Bab 3. Cari pacar baru (?)
Emilia menangis terisak setelah memasuki tendanya. Gadis itu menyeka air mata di pipinya dengan kasar, sampai make up-nya yang serba hitam makin belepotan.
"Lia! Lia!" panggil Grace yang juga berlarian ke dalam tenda.
Ia dapati sahabatnya itu yang tengah menangis sesenggukan memunggunginya. Dengan hati-hati Grace menaruh Jason ber-alaskan selimut kecil yang ia bawa, lalu Grace mendekati Lia.
"Lia," lirihnya dengan tatapan sendu. Lalu ia usap dengan lembut punggung sahabatnya itu.
"Gue... gue ga nyangka ... Kelvin bakalan setega ini. Apa salahnya bilang kalau emang udah ga cinta lagi sama gue? Kenapa harus selingkuh?" ucap Lia dengan terbata-bata.
"Iya, Lia. Gue ngerti perasaan lo. Emang bajingan tuh orang. Udah cocok banget sama tuh cewe tepos. Sama-sama ceking!" ujar Grace yang jelas menghina mereka.
"Mereka kelihatan serasi. Grace. Gue kalau jalan sama dia selalu dikatain tempang." Lia kian menangis keras mengingat hal itu.
Ya! Lia memiliki proporsi tubuh yang sempurna. Ia semok dan seksi, wajahnya lebih terkesan manis dan imut dari pada cantik. Itulah penyebabnya ia selalu menjadi primadona semasa sekolah. Emilia bukan pemain yang tukang selingkuh, tapi setiap putus dari pacarnya, hanya dengan menghitung hari ... ia langsung bisa mendapatkan pacar baru. Namun semua itu ia lakukan hanya di semasa sekolah.
Selama 3 tahun setelah meniadi alumni, ia memutuskan untuk pensiun dari sifatnya yang sering gonta-ganti pacar itu ... karena berniat untuk fokus mencari pekerjaan.
Setelah 3 tahun meniadi jomblo, tahun ke 4 ia bertemu dengan Kelvin dan menjalin kasih selama 2 tahun dengan berusaha untuk selalu setia.
"Udah, Lia. Jangan tangisin lagi cowok kayak dia. Dia emang jauh banget kalau dibandingin sama lo. Ke mana, nih, Emilia yang selama ini gue kenal? Lo tinggal jalan aja di taman bermain tadi. semua cowok bakalan langsung ngelirik. Gue jamin ketenaran lo dari dulu ga pernah pudar." Grace terus mengusap punggung Lia dan memberinya semangat.
Bukannya bertambah semangat, Lia makin menangis mendengar itu. Kemudian ia menoleh ke arah Grace.
Grace langsung melotot karena terkejut. Ia sampai terlonjak menjauh sembari mengusap dadanya.
"Astaga, Lia! Muka lo kenapa jadi tambah berantakan gitu?" seru Grace. Saking shock-nya, Grace malah kesulitan menahan tawa.
Bagaimana tidak Grace bisa bereaksi seperti itu. Wajah Lia terlihat gosong karena make up-nya yang bernuansa gelap sudah luntur ulah menangis. Rambutnya bagian depan acak-acakan dan ia juga memakai jubah hitam panjang bersama dengan printilannya.
"Kenapa gue harus berpenampilan begini saat ketemu mereka? Gue makin kelihatan menyedihkan. Si cewek tepos itu pasti ngakak brutal lihat gue. Elo juga ikut-ikutan ngetawain gue. Jahat lo, Surti!" Tangisnya berlanjut.
Grace membuang mukanya lalu mengatup bibirnya agar berhenti tertawa. Ia kembali mendekati Lia lalu memeluk sahabatnya itu.
"Tenang, Lia. Habis ini kita cari cowok ganteng kaya raya. Kita balas perbuatan Kelvin."
"Gue dikatain pengikut ilmu hitam dan setan di rumah hantu taman bermain sama cewek itu. Surti!" ucap Lia di dalam pelukan Grace.
Grace ingin kembali tertawa mengingat adegan itu karena posisinya Emilia memang terlihat seperti itu sekarang. Namun sebagai sahabat yang baik, Grace ingin meniadi garda terdepan untuk Lia. Karena ia juga ikut kecewa pada sikap Kelvin.
---
"Gimana lo? Udah baikan?"
Emilia kini tengah duduk santai di taman bersama dengan Grace. Setelah tadi Lia terlihat mulai tenang, Grace memulangkan bayinya dan balik lagi ke tenda Lia untuk membantu sahabatnya itu membereskan segala perkakasnya. Selain itu, tujuan utama Grace memang untuk menemani Lia, karena gadis itu sedang dalam kondisi yang kurang stabil.
Mereka menikmati es krim seraya menatap langit malam yang hampa tanpa bintang. Taman itu masih ramai, namun kebanyakan pasangan yang datang ... bukan lagi ramai karena anak-anak kecil bermain.
Lia menghela nafasnya berat. "Apa gue lagi ditimpa karma, ya, Grace ... makanya saat gue udah bisa setia sama satu cowok, malah begini akhirnya."
"Ehmm ... mungkin setengahnya, sih, karma. Dan mungkin si Kelvin hadir cuman sebagai pelajaran dalam hidup lo." sahut Grace.
"Apa gue nyari pacar baru lagi aja, ya, kayak dulu? Tanggung. Gue jabanin aja, deh, semua ... itu karma," kata Lia yang terdengar putus asa.
Ponsel Grace dan Lia tiba-tiba bergetar singkat dengan serentak. Lia mengabaikannya karena masih hanyut dalam kegalauan, sedangkan Grace langsung memeriksanya.
"Kan ga lucu ... dukun cinta diselingkuhin. Apa kata klien-klien gue nanti," lanjut Lia memelas.
Grace tiba-tiba memukul-mukul lengan Lia kuat hingga tubuh gadis itu terdorong.
"Heol!" Grace melotot menatap layar ponselnya.
"Apaan, sih? Sakit tau! Tangan lo kenapa kek tangan kuli, sih? Kasar amat!" ujar Lia kesal.
Grace langsung menyodorkan ponselnya pada Lia dan gadis itu langsung menerimanya.
Emilia seketika langsung mengerjap dan menjauhkan ponsel itu dari pandangannya.
"Astaga! Cerah amat, secerah ponsel Mak gue. Makin lama, lo beneran makin kayak emak-emak, deh, Sur."
"Udah, deh, jangan banyak bacot! Cepetan baca chat-nya!" titah Grace.
Emilia kemudian menurunkan kecerahan layar ponsel Grace dan membaca isi chat itu, yang benar saja ... bahwa setelah 5 tahun menjadi alumni, baru kali ini grup kelasnya heboh lagi,
Emilia refleks menutup mulutnya yang menganga, bola matanya melotot nyaris keluar dari rongganya ... ia saling bertatapan dengan Grace kemudian.
"Wah gila! Pantesan dia follow gue kemarin. Ternyata mau ada pesta reunian besar-besaran!" seru Grace.
Emilia langsung geleng-geleng kepala.
"Engga! Gue ga bakalan ikut, apalagi situasi gue lagi begini. Kelvin pasti datang sama tunangannya itu, gue pasti jadi bahan lawakan di sana. Apalagi sama si cowok rese itu!" kata Lia.
"Ini mereka semua pada nge-tag lo tau, Lia! Lo wajib dateng, sih. Ga kangen, lo, sama Adnan? Gue stalking sosmed dia kemarin ... eh buset, udah berubah 360 derajat. Dia juga udah sukses banget jadi fotografer di luar negeri!" ujar Grace dengan sangat excited.
Benar saja apa kata Grace. Semua yang ikut berkomentar mengucapkan kata rindu mereka akan masa-masa putih abu-abu tersebut.
Mereka juga banyak menyebut nama Emilia di sana dan menyuruhnya muncul di grup, karena penasaran bagaimana cantik dan suksesnya gadis itu sekarang yang dahulu menjadi primadona di sekolah.
Nyatanya hal itu membuat Lia makin merasa stress, sebab dirinya hanya cantik namun tidak kunjung sukses.
Mereka menjadwalkan reuni untuk mengenang masa lalu pada malam minggu ini, tepatnya 2 hari lagi.
Terutama untuk bertemu dengan Adnan Kamran, si cowok paling biasa di kelas mereka yang hobinya memotret semua objek dengan ponsel jadulnya. Ia menjadi bintangnya untuk reuni kali ini, karena ia yang paling sukses di antara murid yang sekelas dengannya dan menjadi sponsor terbesar untuk reuni tersebut.
Semua orang di grup makin penasaran pada Adnan, karena ternyata ... kemarin pria itu memfollow semua akun teman di kelasnya ... kecuali Emilia. Postingan Adnan yang terlihat glow up parah itu membuat para penghuni kelas sangat penasaran ingin bertemu dengannya.
"Males, ah! Udah bahagia banget selama beberapa tahun ini gue ga ketemu lagi sama cowok gila itu! Mood gue lagi hancur, please. Bisa meledak gue kalau sampai ketemu dia lagi." tolak Lia.
Grace kemudian menyenggol-nyenggol bahunya ke bahu Emilia, ia menggoda sahabatnya itu dan membujuk agar mau pergi.
"Please lah sekali ini aja! Jodoh ga ada yang tau." Grace menaik-naikkan alisnya dengan tatapan yang membuat Lia menatapnya sinis.
"Maksud lo apa? Ogah ah jodoh sama dia,' ketus Lia seraya membuang muka
"Biasanya kalau berantem terus gitu bisa berjodoh, loh! Siapa tahu dia udah berubah sekarang karena udah dewasa. Yakin, lo, ga bakalan nyesel?" Grace kembali menyenggol bahu Lia dan terus menggodanya.
Emilia menatap Grace bete, namun sama sekali tidak diabaikan oleh Grace. Ia makin suka menggoda Lia.
"Yang belum nikah bukan cuman lo doang cewek di kelas kita. Mau, lo, Adnan diembat sama mereka? Yang udah punya laki kayak gue juga pasti tergoda, sih, kalau sama spek Adnan yang sekarang," lanjut Grace.
Kenangan sekitar 6 tahun yang lalu di sekolah tiba- tiba terlintas di pikiran Lia. Bagaimana menyebalkannya Adnan yang sering mengganggu dan menjahili dirinya.
Banyak kejahilan dari pria itu pada Lia, hingga tidak bisa dihitung berapa jumlahnya. Lia sangat membenci Adnan akan hal itu. Walaupun mereka sudah saling mengenal dari masa putih dongker, hubungan mereka tidak bisa disebut sebagai teman. Melainkan seperti kucing dan tikus yang tidak pernah akur.
"Terserah lo, deh! Gue mau pulang. Besok harus kerja lagi dan ... gue masih dalam keadaan berduka ini. Jangan nambahin beban pikiran gue!" celetuk Lia yang kemudian berdiri dan berjalan pergi. Grace kemudian ikut berdiri dan bergegas mengikutinya.
"Ayo lah ikut, Lia! Kalau lo ikut, gue jadi punya alasan buat ikut juga. Gue pengen banget ngumpul ... semenjak nikah dan punya bocil, gue udah susah banget mau ke luar." Grace memelas pada Lia sepanjang jalan.