Chapter 2: Surprised Wedding
"Kapan Cavero kemari?" Natalie mempertanyakan kapan Cavero datang dan memberitahu mereka karena Cavero tidak membahas hal itu semalam. "Dia berbicara dengan kami kemaren waktu kamu masih di klinik. Dia berencana melamar kamu dan dia akan mempersiapkan segalanya. Kamu terlihat tidak senang?" Victor mengangkat alisnya melihat tingkah laku putrinya yang aneh.
"Bagaimana aku bisa senang jika semuanya terlihat mendadak seperti ini. Cavero seolah memutuskan semua itu sendiri. Dia sepertinya tidak memberikan ruang untuk bernapas." keluh Natalie, dia menggigit jarinya kemudian duduk di depan ayahnya.
"Bukankah kamu mencintainya, Natalie? Jika terlihat misterius sejak awal mengapa berhubungan dengan pria seperti itu? Hidup kamu penting untuk Papa sama Mama. Jangan sampai salah memilih pendamping apalagi setelah melakukan pernikahan yang sah. Jika tidak yakin, batalkan saja." saran Victor kepada Natalie yang terlihat gugup.
"Iya, sayang. Kamu gak harus menikah dengan seseorang yang sudah kamu pacari selama 2 tahun kalau kamu tidak yakin karena kehidupan pernikahan tidak seperti kehidupan pacaran." tambah Grace yang tidak merubah keputusan Natalie.
Dia tetap teguh dengan jawabannya malam itu. Dia menerima lamaran Cavero karena dia memang mencintai Cavero. Dia juga tidak mungkin menolak lamaran Cavero karena selain merasa bersalah, masih ada cinta di antara mereka dan Natalie akan bersedih jika kehilangan Cavero. Apa yang dikatakan oleh kedua orangtuanya memanglah benar akan tetapi, Natalie ingin melanjutkan pernikahan ini meskipun dia meragukan alasan Cavero yang ingin menikahinya tiba-tiba.
Hari ini pekerjaannya cukup berat karena dia ada rapat dengan para petinggi rumah sakit. Dia juga harus mendengarkan keluhan para pasien pribadi yang komplain perihal dokter kepada dirinya. Dia harus bertemu dengan Darren sekali lagi tepat di tempat kerjanya. Darren tidak sengaja menangkap Natalie yang tersandung ketika keluar dari elevator. Matanya menatap Natalie begitu tajam sedangkan, Natalie masih memasang mata melotot karena terkejut.
"Natalie, kenapa kamu ada disini?" tanya Darren ketika masih mendekap tubuh Natalie. "Eh, aku bekerja disini, kamu ngapain?" Natalie dengan cepat menjauh dari tubuh Darren.
"Dokter disini? Kebetulan aku disini karena adikku lagi sakit," Natalie menatap Darren gugup karena dia merasa ceroboh siang ini, "Elvin yah? Nanti aku rekomendasikan dokter yang terbaik untuk dia.." ucap Natalie.
"Bukan Elvin. Fransisca, dia ada masalah sama asam lambung, cuma gejala. Cuma semalam dia sampai mabuk berat dan muntah-muntah terus karena itu Mama sama Papa ingin dia dibawa kemari. Dia sudah dirawat.." jelas Darren yang ternyata memiliki saudara perempuan, "Semoga cepet sembuh ya, kalau ada apa-apa atau dokternya bersikap kurang baik nanti kamu bisa hubungin aku, kantor aku ada di lantai 3." balas Natalie yang masih terlihat gugup.
"Kenapa kamu gak kasih nomer kamu aja, Natalie..." ucap Darren lirih, dia baru saja mau mendekat dan merayu Natalie untuk mendapatkan nomernya akan tetapi, Fransisca yang lewat berteriak menganggu moment itu, "Kakak kenapa tinggalin aku sendirian, nanti aku diculik gimana?" ucap Fransisca dengan manja, wajar saja begitu dia merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarga Darren dan Darren sangat menyanyangi adiknya terlebih lagi setelah kejadian tahun lalu.
"Mama belum datang, ya?"
"Darren, aku pergi dulu ya, ada urusan mendadak. Fransisca get well soon yah. Jangan lupa minum obat sama istirahat." Natalie pamit dengan senyuman yang membuat Darren patah hatinya karena seseorang telah lepas dari penjara hatinya.
"Gak mau Mama, nanti diceramahin lagi. Lagian dokter Natalie ngapain dia disini???" Fransisca sepertinya tidak asing dengan Natalie karena dia tau namanya. "Oh, dia kan kerja disini." jawab Darren santai, "Bukan itu maksud aku, aku tau dia kepala dokter disini. Dia ramah kok sama pasien disini. Maksudnya kenapa dia ngobrol sama kakak????" Fransisca menyeringai melontarkan pertanyaan itu kepada Darren.
"Ya kebetulan aja. Dah ah kamu istirahat atau ku panggil Mama ini biar kamu diceramahin, mau?" Darren yang kesal dengan godaan adiknya dia pun mengancam Fransisca. "Gak mau, kakak aja. Sus, boleh pulang ya? Kan udah baik-baik aja." Fransisca memelas meminta perawat agar mengizinkannya pulang sementara Darren menatap adiknya sinis, "Heh, sembuh dulu."
Fransisca dipindah di ruang pribadi dan Darren yang menjaga adiknya 24 jam karena dia sadar betul kejadian tahun lalu mungkin saja terulang lagi. Apalagi akar dari masalah yang Darren hadapi belum tuntas. Seperti pohon, dia menyanyangi itu sepenuh hati akan tetapi, kadang-kadang ketika angin berhembus keras dan menjatuhkan salah satu ranting ke arahnya, maka, Darren terluka. Namun, dia tidak ingin membunuh pohon itu.
Dia hanya bisa menatap adiknya yang sedang tertidur dengan tatapan kosong. Sebenarnya ada pengawal di luar kamar Fransisca akan tetapi, sang tuan putri jelas tidak mau tidur sendirian. Darren juga tak mau jika orangtuanya datang karena semua itu akan memperburuk situasi. Ayahnya sudah pasti akan memarahi Fransisca karena mabuk semalaman sedangkan, ibunya akan mengomel dan menasehati ini itu sementara menasehati Fransisca sama sekali tidak ada gunanya.
***
Natalie tidak menyadari bagaimana takdir dengan begitu cepat mempertemukan mereka lagi. Dia merasa seolah takdir sedang mempermainkan hatinya karena itu membuatnya tidak fokus dalam memilih baju pengantin. Cavero sengaja membawa desainer ke rumah Natalie dengan contoh dress pengantin yang cocok untuk Natalie. Karena pernikahan akan dilaksanakan minggu depan, mereka tidak bisa menjahit baju pengantin yang baru oleh karena itu, Natalie hanya bisa memilih baju pengantin yang sudah jadi saja.
Natalie memilih baju pengantin lengan panjang, memiliki desain bunga di bagian tubuhnya dengan sedikit belahan dan open chest. Cavero tersenyum seketika melihat calon istrinya memakai baju pernikahannya. Cavero mendekat dan mencium Natalie, dia mengatakan bahwa dia senang pernikahan mereka akan segera terjadi.
Cavero juga mengajak Natalie untuk memilih souvenir pernikahan dan mengajaknya untuk melihat venue mereka menikah dan melakukan resepsi nanti. Cavero juga menunjukkan dekorasi yang sudah dia pesan tanpa persetujuan Natalie akan tetapi, Natalie bebas untuk mengganti dekorasi apa saja yang dia mau karena Cavero juga tidak terlalu mengerti dekorasi apa yang sekiranya cocok untuk tempat tertutup seperti gedung ini.
Gedung pernikahan itu dilengkapi dengan CCTV canggih serta tingkat keamanan yang tinggi. Layaknya anak presiden, Natalie heran mengapa Cavero memilih tempat yang seperti ini padahal dia itu kan bukan orang yang terkenal. Cavero hidup seakan-akan ada orang yang mengejarnya sehingga dia harus buru-buru menyelesaikan apa yang telah dia mulai.
"Sejak awal kamu gugup, melamar aku dengan tiba-tiba. Tanggal pernikahan tiba-tiba yang ternyata sudah kamu diskusikan dengan Papa Mama aku. Kamu melakukan semua ini untuk apa??? Apa kamu yakin aku adalah wanita yang tepat untuk kamu jadikan istri?" bukan maksud Natalie mempertanyakan dirinya akan tetapi, dia penasaran dengan latar belakang mengapa Cavero melakukan semua ini secara dadakan, padahal kan bisa jeda beberapa bulan sembari pelan-pelan bekerja dan menyiapkan resepsi, nikahan dan rencana honeymoon akan tetapi, jeda itu hanya seminggu itupun untuk melakukan persiapan.
"Aku ingin kamu mendapatkan kepastian. Kita ini kan sudah pacaran, aku sudah melamar kamu dan kedua orang tua kita juga sudah merestui, apalagi yang kamu mau selain menikah?? Kita juga masih saling mencintai kan, Natalie?" Cavero mengelus pipi Natalie yang terdiam mendengar hal itu, "Iya sudah, aku cuma ingin tau. Kamu baik-baik saja, kan?" Natalie menatap Cavero dalam, "Aku baik dan yakin kamu adalah wanita yang tepat untuk aku jadikan istri." tegas Cavero yang memeluk Natalie di dalam dekapannya.
Karena persiapan yang begitu padat sehingga memakan banyak waktu Natalie. Natalie izin untuk libur selama beberapa hari sampai honeymoonnya selesai. Tidak perlu izin sebetulnya, cuma dia hanya ingin tidak hadir saja dan dia sudah mengumumkan itu kepada para pimpinan rumah sakit. Dia dan Cavero memilih makanan dan undangan yang segera mereka sebar baik secara online maupun offline. Mereka juga mengawasi venue dan dekorasi serta mengubah-ubah tatanan sesuai yang mereka inginkan.
Menjelang pernikahan, Natalie tidak bisa tidur karena dia terus terbayang oleh wajah Cavero ketika di pernikahan dan dia tidak sabar rasanya untuk terus bersama dengan kekasih yang selama ini dia cintai. Karena semua itu wajar bagi seseorang yang masih cinta dan akan segera menikah. Siapa orang di dunia ini yang tidak mau dicintai kemudian dinikahi? kan tidak ada. Semua pasti ingin mengikat hubungan mereka lebih erat salah satunya dengan menikah.
Sebelum pergi ke tempat dimana mereka akan menikah. Natalie mempersiapkan diri di rumah. Dia mandi, kemudian para make-up over wajah merias wajahnya dengan indah, dengan sedikit adat Bali. Natalie memakai dress pengantinnya dan dia terlihat sangat cantik dan menawan. Ketika dia turun dari tangga, ayahnya menyambutnya dengan bangga. Dia merupakan anak serta penerus satu-satunya perusahaan Sanford.
"Papa doakan kamu selalu bahagia, Natalie." Victor mencium kening putrinya dan memeluknya karena dia akan segera melepaskan putrinya. "Mama senang akhirnya kamu menemukan cinta sejati kamu kemudian memutuskan untuk menikah, Mama cuma ingin kamu mendapatkan kebahagiaan dan anak-anak yang baik dan banyak." Grace memeluk putrinya sementara Natalie terkekeh mendengar harapan ibunya yang tidak mungkin terjadi dengan cepat.
"Ya itu kan butuh proses, Ma. Cavero tidak boleh menunggu." ucapnya pada ibunya.
Natalie segera masuk ke mobil yang akan mengantarnya ke gedung dimana dia akan melangsungkan pernikahannya dengan Cavero. Dia pikir Cavero sudah pasti menunggu lama disana dan dia sangat tidak sabar serta gugup menghadapi hari ini. Mobil melaju dengan cepat ke tempat pelaminan. Sudah ada banyak mobil yang terparkir. Natalie yang digandeng ayahnya pun masuk akan tetapi, ayahnya menatap Natalie dengan tatapan yang agak panik.
Natalie pun tidak menyadari bahwa yang sedang duduk di depan penghulu bukanlah Cavero melainkan pria lain.
"Papa kenapa?" sepanjang perjalanan menuju ke tempat pelaminan, Victor semakin gugup dan panik. "Kamu harus menikahi pria itu, jika tidak maka, hal buruk akan terjadi." ucap Victor terbata-bata. Natalie masih mencoba mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh ayahnya karena dia sudah pasti akan menikah dengan pria yang duduk di hadapan penghulu karena itu adalah Cavero.
"Ya iyalah, Pa. Aku kan sudah menerima lamaran Cavero dan dia yakin aku adalah wanita yang tepat untuknya." Victor mencubit tangan anaknya, "Dia bukan Cavero, lihat ini." dengan pelan Victor mengeluarkan ponselnya dari dalam sakunya. Victor menunjukkan sebuah video yang baru saja pengawalnya kirim. Natalie yang melihat itu sembari berdiri dan berjalan serta mendekat ke arah pria itu pun kini merasa gugup dan jantungnya berdegup kencang.
Dia shock seketika, sangat shock. Namun, Natalie tidak bisa memperlihatkan ekspresinya ketika semua orang berharap dia akan bahagia hari ini. Nyatanya semua itu hancur seketia dia tau bahwa dia terpaksa harus menikahi pria itu demi menyelematkan Cavero. Video itu memperlihatkan Cavero sedang disiksa dan apabila Natalie tidak menikahi pria itu maka, Cavero akan segera mati saat itu juga.
Natalie terpaksa dan dia harus terjebak dalam pernikahan ini selama beberapa bulan nantinya. Dia duduk di samping pria itu, ketika pria itu menolehkan kepalanya, Natalie mengenali wajah itu, pria itu adalah pria yang menerobos masuk ke kliniknya dan memohon pertolongannya. Siapa lagi kalau bukan Darren, bahkan dia memasang wajah tak bersalah karena menikahi Natalie. Natalie berteriak dalam hati karena dia mengutuk Darren. Dia juga menganggap bahwa semua pernikahan palsu ini adalah rencana Darren. Menurut Natalie, Darren mungkin saja jatuh cinta saat itu dan karena kegilaannya itulah dia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan Natalie.
"Apa-apaan ini, Darren?" Natalie mencoba berbisik dan membatalkan pernikahan itu jika dia bisa, dia juga tidak mau mempermalukan keluarganya. Ayahnya sudah berpesan agar Natalie tidak membatalkan pernikahan ini demi menjaga nama baik keluarganya.
"Kamu harus menikah atau Cavero akan dibunuh, acara ini sedang disiarkan langsung. Entah siapa yang meminta ini akan tetapi, pernikahan ini tidak bisa batal, Natalie." Victor mendekat dan berbisik di telinga Natalie. Bagai petir di siang hari, Natalie pun terjebak dalam situasi ini. Dia harus menikahi orang asing dan pernikahan ini disiarkan secara langsung. Untuk tujuan apa semua ini, Natalie tak habis pikir dan dia hampir saja meneteskan air matanya akan tetapi, dia harus kuat menghadapi semua ini demi keselamatan Cavero.
"Baiklah, saya akan memulai pernikahannya," deg....deg...deg, jantung Natalie mulai berpacu dengan cepat, dia tidak mengerti mengapa dia mau menikah dengan pria yang baru saja dia kenal kemaren. Kini Natalie sangat membenci wajah Darren karena dia pikir Darren lah yang merencanakan semua ini.
"Darren Carter, bersediakah kamu menjadi suami dari Natalie Sanford?" penghulu itu bertanya kepada Darren untuk mulai mengikat dirinya dengan Natalie, "IYA." tegas Darren yang tampaknya tidak merasa bersalah karena duduk di kursi seseorang yang seharusnya menikah dengan Natalie akan tetapi, Cavero menghilang dan sepertinya sedang diculik.
"Natalie Sanford, bersediakah kamu menjadi istri dari Darren Carter?" Natalie terdiam, terpaku, dan dia tak bisa berkata-kata. Tatapannya begitu membeku, berbeda dengan Darren yang terlihat sumringah. Dia tidak mau menjawab dan ragu untuk menjawab tidak.
"Natalie Sanford, apakah anda bersedia menjadi istri dari Darren Carter?" penghulu pun bertanya lagi karena Natalie sempat terdiam begitu lama. Dia mengehela napas dalam-dalam...
To be continued...
