Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

TO KOREA

Seperti kebanyakan etnis Cina pada umumnya, Kim pun senang bermain main dengan angka. Ia membuat itung itungan biaya pembangunan rumahnya di Jogya. Ia berkesimpulan bahwa Diki jujur dan amanah.

Satu juta US Dollar yang ia kirim ke Diki baru terpakai separuhnya sementara rumah boleh dibilang sudah selesai.

"You're crazy Kim, you're already so intoxicated that you're willing to send one million dollars to Diki," kata Norman saat Kim mau transfer uang itu beberapa waktu lalu.

Kim maklum kalau Norman masih menyangsikan kejujuran Diki.

Sekarang dengan bangga Kim menunjukkan bukti bahwa Norman salah.

"Aku nggak percaya kalau masih ada lelaki bodoh seperti Diki."

"Maksudmu!?" tanya Kim dengan nada tinggi.

"Jujur kalau aku dan banyak laki laki lain tentu akan menggunakan uang itu untuk senang senang."

"Jadi menurut kamu kejujuran Diki itu sebuah kebodohan. Aku tidak terima. Sekali lagi kamu bilang Diki bodoh, aku hajar kamu," ancam Kim serius.

Norman ketakutan. Spontan minta maaf pada Kim. Belum pernah ia melihat Kim marah seperti itu. Entah kenapa Norman takut pada Kim.

*****

Malam itu setelah vidio call hampir satu jam dengan Diki, menjelang tidur perasaan Kim gundah gulana. Kerinduannya pada Diki membuncah membuatnya susah tidur. Kim bangkit. chat Diki.

"Sayang, aku rindu. Bisakah kamu datang ke Korea?"tulis Kim.

"Bisa, tapi gimana caranya?"

"Urus paspor dan visa lewat belakang aja biar cepat. Kalau lewat jalur resmi lambat, bisa sampai satu bulan."

"Oke. Besuk aku urus. Aku juga merindukanmu."

Kim memeluk ponselnya sambil merebahkan badan di ranjang. Ia tertidur dengan senyum mengembang menjemput mimpi menyambut kedatangan Diki.

Seminggu berselang untuk pertama kalinya Diki melakukan perjalanan ke luar negeri.

Kebetulan sebelum berangkat ia berkenalan dengan David, seorang mahasiswa asal Indonesia yang akan pergi ke tujuan sama.

"Tenang aja mas. Nanti kalau sampai disana dan Kim tidak bisa jemput karena tugasnya, mas tinggal di apartemen saya dulu."

"Terimakasih banyak Vid."

"Saya sudah biasa membantu orang dari negara kita mas."

Pesawat mendarat di bandara Incheon. Diki tidak berani jauh jauh dari David takut kalau tidak dijemput Kim.

Begitu melewati pintu pabean, wajah Diki ceria melihat Kim berlari kecil menyambut kemudian menghujani ciuman bertubi tubi.

David tercengang melihat Kim yang cantik, bagaimana dia bisa jatuh cinta sama Diki yang hanya tukang ojek itu.

"Kenalkan, ini David, teman seperjalanan dari jogya."

Kim dan David berjabat tangan dan basa basi seperlunya. Selanjutnya mereka berpisah.

Kim memanggil taxi minta diantar ke western Dongdaemun apartemen.

"Gimana perjalanannya?" tanya Kim dalam perjalanan menuju apartemen.

"Lumayan capek. Aku tadi cemas kalau kamu nggak bisa jemput."

Kim tidak menjawab. Ia memeluk dan merebahkan kepala di dada Diki membuat sopir taxi mesem mesem.

Taxi berhenti didepan western Dongdaemun apartemen. Mereka turun dan masuk apartemen.

Mungkin western Dongdaemun apartemen termasuk apartemen kelas menengah kalau melihat kondisi fisik bangunannya.

Di tempat parkir hanya tampak beberapa buah mobil. Itu pun mobil biasa.

Diki tidak melihat anak anak maupun remaja seperti apartemen di Indonesia. Rupanya mereka lebih banyak diam dalam apartemen masing masing dari pada diluar.

Diluar hanya tampak satu dua orang mungkin mau ke super market atau keperluan lain.

Kim dan Diki naik ke lantai tiga room 25. Begitu masuk Diki disapa oleh harumnya aroma pewangi ruangan. Tempatnya bersih, rapi.

Kalau melihat didalam seperti ruangan sebuah rumah kontrakan dengan satu kamar seperti layaknya rumah kontrakan di Indonesia. Ada dapur, ruang tamu dan bathroom.

"Bagaimana sayang, senang tinggal disini?" tanya Kim memanja seraya duduk di pangkuan Diki yang duduk di sofa.

"Selama masih bersama kamu, tinggal dimana saja aku senang."

"Honey, you always make my heart melt,"kata Kim.

Kim tidak kuasa lagi menahan kerinduannya, Ia lumat bibir Diki hingga susah bernafas, selanjutnya senyap. Tinggal helaan nafas yang saling berpacu.

*****

Menjelang malam Kim membawa Diki jalan jalan menyusuri Ewha womens university street. Meski pun tempat ini lebih cocok untuk kaum perempuan tapi Diki merasa senang. Apalagi barang barang yang ditawarkan murah murah tidak jauh beda dengan di Jakarta.

Diki tertarik melihat busana muslimah yang dipajang di etalase salah satu toko.

"Orang orang Korea ngerti juga busana muslimah?"tanya Diki.

"Disini kan banyak juga orang orang Indonesia. Merekalah yang menjadi pelanggan busana muslimah," jelas Kim.

Selain berbagai pakaian dengan beragam mode dan dan harga, di situ terdapat pula salon, tempat hiburan dan restaurant.

Kim singgah di salah satu restauran. Ia pesan dua porsi haemul pajeron.

"Apa itu?"tanya Diki.

"Tenang aja. Semua makanan disini halal," jelas Kim.

Pukul sepuluh malam mereka pulang jalan kaki. Sampai di ujung blok. Tiba tiba empat lelaki menghadang mereka.

"Serahkan uang dan ponsel kalian," ujar salah seorang diantaranya seraya mengetuk mengetukkan belati ditangan kirinya.

Ketiga kawannya juga tampak menggenggam belati. Kim melepas long jaketnya kemudian ia serahkan pada Diki. Ia tinggal mengenakan kaos singlet.

"Pegang. Tenang, jangan takut, aku akan melindungi kamu," kata Kim.

Diki menerima jacket tersebut dan berdiri tenang membiarkan Kim maju menghadapi mereka berempat.

"Kalian tidak akan mendapatkan apa apa dari kami. Lebih baik pulang aja bung dari pada kalian menyesal," kata Kim memancing emosi mereka.

Dua orang maju menyerang Kim. Tanpa diduga sebelum mereka menyabetkan belati, kaki kanan Kim

melayang tepat mengenai orang di sebelah kirinya.

Selanjutnya kaki kiri dengan cepat dan tepat melayang mengenai pelipis. Keduanya gontai.

Kim tidak memberi kesempatan pada mereka berdua. Sebelum mereka berdua tegak berdiri Kim melakukan tendangan bertubi tubi ke dada, perut dan selangkangan.

Keduanya berhasil diselesaikan Kim hanya dalam waktu lima menit.

Kim sadar dan cepat berbalik melihat Diki juga diserang dua orang. Ia siap ambil kuda kuda untuk melindungi Diki,namun urung. Kim tercengang melihat Diki menghajar mereka berdua hanya dengan satu tangan kanan tanpa menyentuh mereka, tetap berdiri tegak ditempatnya.

Kedua pemalak yang menyerang Diki jatuh jumpalitan.

Pada saat yang bersamaan datang dua mobil patroli dari distrik setempat. Masing masing mobil dua anggota.

Mereka serentak turun dan mengarahkan dua senjata laras panjang dan dua pistol.

"Angkat tangan!" seru salah seorang dari mereka.

Keempat pemalak angkat tangan. Kim mengangkat tangan juga seraya menunjukkan kartu anggota militernya. Diki ikut ikutan angkat tangan.

"Mereka merampok kami berdua pak," kata Kim pada petugas yang menghampiri dan melihat kartu anggota militernya.

"Terimakasih sudah membantu kami meringkus mereka nona. Kami mohon nona ikut ke kantor untuk membuat keterangan."

"Dengan senang hati."

Mobil lain dari distrik setempat datang untuk membawa keempat pemalak itu, sedangkan Kim dan Diki ikut mobil patroli.

"Nggak nyangka ternyata kamu jago kung fu juga," kata Diki seraya menepuk pipi Kim.

"Aku belajar kung Fu sejak umur 10 tahun sampai menjelang direkrut masuk militer. Tapi kalau melawan kamu aku menyerah."

"Kenapa?"

"Serius sayang. Aku belum pernah melihat bela diri seperti yang kamu peragakan tadi. Bela diri apa namanya?"

Diki belum sempat menjawab, mobil patroli sudah berhenti di halaman kantor polisi distrik setempat.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel