Bab 3
Beberapa hari setelah pesta perayaan kerja sama perusahaan kami, aku diminta mamah untuk memilih gaun pernikahan yang akan diselenggarakan seminggu lagi. Walaupun aku sedang sibuk saat ini, aku tidak bisa membantah apa yang diminta oleh mamahku. “Aku akan terlambat kembali ke kantor, uruslah segala urusan dengan benar selama aku diluar. Jangan lakukan kesalahan!." Perintahku pada Clarissa.
Ketika aku sudah sampai di butik yang diberitahukan oleh mamah, aku mencari keberadaannya. Seorang pelayan di butik menghampiriku dan mengatakan bahwa mamahku tidak akan datang. Aku kesal bukan main, hingga pada saat aku akan meneleponnya datanglah sesosok laki-laki angkuh yang tidak ingin aku lihat selama seminggu ini. “Hallo Miss. Morgan." Sapanya dengan angkuh.
"Hallo Mr. William.” Jawabku malas.
"Apakah kalian sepasang pengantin yang akan mencoba baju pernikahan?.” Mendadak staf butik bertanya pada kami.
"Ya." Jawabku dan Natte serempak. Pelayan itu terlihat menahan tawanya setelah mendengar jawaban kami. Kamipun dibawa ke suatu ruangan yang penuh dengan kaca. Natte diminta terlebih dulu untuk mencoba baju pernikahannya. Aku memainkan ponselku karena bosan menunggu Natte yang begitu lama. Aku tidak biasa menghabiskan waktuku dengan percuma. Hingga akhirnya Natte keluar dengan tuxedo hitam dan kemeja putih juga dasi kupu-kupu. Membuatnya terlihat sangat tampan.
"Bagaimana Mr. William, Miss. Morgan?.” Tanya pelayan itu yang berada di samping Natte dengan senyum yang mengembang.
"Lumayan." Jawabku sambil mengangguk sekali.
"Oh begitu ya, padahal menurut saya Mr. William terlihat tampan sekali." Pelayan tadi merasa bingung.
"Menurutku biasa.” Kataku.
Pelayan itu menggaruk kepalanya sendiri karena bingung. “Oke, kalau begitu sekarang giliran anda Miss. Morgan."
Pelayan itu membawaku ke suatu ruangan dengan gaun-gaun indah yang tergantung. Aku diminta untuk memilih sendiri dua gaun diantara banyaknya gaun itu. Satu untuk prosesi pernikahan dan satu lagi untuk acara perayaan. Akupun berjalan menyusuri setiap gaun, hingga langkahku berhenti saat melihat satu gaun putih tanpa lengan dengan rok yang mengembang. Sangat cantik, pikirku. Kemudian aku melihat gaun berwarna peach tanpa lengan. Dan tanpa ragu aku memilihnya untuk gaun kedua.
Gaun pertama yang aku coba adalah gaun berwarna putih untuk prosesi pernikahan.
Aku menatap diriku dicermin, gaun pengantin ini sangat indah. Rambutku yang agak bergelombang dibiarkan terurai dengan flower crown. Aku sempat berpikir, andaikan saja aku dapat merasakan kebahagiaan pernikahan yang sebenarnya. Lalu tiba-tiba aku sadar dan merasa persetan dengan kebahagiaan itu, hatiku sudah sangat beku. Aku tersenyum perih, andai saja perasaan sakit dan perih ini hilang bersamaan dengan waktu yang telah kulalui.
"Wah anda sangat cantik sekali Miss. Morgan." Kata pelayan itu membangunkanku dari lamunan.
"Tidak ada penjual yang menyebut barang dagangannya jelek." Balasku datar, tapi pelayan itu tidak terpengaruh oleh kata-kata yang aku keluarkan. Dia tetap tersenyum dan memandangku kagum. Aku menjadi sedikit tersentuh oleh kepolosannya. “Tidak Miss anda sungguh sangat cantik. Ayo kita keluar, biarkan Mr. William melihat anda." Aku dituntun keluar sampai tepat berdiri didepan laki-laki angkuh yang sedang sibuk memainkan tabletnya.
"Ehem.. Cepatlah aku sudah pegal." Suaraku berusaha mengalihkan pandangannya. Natte langsung mendongakan kepalanya. Untuk seperkian detik Natte sempat terdiam entah kenapa lalu dia hanya berkata, "lumayan juga.” Aku memutar mataku jengah, Natte balas dendam atas kata-kataku tadi.
Ketika aku akan berbalik pergi dari hadapannya, tanganku sudah ditahan olehnya. Natte menatapku dengan tatapan dingin. Lalu dia berdiri dan merangkul pinggangku possesif sambil membisikkan sesuatu didekat kupingku. " Ada wartawan diluar, bersikaplah seperti sepasang kekasih yang sedang berbahagia mencoba baju pengantin." Aku tersenyum kaku. Disodorkannya tablet yang tadi dipegangnya lalu berbisik pada pelayan itu. Aku menebak, sepertinya Natte meminta pelayan tadi untuk mempotret kami. Dia membalikkan tubuhku hingga berhadapan dengannya, lalu ditarik tengkukku dan dia melakukan lagi penyatuan bibir kami. Suara kamera tablet Natte pun berbunyi kemudian disusul oleh berbagai suara blitz kamera.
Setelah akting yang dilakukan oleh Natte, aku berbisik ke telinganya. "Anda sudah melakukannya lagi tanpa persetujuanku Mr. William." Natte hanya tersenyum sinis "Apa seorang kekasih harus berbicara dulu ketika akan mencium pasangannya?.” Aku mulai jengah dengan apa yang dikatakan Natte. Aku melewati Natte dengan cuek sebelum masuk kembali ke ruang ganti.
"Ya ampun Miss, anda memang sangat cantik sekali." Puji pelayan itu lagi yang saat ini kujawab dengan ramah. "Terima Kasih." Aku merasa pelayan itu tulus memujiku. Diapun akhirnya tersenyum, entahlah senyuman apa. Tidak dapat aku artikan.
Aku kembali keluar untuk memperlihatkannya pada Natte. Sebenarnya malas, tapi pelayan itu diperintah oleh mamah seperti itu. Hingga tidak ada jalan lain untuk menurutinya. Saat keluar Natte tampak sedang menerima telepon, aku cukup lama berdiri hingga aku putuskan untuk langsung saja berganti baju lagi. Namun, seperti tadi saat aku sudah berjalan beberapa langkah untuk kembali ke ruang ganti ada tangan besar menahanku lagi. Natte menahanku lagi. “Apa?,” tanyaku singkat namun dia hanya menatapku lekat-lekat. Mencium punggungku yang terbuka dan dia membalikkan tubuhku lalu diciumnya lagi bibirku langsung dengan penuh gairah. Aku yang bingung dengan sikap Natte berpikir mungkin dia sedang berakting didepan wartawan seperti tadi. "Kamu selalu terbuai dengan ciumanku Miss. Morgan," katanya sambil memegang daguku.
"Jangan bermimpi, aku hanya mengikuti alur cerita yang kamu ciptakan didepan para wartawan.” Tekanku pada Natte.
"Terserah. Oh iya, kamu lumayan cantik, tapi sepertinya lebih cantik kalau tidak memakai gaun ini?.”
"Oh ya?. Jadi kamu sudah tidak sabar dengan yang ada dibalik gaun ini?.” Pancingku.
"Ya kurasa begitu.”
"Aku rasa setelah ciumanmu yang payah mungkin permainanmu di ranjang juga sedikit payah.” Balasku.
"Tarik ucapanmu ketika malam pertama kita Miss. Morgan.” Natte tersenyum seperti seorang devil.
"Akan kutarik jika itu memuaskan Mr. William.”
"Lihat saja, akan kubuat kamu sendiri diranjang ketika terbangun.”
"Hanya dalam mimpimu Mr. William.” Aku berlalu meninggalkan Natte dengan langkah angkuh dan tegap. Aku tidak suka terlihat lemah dan menjalani segala hal yang melibatkan perasaan karena ketika kita jatuh rasa sakitnya berkali-kali lipat. Jadi ketika aku berciuman dengannya pun aku hanya tidak ingin terlihat lemah seperti aku dulu. Aku melakukannya hanya karena nafsu saja.
**
Keesokkan harinya foto aku dan Natte yang sedang berciuman dengan gaun pengantin telah tersebar luas diberbagai media dengan berbagai judul menarik juga tentunya. Ada yang menulis, "Pasangan hot tahun ini", "Persiapan pernikahan pasangan pengusaha sukses" dan ada juga yang menulis "Terlihat Mesra saat melakukan fitting baju pernikahan.”
"Anda cantik sekali Miss dengan baju pernikahan ini.” Pendapat Clarissa sambil melihat fotoku bersama Natte di koran. Kutarik koran yang dipegang oleh Clarissa. "Kembali bekerja, jangan melakukan hal yang tidak berguna.” Aku membanting koran itu ke tong sampah.
"Baik Miss maaf.” Clarissa sekarang sudah mengerti bagaimana jika aku tidak suka dengan suatu hal yang dikerjakannya. Diapun sudah tau cara meminta maafnya. Clarissa hanya akan meminta maaf dengan tegap dan lantang.
"Apa jadwalku hari ini?.” Clarissa menyebutkan semua jadwal yang aku punya hari ini hingga satu jadwal yang membuatku meminta Clarissa mengulangnya.
"Anda ada janji makan siang dengan Mr. William." Ulang Clarissa.
"Untuk?.” Dua alis mataku menyatu karena mengkerut keheranan.
"Untuk proyek kerjasama perusahaan kita dengan perusahaan Mr. Willam.”
"Aku harus bertemu lagi dengan laki-laki itu." Umpatku kesal yang langsung membuat Clarissa bingung.
"Apa Miss?.”
"Tidak, kembali ketempatmu sekarang.”
**
Saat jam makan siang aku sengaja datang terlambat ke tempat makan yang dipesan oleh Natte. Aku ingin membuat Natte lama menunggu. Tapi aku menggeram kesal ketika tau ternyata Natte belum datang. Bahkan aku sampai dibuat menunggu selama 15 menit. Kesabaranku hampir habis, sampai sosok Natte terlihat mendekat. Aku memutarkan mataku jengah, apa laki-laki ini bisa membaca pikirannku?. Kenapa yang pada awalnya aku yang akan membuat dia menunggu sekarang aku yang menunggu.
"Hai Miss. Morgan anda sudah menunggu lama?.” Tanya Natte tanpa rasa bersalah sedikitpun malah tersenyum tipis seolah sedang mengejekku.
"Anda pikir?. Saya sudah menunggu sekitar satu jam.” Bohongku.
"Aku tau anda tidak mungkin menunggu selama itu Miss. Aku tau anda sangat mencintai waktu. Aku tau anda pasti baru datang 15 menit yang lalu bukan?." Laki-laki angkuh ini seperti sudah lama kenal denganku.
"Iya. Memang benar karena bagi saya waktu adalah uang Mr. William.”
"Bagi sayapun juga seperti itu Miss. Morgan. Oke kita lanjutkan saja mengenai proyek kita." Aku dan Nattepun membicarakan mengenai proyek yang akan kita buat. Sehingga tidak terasa sudah berdiskusi selama dua jam. Aku tidak menyangka dia orang yang cocok dan nyaman jika berbicara mengenai pekerjaan. Aku ada benarnya dalam mengambil keputusan untuk menikah dengan laki-laki seperti Natte karena memang pernikahan ini seperti kerja sama bisnis yang saling menguntungkan. Bukan masalah hati.
"Rupanya anda sedikit pintar Miss. Morgan." Aku geram mendengar ucapannya Natte, namun aku tetap mengontrol ekspresiku. Agar tidak terlalu kentara.
"Yaaa... aku juga tidak menyangka anda bisa menggunakan otak anda Mr. William." Balasku sarkastik.
"Anda pikir selama ini kenapa perusahaan William Group sukses?.” Tanyanya sombong.
"Aku kira karena orang tuamu Mr. William.” Balasku meremehkannya.
"Anda memang benar, tapi ada andil ku disitu.” Natte tidak mudah terpancing dan terpengaruh.
"Oh ya?. Aku kira tidak ada." Kataku puas, namun reaksinya hanya tersenyum sinis.
"Kita lihat saja nanti.” Tangang Natte.
Setelah makan siang aku dan Natte kembali ke perusahaan masing-masing. Aku menyerahkam hasil diskusiku tadi kepada Clarissa. “Ini hasil diskusi kami tadi, catat yang benar. Jangan ada kesalahan sedikitpun atau kamu akan tau akibatnya." Ancamku datar.
"Baik Miss, tenang saja. Oh iya kenapa anda lema sekali?.”
"Memang kenapa?. Itu bukan urusanmu, lagian jadwalku kosong sampai 30 menit lagi.” Belaku.
"Maaf saya lancang, saya kira anda mempersiapkan sesuatu dahulu tadi seperti perjanjian pra nikah begitu misalnya. Banyak orang saat ini yang melakukannya." Aku langsung terkesima mendengar p apa yang barusan dikatakan oleh Clarissa. Ada benarnya, walaupun aku tau Natte tidak akan menyentuh hartaku. Aku tidak tau kenapa, aku bisa sangat yakin. Ada satu hal yang buat aku ragu, bagaimana jika setelah menikah Natte seenaknya padaku. Aku tidak suka diatur, aku bukan Keira yang dulu. Aku jadi memikirkan tentang perjanjian pra nikah.
"Miss... " Clarissa menyadarkanku.
"Siapkan catatanmu, aku ingin membuat surat perjanjian pernikahan." Putusku sambil tersenyum kemenangan.
"Hah?. Oke. Baik miss.” Clarissa langsung mengambil tabnya dari meja. “Silahkan miss.”
"Pertama, saya ingin pihak kedua yaitu Natte William tidak berhak mengatur pihak pertama yaitu Keira Morgan.”
“Kedua, pihak kedua tidak berhak mencampuri urusan pribadi pihak pertama.” Lanjutku setelah berpikir.
“Ketiga, pihak pertama dan kedua berhak untuk tidak pulang ke rumah. Keempat, pihak kedua dan pihak pertama mempunyai kamar masing-masing. Kelima, pihak kedua harus membiayai keperluan pihak pertama tanpa protes. Keenam, selama bekerja pihak kedua dan pihak pertama harus profesional. Jika ada salah satu pihak yang melanggar maka pihak yang merasa dirugikan berhak menghukum pihak pelanggar apapun itu atau meminta perpisahan.”
"Catat itu semua dengan benar dan cepat serahkan kepada saya.” Lanjutku setelah memastikan kalau semua hal yang aku inginkan sudah ditulis.
"Anda yakin miss perjanjiannya seperti ini?.” Clarissa tampak bingung dengan surat perjanjiannya. Clarissa terkejut karena isi suratnya bukan surat perjanjian pra nikah pada umumnya.
"Kamu ingin mencampuri urusan saya?.” Pertanyaanku langsung membuat Clarissa tanya.
"Ti.. Tidak miss."
"Kalau begitu jangan banyak bertanya dan diam saja. Jangan sampai ada pihak lain yang tau. Kalau ada yang tau, kamu tanggung sendiri akibatnya.”
"Iya miss, maaf. Saya berjanji akan menutup mulut saya mengenai hal itu kepada siapapun.”
"Bagus, cepat kerjakan.”
Saat Clarisa keluar dari ruangan,aku segera merebahkan tubuh di kursi kebesaranku. Semoga aja semua syarat yang aku ajukan kepadanya akan disetujui oleh Natte. Tidak!. Dia harus setuju, ucapku dalan hati
"Hallo Mr. William bisa kita bertemu setelah pulang jam kantor?.” Tanyaku saat beberapa kali meneleponnya lalu akhirnya diangkat. Sial, laki-laki ini sepertinya sengaja ingin membuatku terlihat sangat ingin menghubunginya.
"Apa Miss. Morgan sudah merindukan saya?.”
"Hanya dimimpi mu Mr. William.”
"Kalau begitu aku tidak ingin bertemu. Teri... "
"Baiklah, tidak usah. Terima Kasih." Aku merasa kesal atas ucapannya. Aku tidak suka terlihat memohon pada seseorang apalagi laki-laki. Itu tidak akan pernah terjadi lagi setelah enam tahun yang lalu. Aku tutup saja sambungan telepon dengan tidak sopan.
Baiklah jika memang begitu, nanti ketika menikah aku akan memaksanya untuk setuju dengan perjanjian yang kutulis ini. Namun, ketika jam sudah menunjukan pukul enam sore laki-laki angkuh itu datang ke ruanganku. Dia menatap mataku penuh kemenangan, sementara aku menatapnya penuh kekesalan. Natte membuka kacamata hitamnya, mendekati mejaku dan berbicara dengan menyebalkan. "Hai Miss. Morgan.”
"Untuk apa kamu kemari Mr. William?.”
"Jangan kesenangan Miss, aku kemari bukan untuk kamu. Aku kemari karena takut mamahku marah gara-gara calon menantunya yang ingin bertemu dengan anaknya, tapi ditolak.”
"Cerita yang anda buat sangat penuh dengan drama Mr. William." Kataku dengan memutar mataku jengah.
"Tidak usah banyak buang waktu, sebenarnya kamu ada perlu apa?.” Tanyanya yang semakin membuatku geram.
"Aku ingin kamu menandatangi surat perjanjian pernikahan."
