Dokumen Menikah Aila-Azlan
Aila tidak terlambat karena Habib mengantarnya pagi sekali, sebelum kelas pagi dimulai. Aila semalam menginap di rumah dinas Habib, bahkan Habib tidak melepaskannya sama sekali, memberondongnya dengan pertanyaan tentang Azlan yang dengan lancangnya mencium tangan Aila. Ingatkan Aila untuk menimpuknya jika mereka bertemu nanti sore.
Sania duduk dengan Aila. Semasa sekolah maupun kuliah, dia tetap dipanggil Zahira bukan Aila. Nama Aila hanya terkhusus bagi keluarga dan Sania saja. Sania adalah teman Aila sedari kecil.
"Lo harus cerita semuanya ke gue. Kata bang Alvino, lo kemarin datang ke kondangan dan gandengan mesrah sama laki-laki lain, dan dia seorang TNI AL. Beneran?" Aila hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Sania. "Jelasin ke gue sedetail-detailnya"
"Iya nanti istirahat. Eh, lo ketemu sama si Vino?" Sania mengangguk. Dia kembali fokus mendengarkan Dosennya saat menjelaskan bagaimana teori lempar lembing yang tepat.
Tinggal di lempar apa susahnya sih. Kalau kena kepala orang, ya itu apesnya. Jadi pingin coba ngelempar wajah si Azlan. Batin Aila.
Saat istirahat, Aila dan Sania duduk di kantin. Aila memesan bakso bersama Sania. Aila menceritakan semuanya tanpa terlewatkan. Menceritakan tentang Azlan dan hadir ke undangan pernikahan itu bersama Habib dan tingkah laku Azlan yang membuat Habib kembali ke mode posesif.
"Kayaknya sih, dia suka sama lo beneran deh Ai, ya ampun Ai, gue mau ngakak jadinya. Lo mau nikah?" Sania tertawa terbahak-bahak. Aila melemparnya dengan kacang telur yang tadi dibelinya.
"Ini Lo langsung pulang apa gimana? Kan Lo mau ketemu pak Letnan, calon suami lo!" Sania menarik turunkan alisnya menggoda Aila.
"Dibilangin juga gue males San." Aila menyeruput es tehnya kembali dan memandang ponselnya yang masih sepi seperti hatinya. Tidak ada notifikasi apapun di sana, bahkan operator saja enggan untuk menghubunginya. Miris sekali nasib Jomlo.
Seorang laki-laki datang dengan pakaian casual menghampiri Aila dan Sania yang asyik ngobrol berdua. Dia langsung duduk di dekat Aila. Tersenyum saat Aila tak menyadari kehadirannya. Berasa seperti hantu tiba-tiba ada.
"Ehem. Saya ganggu kalian?" tanya Abil. Aila dan Sania mendongak, dan menggeleng bersamaan. “Kalian sibuk ya?” tanyanya memecah keheningan di antara mereka.
Abil mencuri pandang ke Aila. Diam-diam dia jatuh cinta pada Aila, tapi statusnya yang seorang tentara khusus, tidak dapat dia katakan. Karena Aila sendiri memang menjauhi tentara. Abil teringat akan percakapannya dulu dengan Aila.
"Kamu suka dengan tentara?" tanya Abil saat itu. Aila yang sedang istirahat, duduk kembali di depan Abil.
"Saya ingin menjauhi tentara. Ada apa ya, Kak Abil tanya seperti itu?"
"Hanya ingin tahu saja. Karena banyak teman-teman kamu yang ingin berkenalan dengan dosen baru yang seorang tentara itu. Kenapa kamu enggak?"
"Karena saya bukan mereka. Permisi kak, saya duluan." Aila meninggalkan Abil.
"Itu sebabnya saya menyukai kamu Hira," lirih Abil.
Sampai saat ini, Abil tidak pernah memberitahukan kepada Aila atau siapapun soal kehidupan sehari-harinya yang memang seorang tentara pasukan khusus.
Aila menjentikkan jarinya di depan Abil yang sedang melamun. Abil mengalihkan pandangannya pada Aila kembali, dia tersenyum simpul, menegakkan badannya kembali.
"Maaf saya melamun." Aila mengangguk.
"Ada apa Kak?" tanya Aila dan Sania bersamaan. Karena mereka jarang melihat Abil bergentayangan di sekitar kampus di jam segini. Abil hanya akan menampakkan dirinya hari Rabu dan Minggu saat latihan saja.
"Saya mau mengajak kalian latihan siang ini. Karena bulan depan akan ada seleksi dan kejuaraan di luar kota. Bagaimana, kalian siap?"
"Siap pelatih," jawab Sania dan Aila bersamaan.
081xxxx
Aila?
Pulang jam berapa?
Tak ada niatan untuk membalasnya. Aila tahu, itu pasti nomor Azlan. Meskipun icon di WhatsApp miliknya hanya bergambar doreng dan merah putih. Siapa lagi yang memanggilnya Aila kalau bukan Azlan. Aila memasukkan kembali ponselnya di tas, dan berjalan ke ruang latihan bersama dengan Abil dan Sania.
❤❤❤
Pukul lima sore, Aila baru saja tiba di teras rumah dinas Akhtar. Aila tidak ingin masuk ke rumah. Dia duduk di kursi teras dan mengecek semua dokumen tentang dirinya yang akan dia serahkan ke Azlan. Tadi Akhtar sudah menelponnya, menyuruhnya agar mampir ke rumah dengan ancaman akan menjemputnya di kos. Aila tidak suka jika siapapun anggota keluarganya yang berpakaian doreng khas tentara menjemputnya di kos. Dia tidak suka melihat para penghuni kos yang rata-rata perempuan itu akan jejeritan melihat seragam doreng keabanggaan mereka. Itu baru seragam, belum wajah tampan saudaranya.
081xxx calling...
Aila segera menggeser tombol hijau. "Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam. Kamu di mana Aila? Kenapa chat saya tidak kamu balas? Ini saya Azlan." Dengan nada dinginnya.
Aila menahan tawanya. "Astaghfirullah, maaf atuh Mas Letnan. Saya baru saja pulang dari kampus, tadi ada matkul tambahan, sekalian ngobrol sama kak Ab – eh, nggak."
Azlan mengembuskan napasnya kasar menahan amarahnya. "Siapa? Kamu ngobrol sama siapa? Sebentar lagi saya sampai di depan rumah Komanda.n"
"Oke, Mas Letnan. Assalamu'alaikum." Aila mematikan panggilannya secara sepihak. Dia tertawa terbahak-bahak mendengar suara Azlan yang mengandung Amarah. Dia memang dengan sengaja tidak membalas pesan Azlan.
"Siap salah Komandan. Baru kali ini saya mendengar Anda berbicara panjang dengan seseorang," jelas Serda Ucok. Azlan menatap tajam Ucok. "Siap salah."
Azlan menghembuskan napas beratnya. "Kamu benar. Entah kenapa dia berbeda dari perempuan yang lainnya. Bahkan dia berbeda dengan pacar saya."
Sudah cair rupanya. Batin Ucok.
Mereka sudah sampai di seberang teras rumah Akhtar. Azlan tidak ada niatan keluar dari mobil. Dia hanya diam menatap Aila yang sedang sibuk dengan beberapa kertas di depannya. Azlan membuka kaca mobil sedikit untuk melihat wajah cantik Aila yang meneduhkan. Dia benar-benar terpesona melihat wajah cantik Aila.
Seorang laki-laki keluar dari dalam rumah bersama Vebby. Vebby bergelayut manja di lengan laki-laki itu. Laki-laki itu melihat Aila, dan berjalan mendekatinya, mengabaikan Vebby.
"Haiy, aku Zain, kamu siapa? Aku belum pernah lihat kamu di sini." Aila tak menggubris laki-laki itu. Dia sibuk dengan hp dan kertas-kertas di depannya. Azlan tersenyum tipis melihat kecuekan Aila.
"Ck, udah deh Zain. Dia itu kakak aku, sana pulang kamu." Zain masih saja memandang wajah Aila, tak peduli dengan rengekan Vebby yang membuatnya muak.
"Aku ingin tahu siapa nama kamu?" tanya Zain kembali.
Aila menatap datar Zain lalu menatap datar ke Vebby. "Kalian mengganggu saya. Pergi kamu!" Dengan nada dinginnya. Zain berlalu dan naik motornya meninggalkan Aila.
Vebby menarik lengan Aila untuk berdiri, Vebby sudah melayangkan tangannya hendak menampar Aila, tapi di cegah oleh Azlan, sehingga tangannya menggantung di udara. Untung saja Azlan turun tepat waktu.
"Siapa yang menyuruh kamu melukai calon istri saya?" Dengan tatapan tajam dan menusuk, mampu membuat Vebby ketakutan. Azlan melepaskan cekalan tangannya.
"Dia sudah menggoda pacarku." Azlan berdiri satu langkah mendekati Vebby dengan tatapan yang masih tajam mampu merobek tulang sumsum. Tak memungkiri rasa takutnya terhadap tatapan Azlan, Vebby melangkah mundur.
"Saya bisa melihatnya. Pacar kamu yang berusaha menggoda Aila. Jangan salahkan Aila di sini". dengan nada dinginnya.
Mamaaaaa takut. Batin Vebby
"Ehem," suara deheman dari belakang Vebby. Vebby mematung. Itu suara Akhtar, dia takut setengah mati. "Masuk semuanya termasuk Azlan."
"Siap Komandan," jawab Azlan tegas dan tak gentar.
Kini mereka duduk berhadapan layaknya tersangka. Azlan duduk di samping Aila. Sedangkan Vebby duduk di dekat Raya. Akhtar memandang tajam ke arah Vebby, membuat nyalinya menciut.
"Jelaskan Vebby." Sarat akan menahan amarah. Vebby mulai ketakutan.
"Kak Aila, yang menggoda pacar Vebby Pa." Dia bersembunyi di belakang Raya, takut melihat wajah garang Akhtar.
"Dosa kamu sudah banyak, jangan kamu tambah lagi. Kamu sudah mengajak laki-laki itu masuk ke rumah tanpa adanya Papa di rumah dan Mama kamu. Kalian juga berciuman," jelas Aila yang membuat Raya melotot ke arah Aila menyuruhnya diam. Bukan Aila kalau dia sampai takut.
"Benar itu Vebby?" Vebby semakin takut. Dia hanya bisa diam."Kenapa kamu berusaha menampar Aila?" Vebby hanya diam. "JAWAB!" Nyali Vebby menciut. Tapi tidak bagi Aila, karena dia tidak salah.
"Vebby benci Kak Aila. Kenapa selalu dia yang mendapat perhatian dari Papa, kenapa selalu dia penyebab putusnya hubungan Vebby dan pacar Vebby. Kenapa?" Vebby berdiri dan menunjuk Aila, sedangkan yang di tunjuk hanya diam dan cuek.
"Mas, kamu mendingan pulang dulu, setelah isya kita ketemu lagi di sini," bisik Aila yang masih bisa di dengar Akhtar. Azlan mengangguk.
"Ijin mendahului Komandan." Akhtar mengangguk.
Setelah Azlan cukup jauh dar pandangannya, tatapan Azlan kembali mengintimidasi Vebby dan Raya. Dia benar-benar sudah muak.
"Karena saya sudah cukup lelah melihat tingkah kamu yang seenaknya saja. Kamu tahu, anak kamu ini selalu diusir dan bermasalah dengan para tentara muda di gerbang depan."
“Kamu mau tahu karena apa? Didikan kamu ini benar-benar luar binasa. Dia selalu menggoda beberapa tentara baru, atau dia selalu kedapati berciuman di gerbang depan dengan seorang lelaki yang berbeda. Hebat sekali didikan kamu.” Akhtar menatap Raya tajam.
"Mas, kamu nggak adil, harusnya kamu Juga membagi rata kasih sayang kamu juga Mas ke Vebby," bela Raya.
"Kasih sayang?” Akhtar tertawa. “Memangnya kamu sendiri sudah seperti itu dengan Aila?" Raya hanya diam tidak berani menjawab. "Kamu hanya mementingkan kedua anak kamu saja, bukan anak saya," jelas Akhtar yang membuat Aila tersenyum dalam hati.
Papa gue keren abis. Lope sekebon Papa. Batin Aila.
Vebby mendekati Aila, lalu menunjukknya dengan jari telunjuk. “Kenapa harus semuanya kamu. Kenapa harus kamu yang di jodohin sama tentara itu, kenapa perhatian Papa bukan buat aku? Aku benci sama kamu,” teriaknya frustasi.
“Karena gue bukan elo, yang selalu mencari perhatian dengan tingkah centil lo. Karena gue, perempuan baik-baik dan terhormat.” Kata-kata tenang Aila membuat Vebby berteriak histeris, meluapkan amarahnya.
“Masuk kamar kamu Vebby!” Vebby menghentakkan kakinya saat Akhtar benar-benar menyuruhnya masuk.
"Lebih baik tuh, Mama cerai aja dari Papa. Daripada kita sakit hati Ma," kata Vebby tepat di depan Akhtar.
"Kalau itu kemauan kalian. Akan saya kabulkan segera." Raya melotot ke arah Akhtar. Tanpa banyak bicara lagi. Raya menarik Vebby masuk ke kamarnya.
❤❤❤
Sesuai janji Aila tadi. Azlan datang setelah isya dengan baju kasualnya. Celana jins panjang dan kaos oblong warna hijau. Azlan membawa beberapa dokumen. Aila menyerahkan semua data dirinya kepada Azlan. Azlan melihat wajah sendu Aila. Bukan seperti biasanya.
"Kamu baik-baik saja?" Aila mendongakkan wajahnya dan menatap Azlan. Azlan masih menampilkan wajah datar yang membuat Aila ingin mencakarnya manja.
"Mana ekspresinya sih, datar Mulu Mas," greget Aila. Azlan berusaha menahan tawanya melihat ekspresi gemas Aila saat ini.
"Saya pulang duluan. Mana Komandan?" Aila menunjuk dalam rumah dengan jari telunjuknya. "Tidak sopan kamu."
"Maaf Bapak Letnan yang terhormat. Papah." Akhtar keluar dan menghampiri mereka berdua.
"Siap. Ijin mendahului Komandan."
"Iya, silakan."
Akhtar masuk bersama dengan Aila. Akhtar memeluk bahu Aila dan Aila hanya tersenyum manis di depan Akhtar. Akhtar bahagia, anak semata wayangnya itu tersenyum padanya. Raya menghampiri Akhtar dan Aila.
"Aku minta cerai Mas." Raya memandang Akhtar nyalang, berharap Akhtar akan memohon padanya.
"Oke, akan saya urus secepatnya,” jawab Akhtar dengan santainya yang membuat Raya makin sedih. Pasalnya hanya dia sendiri yang mencintai Akhtar, sedangkan Akhtar tidak.
^^^^
