Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Laki-laki dihadapanku ini seakan perlu beberapa detik untuk mencerna apa yang kukatakan padanya barusan. "Tidak bisakah anda mempersilahkan tamu anda ini untuk duduk dulu." Laki-laki itu berkata dingin.

"Silahkan," jawabku singkat. Aku menuntunnya ke sofa berwarna merah, tempat aku biasa menjamu berbagai clinet ku atau kedua orang tuaku yang berkunjung. Ya, memang setelah enam tahun yang lalu tidak ada lagi yang aku persilahkan untuk berkunjung ke ruanganku. Aku mengubah habis-habisan ruanganku ini untuk menghapus jejak-jejak kenangan pahit enam tahun lalu dan menjadikan ruanganku beenuansa putih, hitam dan merah tentunya menggambarkan aku yang telah berubah menjadi seseorang yang tidak lemah seperti enam tahun yang lalu.

Flashback On

"Hai, kamu selalu saja melupakanku jika sudah berada dikantor." Kata laki-laki dengan jenggot yang menghiasi dagunya. Berperawakan besar, tampan dan maskulin. Dia membuka pintu ruanganku.

"Maaf, ini kan kantor yang baru aku dirikan jadi aku harus benar-benar bekerja keras." Kali ini ucapku yang mendekatinya dan melingkarkan lengan mungilku ke lehernya.

"Jangan bekerja terlalu keras, aku ingin kamu hanya terfokus pada persiapan pernikahan kita.” Pinta laki-laki yang kini seraya ikut melingkarkan lengan kekarnya ke pinggangku posesif. Ya, kami memang sedang mempersiapkan pernikahan kami yang akan diadakan satu bulan lagi. Dia bernama Alex, laki-laki yang banyak diidamkan banyak wanita. Tampan, sukses menjadi seorang arsitek dan tentunya romantis. Sehingga akupun tidak pernah bisa menolak apa yang diinginkannya, karena apa? Tentu karena aku sangat mencintainya.

"Baiklah, jika itu maumu. Aku akan mengalihkan beberapa pekerjaanku untuk satu bulan kedepan kepada Emma, agar aku bisa lebih fokus pada pernikahan kita" aku yang kini memandangnya sangat lekat seakan aku tidak akan menatapnya lagi esok hari. "Tidak, dua bulan.” Sanggahnya.

Aku mengerenyitkan keningku heran. “Satu bulan lagi untuk bulan madu kita sayang." Jawabny yang langsung membuatku tersenyum bahagia. "Baiklah apapun maumu akan aku turuti.” Aku mencium bibirnya sekilas namun lembut. Saat dia akan berbalik menciumku suara dering handphone yang aku tau siapa pemiliknya itu berbunyi. "Itu ada sms Leo." Suaraku dengan gerakan dagu menunjuk pada saku celana hitamnya.

Alex tersenyum dan merogoh sakunya dalam, dia membaca cepat isi pesan singkat itu kemudian berbalik menjauh dariku. Akupun yang iseng mendekatinya dari belakang dengan perlahan, melingkarkan lenganku pada pinggangnya. Entah dia terlalu asyik dengan apa yang dilihatnya atau apa sampai dia tidak menyadari aku sudah memeluknya dari belakang. Tidak tau keberanian darimana, aku yang biasanya menjaga privasinyapun mendekat dan melihat isi pesan singkat tersebut. Dan tidak kusangka isi pesan itu membuatku terdiam "Aku menginginkanmu lebih dari malam Lex.”

"Apa maksudnya Lex?.” Tanyaku parau dengan sebulir air mata telah lolos dari salah satu mataku.

Alex hanya terkejut dengan aku yang kini sudah ada disampingnya dan langsung menghambur ke tubuhku, memelukku erat. "Ini bukan seperti apa yang kamu lihat sayang. Dia hanya wanita jalang yang menginginkanku." Bisiknya ditelingaku. Saat itu kurasakan hati yang remuk, hingga tak bisa membuatku tak mengenangi kedua pipiku ini dengan air mata. “Aku mohon percayalah sayang, dia hanya menginginkanku saja. Dia gila. Dia memang kadang mengirimku sms seperti ini.” Kilahnya dengan melepas pelukannya dan menghapus air mataku.

“Apakah benar?.” Tanyaku berbinar seakan sedang berada diruangan yang gelap dan mencekam, namun tiba-tiba menemukan setitik cahaya.

"Tentu benar sayang, apa kamu meragukanku?.” Tanyanya dengan menangkupkan kedua tangannya di wajahku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan dan memeluknya begitu erat. Aku bukan takut kehilangannya, tapi aku takut kehilangan cintanya dan jalan takdirnya. Aku mencintainya, aku harus percaya dan aku harus nenutup telingaku rapat-rapat. Hari itu dikantorku, satu kejadian tertulis mengenai aku dan dia. Tembok seakan menjadi saksi bisunya.

Flashback Off

"Apakah kita akan diam membuang waktu seperti ini?.” Tanya Natte yang menyadarkanku kembali dari lamunan enam tahun yang lalu. Terlihat matanya menatapku sangat jengah.

"Sorry," maafku dengan angkuh padanya seakan menyadarkanku kembali pada diriku masa ini. "Bawa ke ruanganku lembar perjanjian tadi.” Perintahku pada Clarissa lalu menekan warna merah yang tertera dilayar touchscreen ku. Clarissa pun datang tidak lama setelah itu dengan secarik kertas yang dibawanya dan sebuah balpoin "pintar" batinku. Clarissa sudah bisa melakukan hal yang aku perlukan tanpa perlu kusuruh.

Clarissa menyimpan kertas dan balpoin itu diatas meja lalu membungkukan setengah badannya yang menandakan dia pamit untuk keluar dari ruanganku. Tanpa kata-kata Natte mengambil kertas itu, lalu ditatapnya lama. Dan akhirnya dia kembalikan lagi kertas itu ke meja. Dibawanya balpoin yang ada di atas meja. "Wow ternyata memang dia sejalan denganku." Batinku bersorak karena ternyata memang tidak salah menerima perjodohan ini, laki-laki angkuh itu memang sejalan dengannya.

Tapi ternyata itu salah besar, laki-laki angkuh itu mengambil balpoin bukan untuk menandatanganinya melainkan dicoretnya beberapa bagian kalimat yang tertera dikertas itu dengan seenaknya dan dengan ekspresi dinginnya. Setelah selesai adegan coret mencoret yang dia lakukan, dia menyodorkan kertas itu ke hadapanku. Dia tidak mengatakan apapun, hingga akupun mengambil kertas itu dan ternyata poin keempat mengenai kita memiliki kamar terpisah dicoretnya besar. Kemudian pada poin kelima yang mengatakan bahwa pihak kedua harus membiayai keperluan pihak pertama tanpa protes dicoretnya.

Aku menatapnya tajam seolah meminta penjelasan kenapa dia mencoret kedua bagian itu namun dia hanya diam dan malah berbalik menatapku tajam. Sial umpatku, lalu aku memilih mengalah dengan membuka mulutku terlebih dulu. "kenapa kamu tidak setuju?" tanyaku to the poin.

"Pertama aku tidak suka memakai kamar terpisah. Kedua aku ingin menegaskan kewajibanku. Dan aku ingin mengganti poin keempat juga poin kelima sesuai keinginanku. Kamu sudah memakai empat poin untuk keinginanmu." Jelasnya yang terbilang panjang lebar, tapi tetap dengan wajah angkuh dan dingin.

"Aku harus dengar dulu,apa itu?.”

"Poin ke empat berganti menjadi pihak pertama dan pihak kedua harus satu kamar dan melakukan hubungan fisik layaknya suami istri. Sebenarnya poin kelima hampir sama, hanya saja aku ingin lebih menegaskan selama pernikahan pihak pertama jangan pernah mengeluarkan uang sepeserpun karena pihak kedua akan menanggungnya." Kata Natte. Sial laki-laki ini, dia memang angkuh dan sombong. Aku kira aku berhasil membuatnya mundur dengan poin kelima.

"Yakin?. Pengeluaranku sangat tidak sedikit Mr. William. Aku bukan perempuan sederhana." Tegas ku berkata jujur.

"Sangat yakin Miss. Morgan. Aku tau tanpa perlu kamu beritahu. Terlihat dari segala apa yang kamu pakai. Karena aku juga bukan pria sederhana. Tapi aku juga bukan pria yang terlalu brengsek sehingga tidak mengerti kewajibannya terhadap istri.”

"Kamu membuat drama pernikahan ini terasa begitu nyata Mr. William.”

"Tidak, ada satu lagi poin yang belum aku bilang. Pihak pertama dan pihak kedua bebas berhubungan fisik dengan siapapun.”

"Kamu gila?. Aku ini tidak mau tertular penyakit yang dibawa olehmu." Emosiku seakan keluar begitu saja setelah mendengar kata-katanya.

"Poin itu belum selesai Miss. Morgan. Pihak pertama dan pihak kedua bebas berhubungan fisik dengan siapapun, tapi tidak sampai making out."

"Oke dan satu lagi poinnya.” Kataku memotong.

"Apa lagi?.”

"Poin ke tujuh pihak kedua wajib memakai pengaman.”

"Pasti, tidak usah dimasukan dalam poin. Kamu pikir aku ingin mempunyai anak sepertimu?. Jangan berharap Miss. Morgan."

"In you're dream Mr. William kalau anda berpikiran seperti itu."

"Oh iya satu lagi. Jika diluar kantor hindari percakan anda dan saya, diluar hanya berlaku aku kamu.”

"Kenapa?.” Aku heran.

"Aku tidak suka mencampur adukkan pekerjaan dengan urusan pribadiku begitupun dengan hal apapun itu.”

"Oke, baiklah. Mari kita lihat seberapa kuat kamu bertahan denganku Mr. William.”

"Kamu salah besar, harusnya aku yang mengatakan itu." Bantah Natte dengan santai.

"Menurutmu berapa lama pernikahan inni akan bertahan tanpa tau siapa yang menyerah terlebih dulu?.”

"Tidak ada yang tau. Bisa saja pernikahan ini akan bertahan lama jika masing-masing dari kita tetap pada perjanjian itu dan pernikahan ini akan menjadi pernikahan yang datar."

"Ya bisa jadi karena memang sepertinya kita tidak menyukai komitmen yang mengikat dan segala sesuatunya yang melibatkan hati. Karena segala sesuatu yang melibatkan hati ganjarannya adalah sakit yang tak bisa disembuhkan.” Lirihku, lalu terlihat laki-laki angkuh itu menolehkan matanya untuk menerobos ke dalam mataku mencari tau apa yang tersembunyi. Aku berbalik menatap matanya seolah menantang tatapan matanya yang sedang mencari tau itu.

Dengan cepat dia mencondongkan kepalanya ke arahku dan menatapku dengan tatapan yang entah tidak dapat kuartikan "Jangan pernah memperlihatkan sisi lemahmu padaku Miss. Morgan karena aku tidak menyukainya. Aku suka dengan sisi angkuhmu" kata-katanya menohokku tajam. Aku sadar seketika, aku tadi berkata dengan lirih dan itu artinya aku telah memperlihatkan padanya kepedihanku.

Aku menegakkan kembali tubuh dan kepalaku dengan cepat. Kulihat dia menyandarkan kembali tubuhnya ke sofa merahku dan tersenyum penuh kemenangan. "Akan ku minta Clarissa menulisnya ulang dan akan aku sahkan pada notaris kepercayaanku." Kataku tegas seraya menatapnya dengan sepasang mata seperti elang yang melihat mangsanya.

"Bagus, sampai bertemu di altar beberapa hari lagi calon istriku. Keira Morgan." Laki-laki angkuh itu berdiri dan tak lupa memakai kacamata platinum Bentley nya. Berjalan angkuh dan penuh wibawa juga kepercayaan diri yang tinggi.

"Terima kasih untuk mengingatkanku pada diriku saat ini, Natte William.” Ucapku dalam hati.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel