Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

WELL COME IN JOGYA

Sejak sore kemarin Dhika bersih bersih kamar kostnya.Untung ia sudah beli ranjang baru gantikan ranjang yang patah.

"Mungkin Kim nggak tidur disini Dik, tapi di hotel sana," kata Beno melihat Diki bersih bersih kamar kostnya.

"Paling tidak kan mampir, nanti kalau dia mau tidur di hotel atau di stasiun sana urusan belakang."

"Teganya Dik, mentang mentang Kim tentara," kata Beno.

*****

Pukul lima sore Dimi ke bandara jemput Kim. Karena diperkirakan ia bawa koper gede, Dimi jemput tidak pake sepeda motor sendiri, tapi diantar Beno.

Rupanya Beno penasaran juga mau liat seperti apa tongkrongan Kim. Foto profil di Facebook itu dibuat tiga tahun lalu, bisa jadi sekarang ia gemuk atau gimana gitu.

Bukan bermaksud mendoakan jelek. Beno khawatir aja bila kemungkinan buruk itu sampai terjadi. Konon katanya orang cina suka makan yang berlemak.

"Santai aja Dik, duduk manis. Jangan kaya orang kebelet gitu," kata Beno melihat Diki mondar mandir kaya orang kebelet.

"Kamu nggak ngerasain sih Ben, kalau dibawa duduk manis jantung makin berdebar debar."kata Diki serius.

Beno menahan tawa melihat wajah Diki tegang banget.

*****

Pesawat chatay air line penerbangan Korea - Jogya mendarat di bandara internasional Jogya.

"Ayo Dik, kita kan disuruh nunggu di pintu keluar," kata Beno.

"Sebentar Ben, kakiku gemetar," kata Diki dengan suara parau.

Kali ini Beno tidak bisa menahan tawa melihat kaki Diki gemetar.

"Maaf Dik!," kata Beno seraya menampar pipi Diki cukup keras. Usaha Beno berhasil, kaki Diki berhenti gemetar seketika.

Mereka berdua menunggu di pintu keluar bersama penjemput lain. Satu persatu penumpang Chatay air line keluar dari pabean. Jantung Diki mulai berdebar debar lagi.Tubuh panas dingin.

Dari kejauhan seorang cewek melambaikan tangan kearah mereka berdua, mereka pikir ia melambaikan tangan pada orang lain karena Diki tidak mengenalnya, apalagi Beno.

Cewek itu mengenakan stelan jeans dengan kaos putih bergambar lambang perdamaian, dibalut long jacket, mengenakan sepatu casual.Berkacamata hitam, rambut lurus terurai sebatas bahu.

Tidak seperti penumpang wanita lain yang

tampak feminim dengan pakaian trendy menarik koper, wajah dipoles make up, wanita itu terkesan tomboy, menyandang ransel tentara model karung.

"Diki....!" seru wanita itu seraya berlari kecil menghampiri Diki.

Selagi Diki masih bingung karena belum juga mengenalinya, wanita itu memeluk dan mencium bibirnya tanpa merasa risih didepan umum.

Beno dan Diki terkejut begitu wanita itu membuka kacamata hitamnya. Jantungnya nyaris jatuh dilantai kalau tidak ditahan tali yang namanya urat.

"Ya Allah ya Rob.....Kim."

"Ya, aku Kim kekasihmu."

Hati Diki meleleh mendengar itu sementara Beno kebelet pipis tiba tiba.

"Bagaimana perjalananmu?" tanya Diki setelah mereka meluncur dalam taxi menuju tempat kostnya, sementara Beno pulang dengan sepeda motornya.

"Cukup melelahkan. Tapi nggak apa apa, kan ada yang janji mau mijitin kalau aku kecapekan."

Diki tersipu malu, Kim masih ingat gurauan Diki saat ia masih di Abuja.

"Diki, kamu kenapa, sakit. Wajahmu pucat gitu?" tanya Kim sambil memegang dagu Diki dan menatap wajahnya dengan seksama.

"Nggak sakit, cuma nervous."

"Nervous kenapa?"

"Nervous mau ketemu kamu."

Kim memutar tubuh, menarik kepala Diki dan kembali mencium bibirnya.

"Edan, aku ini dianggap patung apa ya?" gerutu sopir taxi melihat penumpangnya dari kaca spion dalam tengah berciuman.

Sampai ditempat kos para tetangga tercengang melihat Kim benar benar datang dari Korea.

Wajah Kim berubah kusam seketika begitu masuk tempat kost Diki. Beberapa saat lamanya ia diam sambil memperhatikan sekeliling ruangan selebar 4 X 4 meter tanpa sekat.

"Toiletnya mana?" tanya Kim.

"Disana, kalau mandi gantian. Namanya juga tempat kost."

Kim hanya mengangguk angguk.

"Kamu mau ke toilet?"

Kim menggeleng.

"Ini uniform apa?" tanya Kim menunjuk jaket warna hijau bertulisan gojek.

"Itu seragam kerja. Kalau lagi kerja wajib dipakai."

"Kerja kamu apa?"

"Driver gojek."

"Driver gojek,pekerjaan macam apa itu."

"Bicycle taxi."

"O.....seperti di Thailand."

"Kamu pernah tugas di Thailand?"

"Sudah. Mengawal pemulihan peralihan perang saudara. Saat itu aku memanggul senjata.

Kenapa kamu tinggal disini?"tanya Kim heran. Ia pikir Diki tinggal di apartemen atau apalah yang lebih besar.

Diki cerita tentang masa lalunya.

Diki anak kedua dari dua bersaudara. Dulu ayahnya punya rumah. Namun karena ayahnya suka main judi, rumah itu akhirnya terjual karena hutangnya dimana mana.

Setelah rumah terjual, ibunya meninggal. Setahun kemudian kakaknya juga meninggal.Ayahnya bukannya insyaf, tapi makin menjadi jadi berjudi. Hingga suatu ketika ayahnya tewas dihajar dept kolektor.

"Kamu umur berapa waktu itu?"

"Kelas dua SMA. Aku kemudian ikut nenek.Satu bulan setelah lulus SMA, nenek meninggal."

"Kamu lanjut kuliah?"

"Tidak. Aku kerja di pabrik susu di Tangerang, Jakarta. Satu tahun kemudian aku pacaran dengan teman sesama karyawan, namun pacaran kami kami hanya bertahan satu tahun. Dia lari dengan lelaki lain."

Kim dapat merasakan bagaimana perasaan Diki saat ditinggal pacarnya Ia ikut terbawa perasaan.

"Ok, Dik. Aku harus mandi, sejak pagi aku belum mandi."

Diki buru buru mengambil handuk yang baru dibeli sore kemarin dan sudah disemprot parfum.

"Ini handuknya."

Kim tersenyum geli melihat tingkah Diki yang lucu.

"Aku mau mandi di hotel aja.Antarkan aku ke hotel terdekat."

*****

Diki mengantar Kim ke hotel Fortuna di kawasan Malioboro mengendarai sepeda motornya.

"Mas Diki dapat penumpang turis asing terus ya. Cair ni," kata pelayan hotel yang sudah akrab dengannya karena ia sering ngantar turis asing dari dan ke hotel tersebut.

Diki hanya senyum senyum. Pelayan hotel melongo melihat Dimi ikut masuk kamar. Ia pikir Kim adalah penumpangnya.

"Rupanya Diki dapat gebetan turis Cina," gumam pelayan hotel.

Setengah jam berselang Diki dan Kim keluar lagi tapi hanya jalan kaki.Ia mau membawa Kim jalan jalan ke Malioboro.

Sepanjang jalan menyusuri trotoar Malioboro, Kim tidak henti hentinya berdecak kagum akan beragam cinderamata yang ditawarkan.

Mereka berhenti dan nongkrong di alun alun Utara makan jagung bakar dan minum wedang ronde.

"Ini minuman apa kok rasanya hangat gini," tanya Kim

"Wedang jahe. Bahannya pakai rempah jahe, bagus untuk kesehatan."

Pukul sepuluh mereka kembali ke hotel jalan kaki lewat trotoar Malioboro. Toko toko sudah tutup, giliran berbagai kuliner buka lesehan. Beberapa pengamen dengan beragam genre siap menghibur pelanggan warung lesehan ala Malioboro

Kim dan Diki duduk disalah satu warung lesehan mencicipi masakan khas Jogya, gudeg. Usai makan mereka baru kembali ke hotel.

"Capek banget Diki, kamu janji mau pijitin aku kan!?"

Diki hanya mengangguk, padahal waktu itu ia hanya bercanda.

Diki ke toilet cuci muka dan kaki. Ketika keluar dari toilet ia terperanjat melihat Kim telungkup siap dipijit,tapi ia hanya mengenakan pakaian dalam tanpa kain layaknya kebanyakan orang di Jogya bila dipijit.

"Ayo Diki, nanti aku ketiduran," desak Kim.

Diki mengambil hand body untuk memijit. Mulanya tangan Diki gemetar saat mulai memijit. Namun lama lama biasa.

Tiba tiba Kim terlentang, menatap Diki penuh makna. Jantung Diki9 terpacu hebat. Bibir bergetar. Ia jadi salah tingkah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel