Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Kericuhan

Hukma memasuki kelas dua belas A dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Seperti biasa ia akan semangat dalam mengajar murid-muridnya.”Selamat pagi, anak-anak,” sapa Hukma dengan senyum yang tidak lepas dari wajahnya.

Senyuman Hukma sangat manis, pantas saja Bayu diabetes kalau disenyumin Hukma lama-lama. Hukma bejalan menuju meja guru, tetapi suara dari salah satu muridnya menghentikannya.

“Bu Hukma, berhenti!” ujar Elo membuat Hukma menghentikan jalannya.

“Ada apa, Elo?” tanya Hukma.

“Mundur dikit, Bu. Cantiknya ketinggalan,” kata Elo yang langsung mendapat sorakan dari seisi kelas.

“Cieee Elo,” suara sorakan-sorakan menggoda terdengar nyaring diiringi suitan dari murid laki-laki. Bahkan ada yang memukul meja dengan heboh.

Hukma hanya menggelengkan kepalanya mendengar godaan dari murid-muridnya. Murid yang sering menggodanya jelas adalah Elo dan Niko, murid yang paling bandel di antara lainnya dan paling membutuhkan penanganan khusus. Elo tidak pernah mengerjakan PR, selalu ramai saat di kelas dan tidak pernah mendengarkan penjelasan guru. Dari guru-guru lain pun juga mendapat keluhan yang sama, lebih parahnya Elo dan Niko selalu datang terlambat. Namun selama Hukma megajar, Hukma belum mendapati Elo dan Niko terlambat.

Kalau gurunya Hukma, Elo dan Niko pantang terlambat. Karena setiap detiknya bersama Bu Hukma sangat berharga.

“Elo, Niko, waktunya belajar. Bisa fokus?” tanya Hukma.

“Gak bisa, Bu. Karena fokusku hanya sama Bu Hukma,” jawab Niko yang lagi-lagi mendapatkan sorakan dari teman-temannya.

“Cie Niko, pepet terus, Ko!” celetuk salah satu teman mereka.

“Enak saja, gue duluan,” serobot Elo berteriak nyaring.

Hukma meletakkan tasnya di kursi, gadis itu berdiri di tengah-tengah dan menatap seluruh muridnya yang tidak bisa diam. Celotehan-celotehan juga terdengar di telinga Hukma. Perasaan dulu saat ia SMA dan saat ada guru magang, ia tidak pernah nakal atau merepotkan gurunya. Namun kenapa saat ia menjadi guru magang, muridnya banyak merepotkannya.

“Bisa dimulai pelajaran hari ini?” tanya Hukma menatap seluruh muridnya.

“Bu Hukma, santai saja lah. Masak pelajaran terus,” ujar Elo.

“Nah iya, sehari saja santai, Bu. Cerita-cerita apa gitu, kek,” tambah yang lain.

Hukma berjalan mendekati Elo, gadis itu menatap Elo dengan lekat. Sedangkan yang ditatap balik menatap, tidak ada takut-takutnya. Elo malah cengengesan ditatap gurunya. Bocah SMA itu mengagumi kecantikan gurunya yang membuat dadanya berdebar-debar.

“Bu, jangan tatap aku seperti itu. Jantungku lemah, Bu,” kata Elo memegangi dadanya.

“Elo, niat kamu datang ke sini tadi untuk apa?” tanya Hukma.

“Sekolah, Bu,” jawab Elo.

“Sekolah untuk mencari ilmu, kan?”

“Bener, Bu.”

“Kalau gitu kenapa ketika sudah masuk kelas kamu tidak niat belajar?”

Elo terdiam, remaja itu menegakkan tubuhnya. Hukma masih menatap lekat muridnya yang sangat bandel itu.

“Em, Bu … lagi males. Capek setiap hari belajar.”

“Dalam satu minggu, kalian belajar enam hari dan satu harinya kalian gunakan untuk libur. Harusnya hari minggu kalian bisa istirahat, menenangkan otak atau sekadar bermain untuk mencari hiburan. Lalu enam hari berikutnya belajar lagi dengan serius. Saya tidak pernah menuntut kalian untuk pintar, saya hanya ingin kalian serius dalam pelajaran. Saat ini kalian bisa berceloteh di sini, tertawa seolah tidak ada beban, dan melupakan pelajaran karena hanya ingin bersantai. Tapi pernah tidak terpikir di benak kalian kalau kalian bisa di sini karena orang tua kalian? Orang tua kalian kerja mati-matian, bersama panas, hujan, setiap hari banting tulang agar kalian bisa merasakan bangku pendidikan. Tapi kalian tidak menjaga amanah orang tua kalian untuk belajar dengan benar. Bagaimana kalau orang tua kalian tahu kalian seperti ini? Apa mereka bangga?” Hukma berucap sembari menatap seluruh muridnya.

Hening, tidak ada yang berani membuka suara. Semua murid menundukkan kepalanya mendengar ucapan Hukma. Namun itu tidak bertahan lama saat ada seorang anak yang menyeletuk.

“Tapi kami gak suka diajar sama guru magang. Gak punya pengalaman dan hanya mengandalkan cantik doang. Kalau gurunya kayak Bu Hukma, bukannya pintar kami malah bodoh,” ujar seorang gadis yang duduk di bangku belakang paling pojok. Hukma ingat gadis itu bernama Keyla.

“Semua guru yang mengajar berasal dari anak kuliahan, lalu magang dan berjuang menjadi guru tetap. Tanpa guru magang, tidak akan ada guru senior,” jawab Hukma.

“Tapi kamu beda, kami tidak suka kamu mengajar di sini. Cantik gak seberapa, tapi sok cantiknya gak kira-kira,” timpal Keyla lagi.

“Keyla!” bentak Elo melempar penghapus tepat ke tubuh Keyla.

“Sialan!” pekik Keyla.

Brakk!

Hukma memukul meja Elo dengan kencang membuat murid-muridnya tersentak. Terbesit rasa sakit di hati Hukma mendengar ucapan Keyla. Sebenarnya Hukma memiliki hati yang sangat sensitif dan lemah. Ketika mendapat sedikit ucapan yang tidak enak, Hukma sudah menangis. Namun sekarang keadaannya berbeda. Hukma menahan dirinya untuk tidak sakit hati mendengar ucapan Keyla. Dari awal masuk, Keyla juga sangat sinis padanya. Hukma sendiri tidak tahu kenapa muridnya itu tidak menyukainya.

“Keyla, penjelasan mana yang saya jelaskan hingga membuat kalian bodoh?” tanya Hukma. Keyla diam, gadis itu menatap teman-temannya yang juga diam.

Hukma mendekati Keyla, gadis itu memberikan spidol pada muridnya yang saat ini menampilkan wajah kesalnya.

“Kalau kamu merasa saya tidak bisa mengajar, tolong ajari saya. Saya merasa terimakasih sama kamu,” kata Hukma masih menyodorkan spidol.

Keyla berdiri, gadis itu berjalan dan berdiri tepat di hadapan Bu Hukma. “Kamu kayak gitu masih percaya diri menjadi guru? Cuih!”

Hukma memejamkan matanya saat Keyla meludah tepat di bawah kakinya. Perasaan Hukma sudah sangat berkecamuk mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan dari muridnya.

“Keyla, bisa bicara baik-baik?” tanya Hukma mencekal tangan Keyla. Namun Keyla menghempaskan tangan Hukma.

Keyla mendorong tubuh Hukma dengan kencang yang membuat semua murid yang menatapnya terkesiap. Tetapi, Hukma menarik tubuh Keyla juga yang membuat kedua perempuan beda usia itu terjatuh bersamaan di lantai. Suara bedebum kencang terdengar sangat nyaring.

“Hukma sialan!” teriak Keyla dengan nyaring. Lagi dan lagi Hukma memejamkan matanya saat Keyla berteriak tepat di depan wajahnya.

“Ada apa ini?” sebuah suara pria menginterupsi. Seluruh mata menatap ke arah pintu. Di mana ada guru kesiswaan yang tengah berdiri di sana.

Keyla segera berdiri, gadis itu berlari mendekati kesiswaan. “Pak, guru baru itu mendorongku sampai aku terjatuh,” ucap Keyla yang membuat Hukma tersentak. Hukma segera berdiri dan mengusap sikunya yang terasa sakit. Sikunya terasa mati rasa karena terbentur kencang dan ditimpa tubuh Keyla.

“Hanya karena aku tidak mendengarkan saat pelajaran, Bu Hukma mendorongku sampai terjatuh. Lututku sakit,” adu Keyla lagi. Keyla menaikkan rokknya, semua orang terkesiap melihat lutut Keyla yang lecet.

“Apa itu benar, Bu Hukma?” tanya Kesiswaan, Pak Ilham. Hukma ingin menggeleng, tetapi suara Keyla membuatnya terdiam.

“Mana ada penjahat ngaku, Pak? Tanya sama teman-teman kalau gak percaya,” sela Keyla.

“Anak-anak, saya tidak melakukan apapun, kan? Saya yang didorong oleh Keyla,” kata Hukma meminta pembelaan pada murid-muridnya.

“Kami melihat Bu Hukma yang mendorong Keyla,” ujar salah satu anak.

“Iya, kami melihat Bu Hukma mendorong Keyla.” Kini semua murid menyalahkan Hukma dan menghardik guru baru itu. Hukma menggelengkan kepalanya mengelak tuduhan dari murid-muridnya. Tetapi mereka terus saja menghardiknya.

“Iya, Bu Hukma mendorong Keyla. Kalau Bu Hukma benci Keyla, tidak usah segitunya kali, Bu,” hardik teman sebangku Keyla.

“Saya tidak melakukan apapun,” kata Hukma masih membela diri.

“Cukup!” sela kesiswaan yang membuat para murid diam.

Kesiswaan itu berjalan mendekati Hukma. Telunjuk pria itu menunjuk-nunjuk tepat ke arah Hukma. Kini Hukma sudah menjadi bahan tatapan murid-muridnya.

“Bu Hukma, ternyata benar apa yang dikatakan Keyla sejak Anda masuk. Anda tidak bisa mengajar dan hanya bisa menggoda murid laki-laki. Sekarang Anda mendorong murid Anda sendiri. Sebenarnya mau Anda apa?” tanya Pak Ilham dengan tajam.

“Siapa yang menggoda siapa, Pak?” tanya Hukma.

“Jangan berkilah, Bu. Seluruh warga sekolah tahu kalau Bu Hukma hanya bisa menggoda murid laki-laki. Benahi sikap Bu Hukma kalau tidak mau dicopot dari sekolah ini,” ujar Pak Ilham manghardik. Hukma menundukkan kepalanya. Kini ia merasa dipermalukan di depan murid-muridnya, terlebih satu pun dari mereka tidak ada yang membelanya. Hukma menahan air mata yang mendesak keluar.

Perjuangannya menjadi guru sangat tidak mudah, mendapat kelas yang sangat sulit diatur, saat menjelaskan tidak dianggap dan saat ini pun dipermalukan di depan kelas.

“Dan untuk Keyla yang terjatuh, semua harus dibayar tuntas,” desis Pak Ilham.

Plak!

Satu tamparan mulus mendarat di pipi Hukma sampai Hukma memalingkan wajahnya. Gadis itu merasakan pipinya teramat sakit. Setelah menampar Hukma, Pak Ilham pergi begitu saja. Sedangkan Hukma, kaki gadis itu terasa lemas tidak bisa menyangga tubuhnya sendiri. Ia baru magang, tapi sudah tersandung masalah.

Hukma membalikkan tubuhnya dari murid-muridnya, gadis itu menghadap ke arah papan tulis. Hukma mengusap air mata yang pada akhirnya terjatuh.

“Baik anak-anak, kalau saya memilih tidak mengajar hari ini, saya yang akan disalahkan lagi. Jadi saya akan menjelaskan tentang Aljabar, kalian mau mendengarkan silahkan, tidak mau juga silahkan,” ujar Hukma menarik satu spidol dan mulai menuliskan materi. Suara Hukma jelas bergetar, tangan gadis itu pun juga tidak bisa menulis dengan baik. Air mata masih saja bercucuran di mata cantiknya.

Seumur hidupnya, tidak pernah papanya menamparnya. Jangankan menampar, ia dicubit mamanya saja papanya langsung memarahi mamanya. Namun Pak Ilham bukan siapa-siapa, tetapi berani menamparnya karena kesalah pahaman. Hukma diratukan oleh papa, kakak dan pacarnya, tetapi saat di luar ia harus berjuang menjaga dirinya sendiri. Air mata Hukma semakin lama semakin deras, tetapi gadis itu menguatkan dirinya bahwa hari ini akan cepat berlalu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel