6. Dua Bucin
Pagi ini Bayu sudah siap dengan setelan rapi dan rambut yang juga disisir rapi. Bayu mematut dirinya di cermin, celana hitam, dan kemeja biru muda membuatnya tampak lebih muda dari umurnya yang sebenarnya. Bayu menata rambutnya pelan, Bayu sungguh memuji dirinya sendiri yang terlahir sangat ganteng.
“Untung aku tidak mengikuti gen emak bapak, ikut gen tetangga jadi ganteng,” ucap Bayu tertawa sendiri. Andai ibu dan bapaknya mendengar, sudah pasti mereka akan ngamuk. Apalagi bapaknya Bayu yang jadi merasa tidak menyumbang bibit. Padahal wajah Bayu yang tampan adalah hasil adukan bapak Bayu.
“Kalau keren begini kan tetap terlihat kaya meski gak ada duit,” ujar Bayu lagi. Bayu menyambar tas dan memasukkan buku-buku untuknya mengajar hari ini. Hari senin harus disambut dengan bahagia agar enam hari ke belakang juga bahagia.
Tidak lupa Bayu mengambil kunci mobil dan bergegas keluar dari rumahnya. Nasib tinggal sendirian, sarapan tidak ada yang mengurus, baju tidak ada yang memperhatikan dan berangkat kerja tidak ada yang mengantarnya ke depan. Namun Bayu yakin dalam waktu dekat ia akan mempersunting Hukma menjadi istrinya.
Setelah mengunci rumahnya karena takut kemalingan padahal tidak ada benda berharganya, Bayu segera menuju mobilnya. Namun, belum sempat ia membuka pintu mobil, ia melihat tanaman bunga mawar yang ada di pekarangan Davit. Pria itu berlari kecil menuju ke sana. Bunga-bunga mawar yang ditanam Lintang tumbuh subur. Bayu memetiknya satu dan segera pergi ke mobilnya.
Sejak pacaran dengan Hukma, Bayu menjadi bucin akut dan sering mengambil bunga dari Lintang. Toh Lintang juga tidak keberatan, mungkin hanya Davit yang pelit. Dulu saat lajang, Davit sangat pelit nilai pada mahasiswanya, tetapi sekarang sudah menikah Davit malah pelit perkara bunga.
Bayu menjalankan mobilnya membelah jalanan kota Jakarta, hari ini Bayu sangat bersemangat karena sudah mendapatkan kabar dari Aidan bahwa nanti jam satu siang ia bisa ke Perusahaan Pesona Jaya untuk membahas pekerjaan. Bayu tidak keberatan bila harus bekerja di banyak tempat, karena ia sadar ia laki-laki, yang dibesarkan bukan hanya anaconda, melainkan tanggung jawab. Berani menyukai wanita, harus berani memanjakan. Makanya Bayu sangat ilfil bila ada cowok yang berkata pada ceweknya ‘Terima aku apa adanya. Cuih, bagi Bayu cowok yang seperti itu tidak pantas mendapatkan perempuan, karena usaha saja tidak mau, mau dikasih makan apa ceweknya.
Prinsip hidup Bayu, carilah pasangan yang saat senang bisa bersyukur dan saat susah tidak mengeluh. Tapi ia akan berusaha tidak menyulitkan pasangannya. Tidak berapa lama, Bayu sampai di rumah Hukma, pria itu menghentikan mobilnya tepat di depan Hukma yang sudah berdiri di depan pagar menunggunya. Bayu segera membuka pintu mobilnya seraya membawa setangai bunga.
Seperti biasa, saat ia menjemput Hukma, selalu ada papa Hukma yang berdiri tidak jauh dari putrinya. Pak Seno selalu mengawasi anaknya saat Bayu sang predator datang. Meski ia sudah kenal Bayu cukup lama, tidak serta merta membuatnya lengah. Kalau Bayu sampai bertindak kurangajar, peluru pistol Seno pasti akan menembus kepala Bayu.
“Selamat pagi, Baby!” sapa Bayu menyodorkan bunga pada Hukma. Hukma yang memang sudah menanti Bayu pun menerima setangkai bunga mawar yang sama sekali tidak ada daunnya alias gundul.
Kalau sudah cinta, sudah bucin akut dan sudah sekonyong-konyong koder, meski hanya satu tangkai bunga, bahagianya bisa sampai bulan. Sama halnya yang saat ini Hukma rasakan, gadis itu sudah bahagia hanya dengan satu tangkai bunga.
“Ekhem.” Suara deheman membuat Hukma dan Bayu menatap ke arah Pak Seno yang sudah berpakaian rapi, terihat jelas kalau Pak Seno akan berangkat kerja. Meski jam kerja sudah mepet, Pak Seno tetap memantau Hukma.
Hukma anak perempuan satu-satunya yang ia miliki. Meski Hukma sudah dewasa, bagi Seno, Hukma tetap putri kecil di matanya. Selagi Hukma belum menikah, ia masih punya kewajiban untuk menjaga Hukma.
Bayu mendekati Pak Seno, pria tiga puluh tahun itu mengulurkan tangannya pada Pak Seno. Dengan sok ogah-ogahan Pak Seno menyambut uluran tangan Bayu.
“Pak, mohon ijin mengantar Hukma bekerja,” ucap Bayu.
“Kamu menjemputnya dalam keadaan utuh, kamu mengembalikannya juga wajib dalam keadaan utuh,” ujar Seno.
“Siap, Pak. Aku pastikan seratus persen utuh,” jawab Bayu.
“Kalau tidak utuh, sudah pasti tambah, tambah bayi di perut,” ujar Bayu lagi. Tentu saja Bayu hanya berani berucap dalam hati, kalau ia mengucapkan di lisan sudah pasti bukannya Bayu berangkat ke kampus malah berangkat ke rumah sakit.
“Ya sudah sana pergi, hati-hati di jalan,” kata Seno.
”Baik, Pak. Terimakasih,” jawab Bayu. Bayu menganggukkan kepalanya sekilas sebelum kembali pada Hukma.
“Baby, ayo!” ajak Bayu. Bayu membukakan pintu untuk Hukma, gadis itu tersipu malu dan segera masuk di mobil pacarnya.
Jalan dengan Bayu tidak malu-maluin, sudah parasnya tampan, berotot, dadanya sandarable, mobilnya juga bagus. Namun bukan hanya itu saja, Hukma menerima Bayu sebagaimana ia menerima dirinya sendiri. Hukma ingin menarik sabuk pengamannya, tetapi tangannya ditepis oleh Bayu.
“Biar aku saja yang pakaiin,” kata Bayu.
“Aku bisa sendiri, Pi,” jawab Hukma.
“Biar aku saja,” ujar Bayu memberi penegasan. Bayu sedikit mendekatkan tubuhnya pada Hukma, pria itu menarik sabuk pengaman dan memasangkan untuk Hukma. Tidak lupa, satu ciuman manis mendarat di kening Hukma.
Wajah Hukma semakin memerah, apalagi saat Bayu tidak kunjung menjauhkan wajahnya. Wajah Hukma memanas karena terpaan napas Bayu. Bayu tersenyum kecil melihat pacarnya yang sangat menggemaskan.
“Papi, gerah,” bisik Hukma.
“Kenapa gerah?” tanya Bayu. Kalau Bayu sudah mengeluarkan suara seraknya yang sangat sexy, jantung Hukma terasa runtuh tidak tersisa. Suara serak nan dalam milik Bayu adalah hal yang disukai sekaligus dibenci oleh Hukma. Pasalnya suara Bayu yang sexy membuat pikiran Hukma traveling dan merasa sangat ambigu.
Bayu semakin tersenyum, pria itu mendekatkan hidungnya pada hidung mungil Hukma. Bayu menggesek-gesekkan hidungnya dan hidung sang pacar. Hukma sudah lemah, ia tidak sanggup lagi menerima perlakuan Bayu yang membuat dirinya sangat baper. Jantung Hukma sudah tidak bisa tertolong, gadis itu meleyot kanan kiri dan tidak sanggup bernapas.
“Kenapa, By?” tanya Bayu. Bukannya menjauhkan wajahnya dari Hukma, malah semakin mendekatkan pada gadis itu.
”Aku gak sanggup bernapas, Pi,” jawab Hukma.
“Mau diberi napas buatan?” tanya Bayu. Bayu mendekatkan bibirnya dengan bibir Hukma. Hukma memejamkan matanya dengan erat.
Brakkk!
Bayu dan Hukma dengan spontan menjauhkan tubuh masing-masing saat mendengar suara pukulan kaca mobil. Bayu dan Hukma menolehkan kepalanya kompak menatap kaca pintu mobil Bayu. Di sana terlihat jelas Pak Seno yang menampilkan wajah garanya. Pak Seno juga menempelkan wajahnya di kaca seolah ingin tahu apa yang terjadi di dalam karena ia tidak terlalu melihat jelas, pasalnya kaca mobil Bayu tampak gelap saat dari luar. Bayu menjauhkan tubuhnya dari Hukma, pria itu menatap ke depan dengan jantung yang bertalu-talu. Sialann, calon mertuanya mengintip apa yang dia lakukan. Tanpa ba bi bu lagi, Bayu segera menarik perseneleng mobilnya dan menginjak gasnya.
“Dasar calon mantu kurangajar!” umpat Pak Seno tatkala mobil Bayu menjauh dari pekarangan rumahnya.
Bayu menjalankan mobilnya bak orang kesetanan. Pria itu takut kalau Pak Seno mengejarnya dan menghajarnya habis-habisan. Bayu yang salah karena ia mengambil kesempatan di tempat yang tidak tepat. Masih di kawasan rumah Hukma, tapi ia berani macam-macam. Hukma yang melihat pacarnya panik hanya bisa terkikik geli.
“Papi, udah gak usah takut. Papaku gak segalak itu, kok,” ujar Hukma.
“Papa kamu nyeremin banget, By,” jawab Bayu. Bayu mengusap dadanya naik turun mencoba menetralkan deguban jantungnya.
“Papaku ijinin kamu pacaran sama aku, tandanya papa udah restuin. Kamu udah dapat lampu hijau, gak usah takut berlebihan,” jelas Hukma. Bayu menarik tangan Hukma untuk ia genggam.
Benar apa yang dikatakan Hukma, meski Hukma tidak pernah pacaran dan hanya Bayu pacar pertamanya, di beberapa kesempatan Hukma dekat dengan laki-laki. Namun papanya tidak mengijinkannya. Hanya Bayu lah yang boleh mendekati meski Bayu pernah terkena lemparan sandal dari papanya. Kalau mengingat itu, Hukma tidak bisa menahan tawanya.
Bayu yang melihat pacarnya tertawa pun menaikkan sebelah alisnya. “Kenapa tertawa, By?” tanya Bayu.
“Enggak apa-apa. Hanya merasa lucu saja saat kamu terkena lemparan sandal papaku,” jawab Hukma seraya terkikik geli. Bayu menarik tangan Hukma dalam genggamannya, pria itu mencium lembut punggung tangan Hukma.
“Aku tidak peduli mau terkena lemparan sandal atau pun batu bata, aku akan memperjuangkanmu menjadi ratu di kehidupanku,” ujar Bayu mencium kembali tangan Hukma.
“Haish, jangan buat aku baper berkepanjangan. Nyetir yang bener!” titah Hukma melepaskan cekalan tangan pacarnya. Bayu pun kembali fokus menyetir, pria itu menjalankan mobilnya menuju Sekolah Menengah Atas Jakarta tempat di mana Hukma menjadi guru magang.
Tidak berapa lama, mereka sampai di depan gerbang sekolah. Bayu menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang. Hukma ingin turun dari mobil, tapi Bayu dengan cepat mengunci pintu mobilnya.
“Pi, kok gak bisa dibuka?” tanya Hukma masih berusaha membuka pintu mobil calon suaminya.
“Kamu masih ingat kan aturannya?” tanya Bayu memaksa Hukma untuk menatapnya.
“Iya aku tahu, aku harus setia sama kamu, tidak boleh melirik cowok lain, tidak boleh melirik guru laki-laki yang muda maupun yang tua, tidak boleh menatap lebih dari tiga detik murid laki-laki. Selalu ingat kalau ada hati yang harus dijaga yaitu hati Papi Bayuaji,” oceh Hukma bertubi-tubi. Bayu menyentil hidung Hukma dengan pelan.
“Pintar, terus apa lagi nasihat yang pernah aku ucapkan sama kamu?”
“Harus hati-hati saat jalan biar tidak jatuh, harus makan tepat waktu, selalu meluangkan waktu untuk mengabari pacar, kalau ada apa-apa harus segera telfon pacar, nanti dijemput pacar saat pulang dan tidak boleh pulang sendiri apalagi sama cowok lain,” oceh Hukma lagi. Bayu menarik kedua pipi Hukma dan memainkannya dengan gemas.
