengan nada angkuh dan dinginnya itu. Aku menebak, mungkin itu sebagai bagian dari cara Natte untuk mengalahkanku perlahan agar aku masuk ke dalam pesonanya. Aku tersenyum sinis dan berbalik berbisik padanya. "Hallo juga suamiku, Natte William.” Selang waktu sebentar, cahaya kamera bersahutan mempotret momen pernikahan aku dan Natte. Diakhiri dengan pertunjukan Natte mencium bibir pinkku hingga aku sulit bernafas. Natte melepaskan pagutannya dan menyentuh bibirku dengan ibu jarinya lalu merapihkan lipstikku yang dibuatnya berantakan. "Maaf, lipstik kamu jadi berantakan.” Ucap Natte dengan tidak tulus.
"Hei, anak tidak tau malu tahanlah sampai nanti malam." Teriak mamah Natte yang kini menjadi mamah mertuaku dari bangkunya. Riuh pun berganti menjadi tawa.
**
Malamnya aku bersiap untuk acara perayaan pernikahan kami di Grand ballroom sebuah hotel ternama didunia yaitu The Plaza New York. Grand ballroomnya pun sudah disulap dengan konsep yang diinginkan oleh ku dan Natte yaitu elegan dan glamour.
Sebelum acara dimulai, untuk kedua kalinya hari ini aku melihat pantulan diriku sendiri di cermin dengan gaun kedua berwarna peach. Untuk rambutnya aku pilih untuk di tata dengan gaya sederhana, menggulungnya membentuk sanggul kecil yang hanya menyisakan helaian rambut kecil dikedua sisi wajahku. Aku mengagumi hasil tampilan ku hari ini.
Saking asyiknya aku tidak menyadari Natte William yang kini berstatus sebagai suamiku itu masuk dan kini berada disampingku. "Kamu cantik sekali Mrs. Wiliiam.” Kata Natte sambil menyentuh pipiku dengan datu tangannya. "Hentikan permainanmu Mr. William. Sekarang bukan saatnya.” Ancamku karena seringaian Natte yang seperti ingin membuat aku kesal. "Baiklah." Jawab Natte lalu tanpa aku kira untuk pertama kalinya Natte meraih tanganku untuk kemudian dikecup dan dituntunnya keluar menuju tempat pesta.
Saat sampai di grand ballroom, riuh tepuk tangan menyambut kami. "Hari ini adalah harimu, Princess. Jangan berpikir yang berat-berat." Kata Natte yang membuatku memandangnya bingung. Tidak biasanya laki-laki angkuh ini berkata manis. "Tidak perlu heran seperti itu. Hanya untuk hari ini. Dari besok sampai seterusnya, jangan berharap aku bisa bersikap manis seperti sekarang." Natte memperingatkan.
Satu sudut bibirku tertarik ke atas. "Kamu jangan berkhayal, aku tidak pernah berharap seperti itu. Perlu kamu tau, aku tidak suka laki-laki bersikap manis seperti kamu barusan. Itu memuakan." Jawabku seraya memalingkan wajah darinya.
Kami berdua akhirnya berjalan mengelilingi tempat pesta untuk menyapa setiap tamu yang datang. Tidak kusangka ada seorang pria tampan dengan perawakan tegapnya juga rambut yang bergelombang memakai setelan jas abu-abu mendekat ke arah kami dan langsung memeluk Natte selayaknya dua orang pria yang sudah lama tidak bertemu. "Hai Natte, apa kabar?. Aku tidak menyangka kembalinya aku kesini bisa melihat kamu menikah." Sapa laki-laki yang aku perkirakan memiliki usia sama persis dengan Natte.
"Sebenarnya aku tidak suka komitmen, apalagi menikah tapi orang tuaku memaksa. Mau bagaimana lagi?." Balas Natte.
"Aku tau, tapi hei disamping kamu itu ada istrimu loh." Balas laki-laki itu hati-hati dan sedikit melirik ke arahku. Sepertinya dia merasa tidak enak denganku.
"Tenang saja, kita sama-sama tidak suka komitmen yang mengikat.” Wajah teman Natte berubah sedikit lega setalh mendengar apa yang dikatakan Natte. “Oh iya, kenalkan Keira Morgan yang sekarang menjadi istriku." Sejurus kemudian teman Natte mengulurkan tangan kepadaku dan memperkenalkan dirinya, "Kenalkan aku Johannes Matthew. Panggil saja Joe. Aku teman kuliah Natte." Aku menerima jabat tangannya. "Keira Morgan." Perkenalan ku singkat. "Sekarang sudah menjadi Keira William.” Sanggah Natte dan aku membiarkan saja memang kenyataannya seperti itu.
Kami saat ini sudah duduk bertiga dimeja sebelum Jessie datang dan ikut bergabung. "Aku sudah mendengar banyak mengenai perusahaanmu Keira. Kamu memang wanita hebat.” Puji Joe.
"Dibalik wanita hebat terdapat pria brengsek dibelakangnya," jawabku dengan datar sambil menyesap wine putih. Jessie dan Jose tampak terkejut ketika mendengarnya kecuali Natte. "Oh ya Jess kan kamu cantik. Apa kamu sudah... Memiliki..." Tanya Joe menggantung karena malu untuk meneruskan kalimatnya.
"Memiliki apa?. Tata rias make up?," jawab Jessie polos. Sahabatku yang satu ini memang kelewat tidak pintarnya, tapi jika kemampuan dalam merancang busana, tidak perku diragukan lagi.
"Jessie belum punya.” Timpal ku singkat. Jessie langsung menggeleng ke arahku. "Aku sudah punya tata rias make up Kei."
"Bukan.. Maksudku... " Joe menggaruk kepalanya. Ingin menjelaskan, tapi malu. "Pacar." Timpal dingin Natte kali ini. Semburat merah di pipi Jessie muncul sedangkan Joe tersenyum kaku.
Percakapan kami terhenti saat dua orang manusia mendekati meja kami. Tapi kedatangan mereka berdua membuat aku terdiam kaku dan menatap keduanya dengan sorot mata tajam. Aku mencoba mencerna apakah yang kulihat ini benar atau hanya halusinasiku saja?. Sampai pada akhirnya suara Joe menyadarkan ku bahwa yang aku lihat sekarang ini adalah nyata. "Hai brother, sudah lama aku enggak melihatmu. Alex Brown dan ini pasti istrimu Monica Taylor.”
Baru aku akan bangkit dari kursi untuk pergi dari mereka berdua. Tidak diduga lengan kekar Natte memegangku erat seolah berkata tetap disini. Dan aku sudah tidak punya pilihan lain lagi selain duduk kembali dan menghadapi mereka. Entah kenapa aku menurut pada laki-laki angkuh yang ada sampingku ini.
Aku tebak sejurus kemudian, Natte akan mengatakan satu hal kepadaku dan ternyata benar dia mendekatkan wajahnya kepadaku lalu berbisik. "Hadapi kelemahanmu dengan sisi angkuh yang kamu bangun bertahun-tahun ini."
**
