
Ringkasan
Cerita musim ke 2 Duren Sawit. WARNING! CERITA INI ROMANCE KOMEDI YANG BIKIN NGAKAK AKUT! SAAT BACA, MATIKAN KOMPOR DAHULU KARENA TAKUT MASAKAN GOSONG. CERITA INI BAGAI KAFEIN YANG BISA MEMBUAT CANDU PEMBACA. Tentang Davit Wicaksana dan Lintang Arum yang menjalani kehidupan sebagai suami istri. Namun, itu tidak mudah saat pernikahan mereka direcoki oleh Bayuaji, calon adik ipar yang sangat menyebalkan dan mengganggu ketenangan hidupnya. Bayuaji yang merupakan sahabat Davit, iri melihat keharmonisan keluarga Davit. Bayu yang mencintai Hukma pun berjuang menghalalkan gadis itu, tetapi terhalang oleh Pak Kumis yang membentangkan tembok tinggi hubungan antara dirinya dan Hukma. Belum jadi menantu saja Bayu sudah durhaka, mengatai calon mertuanya Pak Kumis karena memang kumisnya setebal Pak Raden. Bagaimana lika-liku Bayuaji yang bangkrut dan berjuang mendapatkan cintanya? Ayuk ikuti keseruannya!!
1. Musim Kedua
Beberapa bulan kemudian ....
Seorang pria tengah nangkring di atas genteng dengan pandangan kosong. Pria itu tampak melamun, melamunkan tekanan hidupnya yang sangat berat. Namanya Bayuaji, singkat padat dan jelas, tetapi Bayuaji selalu terobsesi menjadi pangeran jawa dengan gelar Mangkurap Mangkubumi, hingga pria itu selalu menyebutkan namanya dengan embel-embel bangsawan itu. Namun meski begitu, nama Bayuaji mempunyai arti yang sangat bagus. Dalam bahasa jawa, Bayuaji mempunyai arti ‘tarikan napas yang berharga. Secara karakter, Bayuaji orang yang emosional dan cenderung memanjakan pasangan. Saking memanjakan pasangannya, Bayuaji sampai berada di titik kebangkrutan yang sangat akut.
Bayuaji dosen Tipologi Bangunan di Universitas Umum Jakarta. Pekerjaannya sebagai dosen adalah pekerjaan tetap. Di luar itu, ia mencari pekerjaan sampingan dengan menjadi arsitek. Bayuaji pria berusia tiga puluh tahun yang mempunyai perawakan tinggi, kekar dan rambut yang dipotong rapi. Mempunyai kulit sawo matang yang terlihat sangat manly. Bibir tipis yang membuat hasrat pengen mencium dan aroma ketiak yang sangat enak, setidaknya itu menurut pacar satu-satunya Bayu.
Saat ini Bayu tengah berdiam diri di atas genteng rumahnya yang bocor. Pria itu tengah bertelanjang dada sembari menatap langit yang tampak mendung. Bayu baru membenarkan genteng rumahnya. Rumahnya berada di kawasan perumahan elit, tapi genteng saja ia belum bisa beli yang baru karena duitnya habis terkuras, ludes tidak tersisa, kantungnya menjerit karena kekeringan, dan dompetnya setipis harapan.
Bayu benar-benar berada di titik kebangkrutan karena baru saja ia memberikan gelang pacarnya seharga satu milyar. Saat ibunya menyuruhnya mengambil gelang cantik yang harganya tidak murah, ia malah memberikannya pada Hukma, pacarnya. Alhasil, sekarang Bayu seperti nasabah yang terlilit hutang dan dikejar depcolektor. Setiap hari Bayu harus menghindar dari kejaran ibunya yang menagih gelang tersebut. Gaji Bayu sebagai dosen tidak banyak, apalagi proyek juga sepi, membuatnya mati-matian merasakan stress akut karena tidak punya uang. Saat ini tujuan Bayu hanya mendapatkan uang yang sangat banyak agar bisa mengganti gelang ibunya.
“Yu … Bayu!” teriak seorang pria dari bawah sambil melempar kerikil ke tubuh Bayu. Bayu memejamkan matanya mendengar teriakan itu.
Suara itu adalah suara Davit Wicaksana, tetangganya sekaligus teman kuliah, rekan dosen dan merangkap menjadi calon kakak iparnya. Juga, Davit adalah salah satu member BBS alias Bapak-bapak Sarungan. Awalnya Bayu, Davit dan Aidan adalah musuh, tetapi karena beberapa hal mereka menjadi dekat dan menjadi tiga sekawan hingga terbentuklah grub BBS. Mereka janjian akan menjadi bapak-bapak idaman istri, anak dan mertua. Juga mereka akan menjodohkan anak-anak mereka kelak saat anak-anak mereka sudah dewasa. Namun sayang, yang sudah menikah hanya Davit. Sedangkan Bayu masih pacaran, dan Aidan masih dengan statusnya jomblo abadi.
“Turun, jangan bunuh diri di situ!” teriak Davit lagi. Bayu segera turun dari genteng dengan menggunakan tangga kayu.
“Aku masih waras kalau untuk bunuh diri,” jawab Bayu saat pria itu sudah sampai di bawah.
“Nih sarapan, meski dompet tidak punya uang, perut masih butuh asupan,” ucap Davit memberikan satu porsi nasi pecel pada Bayu.
“Jangan kebanyakan pikiran, kasihan masih muda sudah asam lambung,” tambah Davit lagi.
“Bagaimana gak banyak pikiran, Vit? Gajian habis buat nabung, makan saja numpang sama kamu, belum lagi harus bayar listrik dan lain-lain. Coba deh kamu bantu aku cari pekerjaan, minimal cariin aku lima tuyul yang pinter atau babi yang langsing buat ngepet,” oceh Bayu sembari menggigit tempe dengan kencang.
”Aku udah bantu nyari proyek buat kamu. Kamu bilang Aidan sudah nawarin pekerjaan, terus lanjutannya gimana?”
“Aidan benar-benar bedebahh jahanamm. Dia bilang akan memanggilku untuk mengerjakan proyek, tapi sampai saat ini belum ada kabar,” jawab Bayu.
“Sudah sudah, sarapan dulu!” Davit menarik Bayu untuk duduk di tembok pembatas antara rumahnya dan rumah Bayu yang hanya setinggi pinggang orang dewasa.
Dulu Davit dan Bayu seperti kucing dan tikus, setiap bertemu tidak pernah akur, apalagi Bayu juga selalu menggoda istri Davit sampai Davit cemburu akut. Namun di balik itu, persahabatan mereka masih sangat erat. Meski di bibir bilang saling membenci, tapi di hati mereka tidak akan tega melihat kesulitan satu sama lain. Seperti saat ini, satu bulan sudah Davit yang membantu keuangan Bayu. Bagaimana pun Bayu bangkrut juga karena adik Davit, Hukma.
Bayu susah payah menelan nasi pecelnya tatkala mengingat kilas balik kejadian awal kemiskinannya. Namun ia tidak marah dengan pacarnya. Ia sangat menyayangi dan bucin akut dengan Hukma. Biarlah ia yang berusaha mendapatakan uang satu milyar asalkan pacarnya senang.
Hukma, mantan mahasiswi Bayu yang saat ini sudah lulus dan menjadi guru magang di sekolah menengah atas jakarta sebagai guru matematika. Gadis itu pacar satu-satunya Bayu. Hukma tidak tahu gelang yang dia minta adalah awal kebangkrutan dari pacarnya. Bayu dan Davit pun juga tidak bilang apa-apa tentang kesusahan Bayu pada Hukma.
“Mas, ini kopi dan rokoknya,” ucap Lintang, istri Davit yang datang membawa nampan yang berisi dua gelas kopi, dan satu bungkus rokok.
Hari ini hari minggu, Davit akan merenovasi rumahnya bagian belakang untuk membuat gudang penyimpanan bahan cafe shop Lintang. Davit juga mengajak Bayu untuk membantunya daripada mencari tukang lain.
“Siap Lintang. Dimana Kopiku masih panas, disitu lah semangatku sangat ganas. Saat kau berikan aku rokok Surya, niscaya rumahmu akan menjadi istana,” ucap Bayu dengan semangat. Bayu memberikan piring yang nasi pecelnya sudah habis pada Davit. Pria itu mengambil dua timba untuk wadah semen dan segera menuju ke rumah belakang Davit dengan langkah lebarnya.
Lintang menatap Bayu yang melangkah dengan semangat, perempuan itu pun mendekati suaminya. “Mas, kayaknya Pak Bayu benar-benar gak punya duit deh karena masalah gelang itu,” bisik Lintang.
“Iya. Kasihan sekali calon adik ipar kita. Kalau kayak gini terus caranya, bisa-bisa ia memberikan mahar Hukma dengan uang sepuluh juta dibayar nyicil,” jawab Davit.
“Hust, nanti kedengeran Pak Bayu,” bisik Lintang.
Davit celingak-celinguk menatap ke rumahnya. “Lintang, sepertinya Bayu sudah di belakang. Kita ke kamar, yuk. Mumpung masih pagi proses reproduksinya masih seger. Kalau masih seger bisa mempercepat proyek baby embuls kita,” ujar Davit. Belum sempat Lintang menolak, Davit sudah menariknya paksa memasuki rumah.
Davit tampak tergesa-gesa menuju kamarnya, sesampainya di kamar, Davit menutup pintunya dengan kencang. Saat-saat seperti ini lah yang dinantikan Davit, mumpung mereka belum punya anak, mau ngapain saja berdua tidak ada yang mengganggu.
Tubuh Lintang terhuyung saat Davit mendorongnya ke ranjang. “Mas, kamu belum sarapan,” ucap Lintang mencegah suaminya.
“Tidak ada sarapan yang lebih nikmat dari pada menyantap istriku,” jawab Davit melepas kaosnya dan membuangnya dengan asal.
“Mas, jangan buang baju sembarangan. Kalau baju kotor itu dimasukkan ke keranjang cucian,” kata Lintang.
“Ini kita sudah mau ehem-ehem loh, kenapa masih saja bahas cucian, sih,” ujar Davit kembali melepas celananya dan membuangnya dengan asal. Davit menindih tubuh istrinya, mulai mencumbu wajah cantik yang selalu ia puja.
Suara erangan kecil dari bibir Lintang terdengar. Lintang selalu begitu, di bibir saja ia selalu menolak, tapi kenyataannya ia tidak bisa menolak sentuhan suaminya. Belah Duren yang dinanti dan kata teman-temannya menjadi moment paling ditunggu-tunggu saat menikah pun akhirnya ia rasakan. Dan setelah merasakan Belah Duren, membat pasangan itu ketagihan. Benar kalau durennya sudah matang, rasanya akan lebih nikmat dan mau lagi dan lagi.
Di sisi lain, Bayu tengah mengaduk semen dan pasir di rumah belakang Davit. Pria itu bukan pria polos yang tidak tahu apa-apa soal suami istri yang pagi-pagi masuk kamar. Bagaimana pun juga ia sudah berumur tiga puluh tahun.
Bayu ingin menyumpal telinganya yang mendengar suara-suara penuh gairah. Pria itu menatap sekelilingnya yang berisi semen dan pasir, mata Bayu menangkap kopi yang tadi sempat ia bawa masuk. Bayu berpikir sejenak, ia merasa sesajen tukang bangunan ada yang kurang.
“Tanpa gorengan, ini namanya melanggar sesajen tukang bangunan,” ujar Bayu saat sadar tidak ada gorengan. Karena pada umumnya di jagat dunia pertukangan, saat tukang mulai bekerja, pasti ada rokok, gorengan dan kopi. Namun ini gorengannya tidak kelihatan.
“Woy Lintang, gorengannya mana?” teriak Bayu dengan kencang. Namun Bayu tidak mendengar jawaban apa-apa.
“Lintang, Davit, woy gorengan woy!” teriak Bayu lagi. Bayu mengambil ember kosong di sampingnya dan membanting dengan kesal.
“Dimana gorengan belum datang, disitulah ember-ember kutendang!” teriak Bayu untuk ke sekian kalinya. Tidak hanya mengoceh, Bayu pun juga bernyanyi dengan kencang sengaja mengganggu pasangan suami istri yang tengah dimabuk asmara.
“Komando barisan pertukangan, disini skil tukang dimainkan, kopi hitam rokok surya dan gorengan, niscaya batu bata jadi bangunan.”
“Bayu, berisik!” teriak Davit dengan kencang.