“Pinter banget pacar aku,” puji Bayu.
“Papi juga harus ingat kalau harus setia sama aku, tidak boleh deket-deket sama dosen muda, gak boleh ganjen, gak boleh genit, gak boleh godain mahasiswi, harus tetap stay cool kalau di depan mahasiswi dan memperlihatkan wajah garangnya. Ingat ada hati yang harus kamu jaga, yaitu hatiku. Kalau kamu berani macam-macam, pasti kamu habis di tangan Papa dan Kak Davit,” ujar Hukma.
“Siap, Baby. Aku akan ingat, kulitku alergi kalau sama cewek lain, hanya sama kamu saja yang bebas bersentuhan karena kamu ditakdirkan untukku,” jawab Bayu. Kedua insan anak manusia yang tengah dirundung asmara itu tertawa bersama. Bayu tidak bisa menahan tangannya untuk tidak mengacak rambut Hukma dengan gemas.
“Ya sudah, aku masuk kelas dulu, ya,” pamit Hukma.
“Biar aku yang bukain pintunya,” kata Bayu. Bayu melepas sabuk pengamannya dan bergegas turun.
Bayu benar-benar memperlakukan Hukma layaknya tuan putri. Setelah turun dari mobilnya, pria itu segera memutari mobil dan membukakan pintu untuk sang tuan putrinya. Bayu mengulurkan tangannya yang langsung disambut Hukma. Beberapa siswa yang kebetulan ada di sekitar sana menatap Bayu dan Hukma, suara bisik-bisik juga terdengar di telinga Bayu.
“Wah itu pacarnya Bu Hukma, ganteng banget kayak Jackson Wang,” puji salah satu anak perempuan yang berada dalam segerombolan siswi lainnya.
Hukma tertawa kecil mendengar ucapan siswi itu. Gadis itu berdiri di hadapan Bayu setelah turun dari mobil.
“Aku masuk dulu, kamu cepat berangkat sana, nanti kamu terlambat,” ujar Hukma.
“Iya, aku pergi kalau kamu sudah masuk. Sana masuk dulu!” titah Bayu. Hukma menganggukkan kepalanya dan bergegas masuk ke sekolah agar calon suaminya bisa cepat berangkat ke kampus.
Bayu menatap punggung Hukma dengan senyum yang masih mengembang. Dengan Hukma, Bayu tidak bisa menurunkan senyumnya apalagi sampai cemberut. Hukma lah yang membawa warna warni dalam hidup Bayu.
“Pacar Bu Hukma sudah tua, kita masih ada celah untuk merebutnya.” Sebuah suara terdengar jelas di telinga Bayu. Bayu menolehkan kepalanya. Ia mendapati seorang siswa yang tengah nangkring di atas motor sport berwarna merah metalik. Bayu yakin kalau cowok itu yang tadi mengatakan kalimat yang membuatnya kesal.
“Iya benar, pacar Bu Hukma sudah tua. Kita punya kesempatan,” jawab siswa lain yang juga tengah nangkring di motor sport berwarna biru metalik.
“Berani merebut Hukma, patah tulang kakimu,” ancam Bayu.
“Pak, sekarang tuh jamannya cewek dewasa suka sama yang berondong, bukan sugar daddy,” ujar cowok itu semakin membuat Bayu kesal.
“Gak usah songong jadi bocah. Berondong dapat uang dari orang tua saja sok-sokkan jadi suhu, malu tuh sama orang tua kamu,” jawab Bayu.
“Gak peduli, aku akan merebut Bu Hukma dari kamu,” jawab anak itu segera menstater motornya dan minggat dengan menjalankan motornya kencang. Bayu mengepalkan tangannya dengan kuat, pagi harinya yang indah hancur seketika karena dua bocah yang terang-terangan ingin merebut Hukma darinya. Bayu menendang ban mobilnya dengan kencang, sayang sekali kakinya langsung merasa sakit.
“Akhhh.” Bayu mengaduh kesakitan.
Hanya mendengar ucapan dua bocah yang akan merebut Hukma sudah membuat Bayu gerah. Bayu menatap dirinya di kaca mobilnya, meski ia sudah tiga puluh tahun, ia tidak tua-tua amat dan masih keren. Tidak jauh beda dengan dua berondong yang sok-sokkan padahal kencing saja masih dipegangin dan diputer-puter.
