Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 1: Stranger

Natalie Sanford adalah anak satu-satunya Victor Sanford and Grace Sanford, pemilik rumah sakit internasional di Bali. Natalie bekerja sebagai seorang kepala dokter dan salah satu direktur rumah sakit. Dia memiliki klinik praktek sendiri di sekitar rumah pribadinya. Natalie suka melakukan penelitian di rumah itu akan tetapi, dia masih tinggal bersama dengan bersama dengan orangtuanya. Dia tidak ingin meninggalkan orangtuanya sendirian tanpa kehadirannya.

"Natalie, bagaimana dengan tugas hari ini?" salah seorang dokter senior menghampiri Natalie dan mempertanyakan perihal pekerjaan Natalie.

"Sudah, tim analisis hanya mengatakan bahwa dia menderita kanker otak. Namun, kami menemukan peluru jenis baru yang bersarang di kepala Feni." jelas Natalie.

"Apa yang membuat dia meninggal? Peluru atau kankernya? Karena dia tidak pernah memeriksakan diri ke rumah sakit, tidak ada rekam medis dan dia tinggal sendirian di desa. Dia meninggal secara misterius di rumahnya. Ketika rumahnya sedang terkunci, bagaimana mungkin orang bisa masuk dan menembak kepalanya?" karena belum mendapat kejelasan, dokter Aslan pun bertanya.

"Tidak ada yang lain, dokter. Tubuhnya bersih, hanya terdapat sedikit sel kanker di dalam tubuhnya, jadi, dia meninggal karena pelurunya." Aslan terlihat tidak puas dengan jawaban Natalie, dia berdecak kesal, "Lain kali, yakinlah pada jawabanmu, Natalie. Kita akan berperang untuk mendapatkan keadilan yang sesungguhnya. Satu kesalahan kecil bisa mempengaruhi hasil yang akan kita dapatkan." Aslan tersenyum menyeringai dan memberi semangat kepada Natalie mau membantu timnya untuk melakukan penelitian ini.

Natalie telah memberikan klinik itu sepenuhnya kepada gurunya, Aslan. Dia sebetulnya tidak berminat untuk mempelajari lebih banyak tentang tubuh manusia yang terlalu complex menurutnya. Dia cukup menjadi dokter umum saja kadang-kadang merasa pusing dengan para pasien pribadinya yang sangat bandel. Meskipun, Natalie masih memiliki kepemilikan atas bangunan itu dan dia juga masih praktek disana, tetap saja dia memberikan kebebasan untuk penelitian Aslan.

Usia Natalie masih cukup muda yaitu 23 tahun dan di usia mudanya dia sudah mendapatkan kepercayaan dari ayahnya untuk memegang kendali rumah sakit. Sanford memiliki bisnis lain seperti club, sekolah internasional bahkan mereka memiliki Villa dan resort di Bali. Natalie bekerja dan menyenangkan dirinya sendiri, dia memiliki seorang kekasih bernama, Cavero. Seorang pria yang membuat dirinya jatuh cinta waktu mereka bertemu di perkebunan 3 tahun yang lalu. Cavero bekerja sebagai seorang pengusaha minyak goreng dan memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri.

Hubungan mereka berjalan dengan baik, sebuah long-term relationship yang terjalin. Tidak ada konflik yang banyak antara Natalie maupun Cavero. Mereka selalu menjalani pekerjaan dan studi mereka masing-masing. Intinya bagi Natalie hubungannya dengan Cavero hanyalah untuk sekedar menjalin keintiman bersama dan berbagi kasih serta solusi. Keduanya tidak pernah saling ikut campur dalam pekerjaan masing-masing. Natalie juga tak terobsesi untuk mengetahui bisnis apa yang kini sedang dijalankan oleh Cavero baik Cavero yang tidak mau tau dengan apa yang dilakukan oleh Natalie.

Ketika mereka bertemu, mereka sering bergantian untuk mentraktir, kadang makan siang kadang makan malam. Mereka selalu bercerita tentang keluarga mereka dan sering membahas tentang film ataupun lagu yang mereka sukai. Menurut Natalie, Cavero adalah tipe pacar yang sangat sederhana, dia tidak pernah melibatkan orang lain dalam hubungan pribadinya. Cavero juga tipe pria yang membedakan antara urusan pribadi dan pekerjaan.

"Natalie, I know I love you and so are you. Tapi, malam ini akan menjadi malam yang spesial untuk cinta kita karena aku ingin memulai sesuatu yang baru dengan langkah yang seru. Will you marry me?" Cavero menunduk di hadapan Natalie yang sedang duduk di kursi. Mereka berada di tengah-tengah tamu restaurant yang lain dan jantung Natalie berdebar-debar dengan cepat, dia sangat gugup untuk menjawab permintaan kekasihnya.

"YESSS!!!" seru Natalie dengan kegirangan, Cavero spontan memeluk kekasihnya dan para pengunjung yang menyaksikan itu pun bertepuk tangan.

"Aku gak nyangka kamu akan melamar aku secepat ini, kenapa terburu-buru karena waktu itu kamu bilang kamu tidak siap, Cav?" Natalie kembali duduk dan melanjutkan makan.

"Aku cuma ingin kamu bahagia, kamu jangan khawatir. Persiapan pernikahan tidak akan lama." Cavero menyentuh pipi Natalie, tangannya terasa begitu dingin dan Cavero juga terlihat berkeringat padahal restoran dilengkapi dengan air conditioner.

"Kamu kenapa?" Natalie melotot menatap kekasihnya, "Gak, gak apa-apa. Kamu makan aja makanannya, nanti dingin." jawab Cavero terbata-bata.

Natalie tak ingin telalu peduli dengan hal itu akan tetapi, dia menyadari sikap Cavero yang aneh malam ini. Cavero tidak pernah bersikap seperti itu sebelumnya dan sikap Cavero malam ini juga aneh. Cavero melamar Natalie secara mendadak dan tiba-tiba, memang itu sebuah kejutan akan tetapi, sikap Cavero setelahnya membuat Natalie merasa aneh. Cavero tidak pernah bekeringat dan merasa gugup setiap kali mereka berkencan. Cavero juga tidak pernah berbicara terbata-bata dan tidak jelas.

"Kamu ada masalah apa sih?" Natalie melihat sikap Cavero yang semakin panik ketika melihat ponselnya, "Aku harus pergi, sayang. Kamu bisa kan pulang sendiri? Aku pastikan akan menikahi kamu secepatnya." Cavero dengan terburu-buru mencium kening Natalie dan meninggalkan tunangannya di restoran sendirian. Cavero terlalu panik dan dia bahkan belum sempat memakan makanannya.

Natalie tidak bisa mencegah kepergian Cavero. Dia sudah mengirimkan pesan kepada Cavero tentang apa yang sedang terjadi saat ini dan kenapa Cavero begitu gugup malam ini. Namun, tidak ada balasan apa pun sampai Natalie sampai di tempatnya bekerja. Dia sengaja tidak pulang malam ini karena masih ada yang harus dia kerjakan. Tertulis dengan jelas di plakat depan gerbang klinik milik Natalie, 'dr. Natalie Carter, personal doctor'.Natalie membuka gerbangnya secara otomatis dan dia mengunci kembali tempat itu.

Natalie harus menyelesaikan pekerjaannya malam ini karena besok dia sudah mulai berhadapan dengan pasien lagi. Dia masuk ke ruang pribadinya dan membuka laptopnya untuk melihat data dan membalas email yang masuk. Dia meminta ARTnya, Sarni untuk membuatkan teh. Dia melihat tidak ada yang banyak untuk dikerjakan karena itu Natalie sampai tertidur. Dia terbangun ketika mendengar suara teriakan seorang pria di depan ruangannya.

"DIMANA SANG DOKTER, HUH???!!!" lelaki itu menaikkan nada suaranya dan dia berteriak kepanikan. Natalie yang sudah terlanjur bangun pun keluar dan menghampiri sekelompok pria yang berdiri tepat di hadapan Sarni.

"Siapa kalian? Apa mau kalian kemari?" Natalie menutup pintu ruangan pribadinya, "Siapa dokternya?" pria yang berada di barisan depan pun spontan bertanya, "Saya dokter, kenapa masuk tanpa izin? Apa kalian tidak lihat tempat ini sudah tutup?" protes Natalie yang tidak menyukai jika ada yang memasuki tempatnya tanpa izin.

