Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 4: Video

Dalam video itu jelas menunjukkan bahwa Cavero diracuni dan dia kesulitan bernapas. Dia terlihat begitu kesakitan dan mencoba untuk bernapas akan tetapi, ketika dia mencoba untuk meraih suatu botol berisi cairan. Salah seorang pria bertopeng hitam yang berbentuk karakter seperti ksatria baja hitam pun muncul dan menjauhkan botol yang mungkin saja berupa cairan penawar racun jauh dari jangkauan Cavero.

Cavero semakin menderita dan kehabisan nafas. Hidungnya mulai mengeluarkan darah dan dalam video itu tidak ada suara sama sekali. Bahkan percakapan pria bertopeng dengan Cavero yang entah apa isinya pun tidak terdengar. Mungkin pengirim sengaja mematikan suara di video demi menjaga privasi dan keamaan si pria topeng hitam.

Di video yang berdurasi selama 10 menit itu juga menunjukkan bagaimana mereka memandikan serta membungkus Cavero dalam sebuah kain putih seukuran tubuh Cavero sebelum mereka mengubur Cavero yang sudah terlihat pucat. Video itu ditutup dengan sebuah pesan berdarah di atas dinding "Who's next?"

"Siapa mereka, kenapa Mama tidak melaporkan ini ke polisi?" Natalie menatap ibu mertuanya heran, "Sudah, mereka mengatakan sudah menyisir area ini setahun yang lalu. Mereka sudah menggali tempat dimana Cavero dikubur akan tetapi, mereka tidak menemukan apa pun." jawab Stacy.

"Itu artinya ini terjadi sekitar setahun yang lalu?? Apa masalah Cavero dengan orang-orang ini?" Natalie merasa Cavero tak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Lalu, Cavero masih hidup setelah semua kejadian ini dan tentu saja itu aneh bagi Natalie. Dia sendiri kini merasa ketakutan apabila Cavero itu ternyata bukan manusia.

"Mama tidak tau, mungkin hari ini itu terjadi lagi karena itu Mama kasih kamu tunjuk video ini, Natalie. Mantan kekasih kamu bermain dengan komplotan yang tidak biasa. Hati-hati, bisa saja mereka mengincar kamu." Stacy memperingatkan Natalie karena dia tidak ingin anak sahabatnya menjadi korban atas perbuatan orang lain. Stacy juga tak ingin apabila Darren bersedih karena kehilangan istrinya seperti ketika dulu dia kehilangan Bella.

Natalie tidak bersikeras ingin mencari Cavero apalagi sampai keluar dari rumah sakit. Dia tau dirinya sendiri saat ini tidak begitu mampu untuk pergi saat ini. Dia lebih memilih tinggal sampai kondisinya mulai membaik.

"Darren, kamu bisa pulang. Aku tidak mau kamu disini." ucap Natalie memelas kepada Darren yang berdiri di depan jendela.

"Apa kehadiranku ini membuatmu semakin sakit, Natalie?" ucap Darren yang terdengar begitu dalam di telinga Natalie, "Tidak, aku hanya tidak ingin kamu lelah menunggu aku. Kamu juga pasti punya pekerjaan." jawab Natalie beralasan padahal dia hanya tidak ingin melihat Darren.

"Kamu istriku, pekerjaan bukan istriku. Jadi, menurutmu mana yang harus aku dahulukan, Natalie?" pertanyaan itu semakin membuat Natalie terpaku, dia kini tak mampu beralasan lagi untuk mengusir Darren keluar, "Apa kamu masih membenciku? Jika, iya katakanlah apa alasannya karena aku sejujurnya tidak membencimu. Jika takdir sudah membawa aku kesini maka, aku tidak akan pernah melupakan hari ini."

"Nikmati selagi ada. Anggap saja kita terjebak dalam jurang dalam yang gelap, kemudian kita menemukan secerca cahaya yang masih membuat kita hidup, ya nikmatilah. Sebelum semua itu sirna dan hidup kembali pada kehampaan. Bukankah jurang yang dalam meskipun gelap lebih baik daripada ruang hampa? Bahkan kita tidak bisa melihat ujung dari ruangan itu." tambah Darren yang membuat hati Natalie terenyuh.

"Aku tau fakta bahwa kita sudah menikah meskipun kita tidak bisa berpisah. Aku tau aku adalah istri kamu dan aku tidak begitu bangga menyebutnya karena aku tidak mencintai kamu, Darren. Kamu akan mengatakan seribu kata bermakna tapi, yakinlah aku tidak akan pernah jatuh di pelukanmu." tegas Natalie yang menghancurkan hati Darren seketika.

"Satu fakta aku masih membencimu karena pertemuan kita berakhir seperti ini." Darren menyeringai mendengar pernyataan itu, "Kenapa? kamu pikir ini lucu?" Darren tak bisa menahan tawanya, "Banyak orang di dunia ini yang mengharapkan bahwa setiap pertemuan akan ada perikatan kemudian tanpa adanya perpisahan. Kamu justru sebaliknya." Darren duduk di samping Natalie dan menatap matanya yang masih sendu.

"Tidak semua orang seperti itu, kan? Aku pun berharap begitu dengan Cavero. Sayangnya, harapan itu tidak terjadi." ucap Natalie sendu.

"Bagaimana jika aku berharap ___" seorang dokter datang dan membuat Darren memotong ucapannya. Dia tidak ingin menganggu dokter yang akan memeriksa keadaan Natalie. "Keadaan kamu sudah mulai membaik tapi, tentu saja terserah kamu ingin pulang atau tidak. Tuan Carter silahkan lewat pintu belakang, ada banyak wartawan disini." Darren mengelus kepalanya karena dia tidak menyukai wartawan yang suka kepo tentang kehidupan pribadinya. Kalau ini menyangkut soal penghulu yang tewas tentu mereka akan mempertanyakan hal itu.

"Baiklah, terimakasih dokter Sanders." ucap Natalie kepada sang dokter yang segera pamit karena ingin melanjutkan tugasnya. "Hmmm, maaf ya. Mereka memang begitu." Darren merasa bersalah karena kehidupan elitenya kadang-kadang menjadi masalah bagi beberapa pihak. Mereka ingin tau tentang bagaimana Bella dibunuh sampai mereka mengetahui profil dan kekayaan Darren.

"Ya sudah kita lewat pintu belakang." Natalie tidak ingin terekam oleh wartawan dan dia juga tidak ingin menyusahkan Darren.

"Apa yang kamu pikirkan ketika kita terjebak dalam pernikahan palsu ini, Nat?" Darren menggandeng Natalie sementara matanya melihat kesana kemari untuk memperhatikan apakah ada wartawan yang mengikutinya atau tidak.

"Aku benci kamu dan aku pikir kamu dibalik semua ini, bukan begitu?" sampai sekarang Natalie pun masih berpikir bahwa Darren lah dalang dibalik semua ini. Natalie bisa merasakan tatapan Darren yang mencintainya akan tetapi, dia tidak ingin tau tentang itu. Sebisa mungkin dia ingin menghindar dan menjauh dari pria itu.

Darren tak menggubris ucapan Natalie karena dia mengerti dengan benar bahwa Natalie masih marah kepadanya. Dia juga tidak ingin menghancurkan mood Natalie. Dia ingin menemukan siapa yang sudah melakukan semua ini kepada istrinya. Mereka sudah berani bermain dengan Darren Carter dan itu berarti mereka siap menerima akibat apa saja yang akan timbul karena telah menganggu kehidupan pribadinya.

Darren kembali ke kantor seperti biasa sedangkan, Natalie berada di rumah mertuanya. Ketika memasuki rumah yang begitu besar layaknya hotel pribadi, Natalie merasa dia pernah kesini sebelumnya dan ketika dia ingat-ingat dia memang pernah kesini dulu ketika masih remaja akan tetapi, rumah ini dulu tak sebesar dan semewah sekarang. Meskipun begitu, tampilannya mewah tapi, ornamen dan dekorasi masih sama seperti dulu. Sepi sekali rasanya ketika awal memasuki rumah ini sama ketika dia memasuki rumah orangtuanya.

Tidak ada siapa pun yang menyambut tak terkecuali para assitent rumah tangga yang selalu ada. Maklum saja, Natalie tidak memiliki satupun saudara karena dia adalah anak tunggal. Dia lebih suka menyempatkan waktu di klinik untuk sekedar meneliti, bekerja atau membaca buku. Dia memiliki banyak teman disana ketimbang berada di rumah. Rumah adalah tempatnya untuk kembali ketika dia rindu akan singgah dan kasih sayang akan orangtuanya. Namun, kini sepertinya dia tidak bisa kembali di titik dimana dia memulai kehidupannya.

Menikah dengan Darren Carter seorang CEO di salah satu perusahaan Carter bukanlah impiannya. Darren adalah seorang pewaris dan pemimpin selanjutnya perusahaan Carter. Meskipun memiliki dua saudara kandung, Darren tetap menjadi calon pemimpin yang baik. Darren juga memiliki banyak prestasi dan dia ternyata memiliki keahlian tersembunyi yaitu menulis sebuah puisi.

Natalie tak sengaja menemukan buku batik Darren yang berisi kata-kata yang indah. Tanpa dia sadari, dia tersenyum tipis ketika membaca salah satu kalimat yang menyatakan 'Bahwa aku sungguh rapuh ketika aku jatuh, namun, kamu mengembalikan aku dalam cinta yang tak terbatas, membentuk aku kembali dalam sebuah ikatan yang tak terbayangkan.'

"Hi, kak Natalie, aku Fransisca." Fransisca menemui Natalie yang sedang berada di kamar Darren. Tidak perlu kenalan pun Natalie sudah tau siapa itu Fransisca namun, dia benar-benar tak pernah berpikir bahwa suatu hari nanti dia akan berakhir menikah dengan kakaknya.

"Hi, apa kabar kamu, Fran?" Natalie menyapa balik Fransisca yang kini sudah menjadi adik iparnya, "Baik, kakak gimana? Jangan sedih ya. Ada aku disini, aku bisa kok temenin kakak jalan-jalan kalau kakak mau." Fransisca menyeringai menawarkan hal tersebut. "Kemana emang?" Natalie mengangkat alisnya penasaran.

Fransisca mendekat dan berbisik ke telinga Natalie, "Ke club. Kakak gak suka Kak Darren, kan? Jadi, kakak bisa cari pria lain yang lebih hottt dan lebih sexy dibanding kak Darren." Natalie tersenyum tipis mendengar hal itu. "Memangnya kakak kamu kurang hot dan sexy ya?" Natalie menatap Fransisca heran.

"Kurang, hahahaha. Dia itu nyebelin, dingin sama wanita, terus abis itu gak ramah lagi. Aku pernah ketemu sama dia di taman, dia gak menyapa aku. Dia terus nyelenong gitu aja, emang dia itu kakak laknat." Fransisca menyumpahi kakak kandungnya sendiri yang membuat Natalie semakin tertawa melebar, "Bukannya dia selalu temenin kamu pas kamu di RS. Kok laknat sih?" Natalie menahan tawanya sebentar dan bertanya balik kepada Fransisca.

"Tapi, dia selalu bilang aku ini anak pungut. Dia selalu nakut-nakutin aku di RS, aku kan panik." jawab Fransisca. Natalie menyadari kehadiran Darren yang terpaku di depan pintu. Kedua mata itu menatap mata Natalie dan senyumnya yang tertahan karena kehadiran Darren. Keempat mata itu sudah menunjukkan adanya suatu ikatan yang kuat. Sayangnya, keegoisan hati yang membentengi semua itu.

"Kamu memang anak pungut, kan Fransisca?" Darren mendekat dan menghampiri adiknya yang sedang duduk santai dan mengobrol dengan istrinya. "Kenapa kakak selalu bilang gitu? Aku ini kan anaknya Mama sama Papa beneran. Ada kok video pas aku dilahirkan." bantah Fransisca memelas, "Iya-Iya mini Stacy." ledek Darren yang memancing emosi adiknya. "Ihh kakak ah kayak tante Jennie aja." ucap Fransisca kesal. Dia tak mau menganggu kedua pasangan baru oleh karena itu Fransisca meninggalkan kamar Darren.

"Kamar tamu sedang dibersihkan, jadi, terpaksa aku harus tidur di kamar kamu. Aku tidak mau menganggu Fransisca juga." ucap Natalie beralasan sebelum Darren bertanya mengapa dirinya ada disini. Darren tak peduli, dia melepas semua bajunya dan tinggal setengah badan. "Awww, Darren what are you doing???" teriak Natalie seketika melihat abs Darren berserta ototnya yang dipamerkan tepat di hadapan matanya.

"Jangan polos kamu, Nat. Lagipula, kita ini sudah sah." Darren semakin mendekat ke arah Natalie yang masih memelototkan matanya karena terkejut, "Suka kan kamu lihat ini, kapan lagi melihat pemandangan pria berotot dengan brewok yang tampan ini." ucap Darren yang sangat percaya diri. "Jangankan kamu yang setengah badan, pria berotot dengan macam-macam otot dan organnya saja sudah aku pernah lihat, Darren." balas Natalie kesal.

"Lah kalau begitu kenapa berteriak seolah kamu ini masih polos." protes Darren, "Ya aku cuma kaget aja, lagian kalau kita ini sudah sah bukan berarti kamu bisa menyentuh aku tanpa izin, paham itu??" tegas Natalie. "Paham, nyonya istri." ucap Darren patuh.

"Kamu tidur aja disana, aku akan tidur di ruang kerja supaya kamu nyaman." ucap Darren setelah selesai mandi dan memakai baju. Natalie masih membaca novel kesukaannya dan sedikit membaca tentang review kerjanya. Dia tak menghiraukan ucapan Darren dan tetap menatap ke novelnya.

"Jujur saja aku tidak membencimu. Kita berdua tidak tau apa yang sedang terjadi. Aku hanya marah akan keadaan yang memaksaku seperti ini. Rasanya tidak adil jika aku terus memperlakukan kamu seperti itu akan tetapi, terkadang aku merasa terbakar dalam penjara dan aku sungguh tersiksa serta terluka." gumam Natalie.

Natalie mengerti perasaan serta keinginannya. Dia ingin semua pernikahan palsu ini segera berakhir karena dia ingin tau apa yang sebenarnya terjadi terhadap tunangannya. Apakah Cavero memang sengaja lari dan bisa saja dia meminta Darren menjadi pengantin pengganti dengan dalih bahwa dia sedang diculik. Natalie lelah memikirkan semua itu, dia bisa menemukan jawabannya nanti, dia ingin menjalani kehidupan ini dulu.

Darren tidak akan mengizinkan Natalie keluar kemanapun tanpa izinnya. Dia juga tidak mengizinkan Natalie untuk mendekati pria lain meskipun sebenarnya Natalie bisa melakukan hal itu. Dia juga tidak ingin apabila seseorang menyakiti Natalie karena jika bisa jujur dari hati yang paling terdalam, Darren telah dimabuk cinta oleh sang dokter.

Seorang dokter muda yang tidak sengaja dia temui waktu itu. Setiap tatapan mata Natalie membuat Darren semakin jatuh hati. Dia ingin mendekat kapanpun dia punya kesempatan. DIa ingin selalu berada di dalam hidup maupun hati Natalie. Harapan itu perlahan terwujud namun, dia khawatir akan sesuatu. Darren beranjak dan pergi keluar dari kamarnya.

Sebelum dia keluar, dia menggendong tubuh istrinya dan menidurkan istrinya di ranjang. Darren juga menyelimuti Natalie yang sudah tertidur pulas setelah membaca bukunya. Darren keluar rumah dan melihat keadaan yang seperti biasa. Dia tidak suka akan hal itu akan tetapi, dia penasaran apalagi yang terjadi kali ini.

Dia turun ke ruang bawah dimana terdapat dua lantai di ruang bawah. Gelap dan Darren berhasil masuk diam-diam. Dia melihat seseorang yang diikat dan disuntik dengan cairan berwarna kuning. Darren bahkan tidak bisa mendengar teriakan pria itu namun, terlihat jelas olehnya bahwa pria itu merasa sangat kesakitan.

Satu hal yang dia ingat tentang pria itu. Dia adalah pria...pria malam itu.

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel