BIBI TIRI
Dua hari setelah kepulangan Kim ke Los korea, orang yang menempati rumah Wiyono menemui Diki di pangkalannya.
"Maaf mas Diki, kemarin saya salah memberi alamat, bukan perumahan indah lestari, tapi harapan lestari Godean,"kata orang itu.
Diki tidak menunggu nunggu waktu. Ia langsung tancap gas ke perumahan harapan lestari Godean.
Ternyata nama Selasih dikenal hampir seluruh warga perumahan tersebut karena ia punya usaha isi ulang air minum mineral.
Selasih diangkat anak oleh Wiyono dua tahun sebelum Wartini lahir. Orang tua kandung Wartini adalah adik istrinya Wiyono.
Setelah Selasih umur dua tahun, Wartini lahir. Antara Wartini dan Selasih hanya selisih dua tahun.
Saat itu Wiyono termasuk orang terpandang di kampung.Ia wakil kepala stasiun Tugu Daop VI Jogya. Selain itu istrinya memiliki kios di pasar Beringharjo. Tidak heran bila keadaan ekonomi Wiyono cukup baik.
Selasih dan Wartini diurus oleh pembantu karena ibunya di pasar dari jam 9 hingga jam 5 sore.
Karakter mereka berdua berbeda namun tetap rukun dan saling menyayangi.
Selasih tumbuh sebagai gadis pendiam dan pemalu. Ia jarang keluar rumah selain sekolah atau kegiatan ektra kulikuler.
Wartini tumbuh sebagai gadis yang agresif, lincah, pandai bergaul dengan siapa saja tak mengenal suku, ras maupun agama. Itulah ia tidak betah di rumah.
Baru kelas satu SMP, Wartini sudah berani membawa pulang pacarnya kerumah, sedangkan Selasih kakaknya belum punya pacar meski pun sudah kelas 3 SMP.
Sebenarnya orang tua mereka berdua tidak melarang pacaran, tapi yang jadi masalah pacarnya etnis cina. Maunya Wiyono sama sama Jawa atau setidaknya Indonesia.
Cinta memang tak mengenal etnis maupun suku, karena dari etnis atau suku apa pun, kedudukan cinta sama di hati dan bukan di negara atau bangsa mana. Tuhan menganugerahkan cinta pada setiap manusia tanpa syarat harus ini dan itu.
Hubungan cinta Wartini dan Kurniawan terus berjalan tanpa sepengetahuan orang tua.
Suatu ketika mereka tertangkap basah oleh bapaknya tengah berduaan di taman. Wiyono murka, Kurniawan ditampar. Wartini dihajar sampai di rumah.
"Keesokan harinya, Wartini sekolah seperti biasa, itulah hari terakhir kami melihatnya, Sampai saat ini kami tidak tau dimana keberadaannya," Selasih mengakhiri ceritanya.
Diki mengangguk angguk sambil mengusap usap punggung tangan calon bibinya. Ia bingung, harus memanggil apa dengan Selasih.
"Bibi, Wartini sudah meninggal dalam kecelakaan bersama Kurniawan. Untung anaknya selamat," ujar Diki.
"Inna illahi wa innailaihi rojiun...."
Selasih terkulai tersandar pada sofa. Ia tampak terpukul mendengar kabar tentang kepergian adik tirinya.
"Bibi yang sabar ya. Mungkin itu sudah takdirnya," Diki menghibur.
"Kamu dapat kabar dari siapa tentang kematian Wartini?"tanya Selasih.
"Dari Kim, anaknya."
"Tini punya anak, dimana ia sekarang?"
"Baru kemarin pagi dia pulang ke Korea. Dia sepuluh hari di Jogya, beberapa hari saya dan Kim nyari bibi tapi tidak ketemu," kata Diki.
"Kamu tau dari mana alamat ini?"
"Orang yang menempati rumah bibi dulu."
Diki melihat tampaknya pelanggan air minum isi ulang Selasih lumayan banyak.
"Pembantu bibi dua orang?"
"Ya, kalau sudah beres ngurusi rumah baru buka toko."
Dari tadi Diki tidak melihat suami Selasih. Apakah ia kerja.
"Suami bibi mana?"
"Meninggal dua tahun lalu."
"Oh....maaf."
"Kapan Kim ke Indonesia lagi?" tanya Selisih.
"Katanya sih tahun depan.Saya ada nomor WA nya. Ngobrol aja sendiri."
Diki membagikan nomor WA Kim
pada Selasih.
*****
Kim mentransfer sejumlah uang untuk membangun rumah seperti yang diinginkannya sebelum pulang ke Korea.
Diki kemudian menemui Jono, pemborong bangunan di kampungnya.Ia menunjukkan market plan rumah sesuai yang diinginkan Kim.
"Maksudnya apa ini?" tanya Jono belum paham karena ia berpikir kalau Diki tidak mungkin membangun rumah sebagus itu.
"Bikin rumah seperti gambar itu," kata Diki tenang.
Jono menyeringai.
"Jangan becanda Dik, ini habisnya sekitar 700 jutaan," kata Jono.
"Nggak apa apa, mas Jono sanggup nggak. Kalau nggak sanggup saya berikan ke pemborong lain."
Jono menatap Diki dengan sorot kurang senang. Ia pikir Diki main main. Wajar kalau Jono sangsi. Dari mana ia punya uang sebanyak itu.
Melihat Jono sangsi akan ucapannya, Diki menceritakan soal hubungannya dengan Kim kemudian menunjukkan rekeningnya di bank. Jono tercengang sembari mengamati rekening tersebut.
"Ini serius Dik?"
"Gimana sih mas Jono ini. Kalau kurang yakin kita ke bank untuk meyakinkan mas Jono."
Jono belum yakin sepenuhnya. Ia garuk garuk kepala yang tidak gatal.
"Kamu beruntung Diki, dapat perempuan seperti dia.Sudah cantik, kaya lagi."
"Dia tentara Korea mas."
"Biar pun tentara tapi uangnya kan banyak, nggak seperti kamu. Tapi nggak apa apa, mungkin sudah jodoh kamu."
*****
Besuknya Diki mengantar Jono ke jalan Kaliurang dimana Kim beli tanah seluas satu hektar.
"Gila, ini buat mendirikan hotel apa pabrik bisa," komentar Jono begitu melihat tanah Kim yang luas.
"Maunya dia gitu. Beli tanah jangan tanggung."
"Baik. Pertama kita ke BPN dulu. Untuk memastikan bahwa kepemilikan tanah ini tidak berlapis. Kemudian mengurus IMB baru mengkalkulasi bahan yang dibutuhkan," kata Jono.
"Terserah mas Jono aja, pokoknya semua saya serahkan sama mas Jono, saya taunya beres."
Mereka berdua sepakat. Selanjutnya ke bank mengambil uang untuk urus IMB. Jono yang sudah kenal baik dengan Diki sangat berhati hati menerima amanah ini.
Jono kembali pulang sementara Diki ke pangkalan.
Teman teman yang dulu membullinya diam seribu basa.
"Gimana Dik, sudah mulai pembangunan rumahnya?" tanya Beno.
"Baru mulai star hari ini. Doain ya Ben, semoga semua berjalan lancar. Aku takut Ben diserahi uang sebanyak itu."
"Yang penting niat kita baik Dik."
Hape Dika berdering, orderan masuk. Dika OTW menjemput penumpangnya.
****
Malam itu Selasih menunggu waktu untuk menghubungi Kim. Kata Diki perbedaan waktu disini dengan Korea sekitar 2 jam, maka kalau mau vidio call Kim sebaiknya jam delapan malam, saat itu Kim banyak istirahat di rumah.
Tepat jam delapan malam, Selasih vidio call. Jantung Selasih berdebar debar begitu panggilan vidio call tersambung.
"Hallo....apa kabar bibi," sapa Kim sambil melambaikan tangan. Kim
sudah menyiapkan beberapa pertanyaan dengan bahasa Indonesia.
"Baik Kim, kamu sehat sehat aja kan?"
"Sehat bibi. Kenapa bibi menangis?"
"Bibi terharu melihat kamu Kim. Bibi berharap bisa ketemu kamu."
"Pasti bibi. Tahun depan saya ke Indonesia lagi."
Selasih termenung usai vidio call dengan Kim. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana bahagianya Tini bila masih hidup melihat anak gadisnya sudah besar dan secantik itu.
*****
"Kim cantik sekali. Sayang, waktu ia kesini tempo hari aku tidak sempat menemuinya," ujar Selasih pada Diki lewat telpon.
Diki gelisah, bagaimana nanti bila Selasih tidak menyetujui hubungannya dengan Kim, alasannya karena ia hanya tukang ojek.
Beberapa hari berselang saat Kim nelepon, Dika mengutarakan kegelisahannya.
"Kalau di Korea profesi bukan ukuran mutlak untuk itu. Kamu tenang aja Diki."
"Bibi juga belum tau kalau kamu tengah membangun rumah disini."
"Biar aja, nggak usah dikasih tau dulu."
Kenapa Kim kayanya tidak terbuka pada Selasih. Apakah ia juga mencemaskan kalau sampai bibinya tau tentang hubungan mereka berdua.
Diki ingat pesan Beno bahwa ini salah satu bagian bagaimana orang menjalani LDR, positif thinking harus selalu dijaga, kalau tidak, akan merusak pikiran sendiri.