"Kamu harus mengobati dia sekarang!! Dr Natalie Sanford!!" bentak pria itu yang membuat Natalie sedikit terkejut karena pria itu semakin mendekat ke arah wajahnya. Nafasnya saja terasa hangat di hidung pria itu. Natalie sempat menatap pria itu, kosong. Namun, dia harus segera mengobati seseorang yang terluka dan dibawa oleh segerombol pria yang di pimpin si pria barisan depan.

Natalie segera menyuruh para pria itu untuk membawa yang terluka ke dalam ruang gawat darurat. Natalie melihat luka pria yang sedang dirawatnya, sepertinya habis ditikam. Kondisi pria itu juga sudah kehilangan banyak darah yang membuat sang ketua kelompok rela mendonorkan darahnya tanpa banyak darah karena di klinik Natalie memang tidak menyediakan banyak darah.

Dengan pelan Natalie menyuntik tangan pria itu untuk mengambil darahnya, "Siapa nama kamu? Kamu sudah menerobos masuk tanpa izin." ucap Natalie terdengar masih kesal. Pria itu menatapnya tajam, dia bahkan tidak suka ketika Natalie mengucapkan hal tersebut, "Aku tidak butuh izin untuk masuk kesini, apalagi ke dalam dirimu, dokter. Jangan banyak bertanya." Awalnya pria itu mengucapkan dengan tegas kemudian dia merintih seperti sedang kesakitan dan hal itu cukup membuat Natalie terkekeh geli.

"Hahaha, sakit ya? Kalau aku gak tau siapa nama kamu ya bagaimana aku bisa merawat kamu dengan baik?" Natalie menyeringai menatap pria yang masih terbaring memproses darahnya keluar, "Tidak perlu nama untuk merawat seseorang, dokter." jawab pria itu dengan santainya. "Tidak adil jika kamu tau namaku dan aku tidak tau namamu." ucap Natalie sembari melepaskan peralatan di tubuh sang pria.

"It's Mysterious. Panggil saja mistik." jawabnya dengan santai. Setelah transfusi darah, pria itu pun segera pergi tanpa meninggalkan jejak apapun. Setau yang Natalie ketahui dari percakapan para pria yang dibawa si Mistik ini bahwa orang yang sedang dia rawat saat ini adalah adik si Mistik.

Baru kali ini Natalie dibuat penasaran dengan nama seseorang yang sebenarnya. Dia selalu tau siapa pasiennya dan darimana mereka berasal. Meskipun itu bukan suatu hal yang wajib untuk dikatakan akan tetapi, mereka bisa saja masih punya hubungan kekeluargaan jauh atau tempat mereka yang berdekatan hanya untuk sekadar tau saja tidak lebih. Dia ingin membangun perkenalan dengan para pasiennya atau keluarga pasien akan tetapi, mistik masih ingin jadi misteri yang mungkin Natalie temukan jawabannya atau bahkan tidak sama sekali.

Namun, terlepas dari perkenalan yang membagongkan seumur-umur yang pernah dia alami. Dia tetap merawat adik si mistik dengan baik. Pria itu hampir saja kelihangan wajahnya karena wajahnya babak belur penuh darah, perut bagian kiri ditusuk dan Natalie telah menyimpan pisau yang tadi dia lepas dari perut adik mistik.

Mereka benar-benar misterius, tidak ada suara bahkan sebelum Natalie sempat keluar dari ruangan pasien. Dia takut jika terjadi sesuatu padanya terutama karena tidak ada siapa pun disini selain dirinya dan Sarni. Dia mencoba untuk tetap tenang dan keluar ruangan untuk menemui mistik, pria berbadan kekar, tinggi, berotot, memiliki mata coklat yang cukup mencolok dan brewok agak tipis. Natalie tidak bisa mengalihkan matanya ketika surga dunia saja ada dihapannya.

"Keadaannya sudah membaik, jika ingin pindah ke rumah sakit pribadi juga boleh. Saya harus pergi dulu." pamit Natalie karena dia tidak bisa berlama-lama di ruangan itu. Natalie yang sudah membalikkan badannya pun terkejut ketika Mistik meraih tangannya dan menahan pergelangan tangannya. Dia memalingkan mukanya sinis, "Apa lagi?" tanyanya. "Terima kasih kamu sudah membantu, cuma disini lah tempat yang tepat." pria itu tersenyum menyeringai.

"Tidak masalah," jawab Natalie ketus. "Darren, it's Darren." Natalie yang hendak memalingkan wajahnya pun kembali menatap Darren memberitau namanya yang sebenarnya. "Nah gitu dong, biar impas. Nice to meet you, semoga cepat sembuh. Siapa dia?" Natalie masih penasaran dengan latar belakang Darren. "Dia adikku, Elvin namanya. Kapan bisa selesaikan administrasinya?" Darren tentu harus membayar keributan tengah malam yang telah dia perbuat di klinik Natalie dan meminta maaf.

"Tunggu saja besok susternya datang. Nanti kamu akan membayar padanya. Aku harus pergi." ucap Natalie pamit akan tetapi, Darren seolah tak mau melepaskan pergelangan tangannya, "Sudah kamu pastikan dia baik-baik saja, kah?" Tatapannya benar-benar membuat Natalie mematung, bahkan Cavero tidak pernah menatapnya dengan tatapan tajam yang erotis seperti Darren. Hal itu cukup membuat Natalie merasa gugup, "I-ya iya tentu saja. Apa mau kamu lagi?" Tak ingin terus tertahan, Natalie pun sekalian bertanya agar nanti dia bisa pergi dengan tenang.

"Tidak ada." Darren menyeringai melepaskan pergelangan tangan Natalie. Jantungnya terus berdegup kencang seolah dia telah menemukan seseorang untuk jatuh cinta. Namun, Darren tidak yakin apabila dia bisa mendapatkan wanita itu.

"Apakah dia punya kekasih?" salah satu orang terdekat Darren bernama Dio menatap Darren dengan heran, "Tentu saja, boss. Apa boss tidak tau kekasih siapa dia?" Darren menatap Dio dengan kesal karena jawabannya yang bertele-tele, "Siapa, Dio?" Darren mengangkat alisnya penasaran, "Tadi ituloh, boss." tanpa menyebutkan nama, tanpa menyebutkan sebuah clue, Darren mengerti yang dimaksud oleh si Dio.

Keesokan harinya, Darren membayar kepada suster yang berjaga di bagian administrasi. Darren melihat Natalie yang terburu-buru keluar dari ruangannya dan keluar. Dia juga melihat ada pria tua lain yang keluar dari ruangan Natalie padahal semalam Darren tidak melihat pria itu masuk. Darren sebenarnya ingin menyapa Natalie apalagi setelah bantuannya semalam, akan tetapi, Natalie begitu buru-buru pergi.

Darren ingin memindahkan adiknya ke rumah sakit pribadi namun, betapa terkejutnya dia ketika melihat Elvin kembali memakai kaosnya dan terlihat seolah sedang baik-baik saja. Elvin sepertinya memaksa perawat untuk membantunya bersiap karena Darren melihat ada seorang perawat yang berdiri di samping Elvin dan terlihat lugu.

"Elvin, apa yang kamu lakukan??" Darren berteriak memarahi adiknya, "Tidak ada." Elvin menatap kakak kandungnya dengan tatapan yang ngeri, sedikit senyum dan sepertinya tak menyesal dengan apa yang sudah terjadi semalam.

***

"Selamat datang, sayang. Papa sama Mama sempat nunggu kamu semalam, kenapa kamu tidak bilang?" Natalie sama sekali tidak mengerti dengan ucapan ayahnya, dia tidak mengatakan tentang apa?

"Apa maksud, Papa?" Natalie lantas bertanya, "Kalau kamu akan menikah minggu depan?" Natalie melotot terkejut, dia tak habis pikir Cavero akan mempercepat pernikahannya, "Siapa yang bilang sama, Papa?" Natalie masuk dan duduk di sofa ruang tamu, "Cavero, dia sudah meminta izin Mama dan Papa. Pernikahan kalian akan diadakan di gedung Jeruk minggu depan. Dia akan menyiapkan segalanya mulai dari venue, WO, dress, make up dan lain-lain."

Natalie benar-benar terkejut. Bahkan semalam Cavero belum sempat membahas semua itu dengan dirinya. Bagaimana bisa ayahnya lebih dulu tau tentang hal ini???

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel