Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BEAUTIFUL DAY

Setelah memberikan keterangan sebagai saksi di Polsek distrik setempat, Kim dan Diki diantar pulang sampai apartemen.

"Sayang, kamu belum jelaskan soal beladiri yang kamu peragakan tadi?" tanya Kim penasaran.

"Namanya pencak silat.Aku ikut perguruan merpati putih. Banyak orang tidak tau kalau perguruan silat ini sudah ada sejak tahun 1950. Dulu pencak aliran ini hanya diajarkan untuk keluarga keraton solo. Pendirinya adalah pangeran prabu Amangkurat. Diwariskan dari generasi ke generasi hingga saat ini pada generasi ke 11."

"Wow...berarti sudah cukup tua. Tapi kenapa kamu tadi tidak melakukan gerakan atraktif layaknya bela diri?"

"Merpati putih lebih mengeksplor tenaga dalam ketimbang action."

"Wow, menarik.Aku jadi pengen belajar."

"Di korea juga ada cabangnya kok."

"seriously!?

"Serius. Alamatnya di 54 Gil 3 waryong- ro. Tepatnya di ruang bawah tanah samping masjid Daegu."

"Kapan kapan aku mau liat kesana. Kalau ada waktu aku mau ikut latihan," ujar Kim.

"Kamu latihan dulu tiga tahun baru bisa melawan aku," seloroh Diki.

Kim tertawa, ia sergap Diki hingga keduanya terguling dilantai beralas permadani lembut dari Turki.

Mereka saling menggelitik, tanpa disadari pakaian Kim tersingkap semua hingga tampak gundukan diselakangan Kim yang terbungkus celana dalam warna hitam. Kontan kemaluan Diki tegang dan keras. Kim tersenyum. Ia paham dan mengerti apa yang diinginkan Diki.

Sebelum Diki melepas pakaiannya, Kim melepas pakaiannya duluan kemudian menghisap kemaluan Diki yang sudah tegang dan keras.

Diki melenguh sembari meremas remas rambut Kim. Beberapa saat berselang ia angkat bahu Kim duduk di atas sofa kemudian gantian ia melumat kemaluan Kim hingga basah.

"Sayang....aku sudah nggak tahan lagi, buruan masukin..." desah Kim.

Dengan posisi berdiri Diki membenamkan kemaluannya dalam vagina Kim yang merah merekah kemudian mengayun pinggulnya naik turun. Semakin lama ayunan pinggul Diki semakin cepat hingga Kim terpekik diiringi sekujur tubuhnya yang menggelinjang.

Kim tersenyum puas terkapar bermandi peluh di sofa. Sedangkan Diki terkapar di sofa.

*****

Pukul enam pagi waktu Korea atau empat pagi di Indonesia, Kim bangun. Memberesi pakaian mereka berdua yang berserakan di lantai karena malam tadi dilempar begitu saja. Kemudian memasukkannya dalam mesin cuci.Sementara menunggu pakaian kotor dicuci, Kim merebus air.

Diki sengaja pura pura masih tidur. Ia ingin melihat bagaimana aktifitas Kim sehari hari. Diki percaya itu dilakukan setiap pagi karena ia tampak cekatan dan tidak canggung.

Usai menyeduh kopi dan susu, Kim mandi sambil bersenandung membuat Diki tidak kuasa menahan tawa karena yang disenandungkan bukan lagunya Chiellin Delon atau Frank Sinatra, tapi lagunya Didi Kempot. Banyu Langit. Aksentuasi kurang jelas, nada sumbang dan dialek Korea yang totok.

"Sudah,sudah, Didi Kempot bangkit dari kubur kalau dengar kamu nyanyi!" seru Diki dari luar.

Kim membuka pintu bathroom mengeluarkan separuh anggota tubuhnya yang masih basah dan polos.

"What, Didi Kempot sudah meninggal?"

"Sudah lama."

Usai mandi Kim keluar berbalut handuk.

"Aku ngefans dia. Lagu lagunya lahir dari hati," ujar Kim seraya mengenakan pakaian seragam militernya. Diki memandang kekasihnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Why, tiap Kamis aku pake field service clothing. Hari lain pake staf uniform.

"Ngomong yang jelas gitu. Field Service clothing itu apa, staf uniform itu apa."

Kim menghampiri Diki yang duduk diruang tamu menikmati kopi ginseng Korea racikannya. Kim memeluk Diki.

"Ini pakaian dinas lapangan. Kalau hari hari biasa pakai seragam staf. Gitu sayang."

"Kamu tadi nyuci pakaian, dijemur dimana?" tanya Diki sebelum Kim berangkat ke kantor.

"Belum dikeluarkan dari dalam pengering. Biar aja nanti aku gosok sekalian.

"Nggak dijemur?"

"Ya nggaklah. Dalam pengering kan sudah kering nanti.'

Oalah.... ndeso ndeso, batin Diki. Pantesan sejak ia masuk apartemen ini tidak melihat jemuran. Tidak seperti rumah susun di Indonesia. Bangunannya tertutup jemuran, kalau dari jauh seperti ada perayaan apa gitu.

Pukul delapan Kim berangkat ke kantor mengendarai Harley Davidson. Diki melongo melihat kekasihnya kayak bintang laga. Faktanya hampir semua penghuni apartemen segan padanya. Mungkin mereka semua tau kalau kim selain tentara juga jago kungfu.

"Morning Kim. All the thugs must be hiding watching you pass." sapa seorang pria India yang badannya gede.

"Jangan berlebihan Amar, malu sama guruku," kata Kim seraya menunjuk Diki.

Amar Khan yang semula tidak memandang Diki sama sekali membungkuk hormat membuat Diki jadi tidak enak.

"Aku berangkat sayang, jangan jauh jauh kalau jalan."

"Hati hati."

Harley Davidson Kim menderu. Ia tidak tampak sebagai wanita yang lembut setelah kaca helm ditutup karena mengenakan pakaian dinas lapangan agak longgar dan bagian dadanya tidak begitu menonjol karena ukurannya memang kecil.

"Amar, dimana ada restoran Indonesia?" tanya Diki.

"Lurus aja, dua blok dari sini. Kemudian belok kiri. Diujung jalan dekat jembatan. Itu dia depot warung Padang."

"Oke. Thanks Amar."

"Hati hati pak, di celah blok itu sering anak anak berandalan nongkrong disitu. Jangan diladeni mereka."

Diki mengangkat tangan menunjukkan huruf O dengan ibu jari dan telunjuk tanda mengerti.

Baru beberapa ratus meter Diki berjalan menyusuri trotoar, Selasih vidio call.

"Hallo bibi," sapa Diki sambil

cengengesan.

"Kamu dimana Dik?"

"Di Korea "

"Serius, Kim mana?"

"Baru saja berangkat ke kantor, nanti kalau pulang saya minta dia menghubungi bibi."

Diki ngobrol sambil jalan. Sesekali menunjukkan pertokoan atau orang orang yang lalu lalang disepanjang trotoar.

"Jadi beneran kamu di Korea?"

Selasih mengumpat, vidio call terputus. Kuotanya habis. Ia buru buru perintah pembantunya beli kuota.

*****

Dari jauh Diki melihat diujung blok dekat jembatan ada depot bertulisan besar: Padang stalls. Palito Alam. Diki tersenyum, memacu langkah ingin segera menyantap masakan khas Indonesia. Beberapa hari ini makan di apartemen bersama Kim menunya aneh aneh.

"What do you drink, sir? "tanya pramusaji depot.

"Es teh aja mas."jawab Diki dalam bahasa Indonesia. Pramusaji tercengang kemudian tertawa girang.

"Saya kira orang Filipina."

Sepuluh menit berselang masuk dua orang langsung menyapa pemilik warung dengan bahasa Indonesia.

Akhirnya pagi itu ada enam orang asal Indonesia yang duduk satu meja sarapan bergabung bersama Diki.

Diki senang sekali. Ini namanya Korea berasa Indonesia.

"Mas Diki beruntung dapat Kim. Kalau saya melihat sepak terjangnya, Kim benar benar serius sampai mempercayakan membangun rumah di Jogya," ujar Sam asal Indramayu.

"Disini pernah ada beberapa pemuda asal Jogya atau Bali yang dibawa perempuan sini. Tapi akhirnya mereka terlantar karena pisah sama ceweknya." sambung Halim dari Semarang.

Pertemuan di palito alam pagi itu membawa kesan tersendiri bagi Diki, setidaknya ia tidak lagi merasa sendiri di Korea. Ia yang sebelumnya merasa tidak betah, perasaan itu sudah tersingkirkan.

Usai sarapan di palito alam, Diki tidak langsung kembali ke apartemen, tapi jalan jalan sampai pelabuhan. Disana ia ketemu lagi dengan orang Indonesia. Ia bekerja di taman hiburan sebagai operator komedi putar.

"Sudah lama di Korea mas?" tanya Diki.

"Baru dua tahun. Mulanya saya ikut kapal niaga, kebetulan kapal dok disini cukup lama, saya jalan jalan dan ketemu seseorang yang membutuhkan operator. Dari pada nunggu kapal dok yang belum pasti saya pun terima pekerjaan ini."

"Sampai saat ini. Bagaimana status anda di kapal?"

"Saya mengundurkan diri."

*****

Pukul dua lewat Diki kembali ke apartemen. Baru saja merebahkan badan untuk istirahat, Jono telpon.

"Diki, pagar kelilingnya permanen atau sementara pakai kawat berduri?" tanya Jono sebagai pemborong pembangunan rumah Kim di Jogya.

"Nanti tunggu Kim . Sebentar lagi paling dia pulang."

"Yo wis, saya tunggu."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel