Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4. Pertemuan yg tak diinginkan

Emilia berguling-guling di atas ranjangnya. Setelah sendirian di kamar, rasa sedihnya makin menjadi. Pengkhianatan dari Kelvin benar-benar merusak suasana hati dan pikirannya. Setelah kejadian itu hingga malam ini, pria itu bahkan tidak mengirim pesan apapun pada Lia. Setidaknya permintaan maaf saja, walau memang tidak ada harapan lagi pada hubungan mereka.

Apa salah Emilia .. sampai-sampai Kelvin begitu tega menyelingkuhinya, bahkan statusnya dengan Olivia sudah bertunangan. Apa hanya karena Lia akhir- akhir ini sering menolak untuk bertemu dan makan siang bersama? Rasanya hal itu terlalu ringan sampai membuat Kelvin tega mengkhianatinya. Lia bekerja demi dirinya dan membantu ekonomi keluarga, walaupun memang ia sedikit berbohong pada Kelvin.

Selain itu, uang yang ia hasilkan juga tidak pelit Lia bagikan pada Kelvin, kalau pria itu sedang butuh uang. Lia dengan senang hati membagi uangnya dengan Kelvin. karena merasa mereka sudah sama-sama saling percaya dan akan selalu bersama. Lia sangat menyayangkan hubungan mereka yang sudah berjalan dua tahun harus kandas karena hal ini. Tanpa ia tahu salahnya di mana, yang seharusnya diusia mereka sekarang ... mereka sudah harus memikirkan tentang pernikahan.

Emilia menghela nafasnya kesal, karena sedari tadi ponselnya tidak berhenti berbunyi. Pesan di grup kelasnya tidak terputus semenjak tadi ... semenjak awal undangan reunian dikirim, sampai mereka saling bertanya kabar hingga berujung pamer kehidupan masing-masing. Hal itu membuat Lia sangat malas untuk ikut reunian nanti, karena tidak ada yang bisa ia banggakan.

***

"Bangun, Adnan! Udah siang ini! Kamu dari dulu ga pernah berubah, ya. Masih aja susah dibangunin," ujar Lina, Mamanya Adnan.

"Kenapa, sih, Ma? Aku pulang emang mau males- malesan ... liburan!" seru Adnan merasa kesal dengan suaranya yang terdengar serak dan lemas.

Padahal ia baru saja pulang ke Indonesia 2 hari yang lalu, dan tujuannya pulang adalah hanya untuk bermain dan istirahat. Karena selama di luar negeri, ia terus saja bekerja tanpa henti.

Mama Lina duduk di tepi ranjangnya, lalu menarik selimut Adnan hingga pria itu menggulung badannya karena merasa dingin. Matanya terus saja terpejam karena masih mengantuk. Rambutnya berantakan, namun ketampanannya tidak sirna.

Adnan yang sekarang jauh berbeda dari Adnan yang dulu. Kulitnya sekarang lebih bersinar, proporsi tubuhnya tinggi dan berotot dan ia sangat fotogenik pula, selain profesinya yang memang seorang fotografer.

"Ini barusan Mama baru balik dari orang pinter. Katanya peruntungan kamu akan menurun tahun ini sampai seterusnya, kalau kamu masih melajang, Buruan bangun! Kita harus ke sana untuk mengusir kesialan lainnya di tubuh kamu!" Mama Lina menarik- narik lengan Adnan, berniat membangunkan putranya itu. Namun semua itu sia-sia, karena ia malah terjatuh ke lantai sebab bobot Adnan yang jauh lebih besar darinya.

Mama Lina mengernyit, sebab bokongnya sakit karena jatuh ke lantai. Ia menggosok bokongnya itu lalu kembali berdiri.

"Ayo lah, Nak! Mama ga mau kamu kenapa- kenapa!" seru Mama Lina lagi yang berusaha menarik kembali anaknya itu.

"Mama apaan, sih ... masih percaya aja yang begituan! Usahaku masih lancar dan saking lancarnya, aku pulang untuk menghamburkan uang. Kalau masalah lajang, itu bisa diatur nanti," kata Adnan.

"Mending Mama pergi shopping aja dari pada pergi ke orang pinter! Tuh ambil kartu aku di dompet, jajan sepuasnya!" lanjutnya yang kembali menarik selimut.

Mama Lina hanya bisa menghela nafasnya malas mendengar itu, raut wajahnya yang khawatir tetap saja jelas tergambar di wajahnya.

"Sekali aja nurutin kemauan Mama apa salahnya, sih. Nan? Kamu mau jadi anak durhaka?"

Mendengar itu, Adnan mengacak-acak rambutnva frustasi, lalu duduk di atas ranjang. Matanya yang sedari tadi terpejam, akhirnya ia buka ... bola matanya terlihat coklat bersih, dihiasi oleh bulu mata yang panjang dan agak lentik serta alis mata yang rapi dan tebal.

Mama Lina langsung mengatup bibirnya, menyembunyikan senyum senang. Walaupun Adnan terpaksa, namun akhirnya pria itu mau menuruti keinginan mamanya ... meskipun harus dengan cara mengeluarkan kata-kata keramat di atas.

---

"Ngapain, Ma?" Adnan menaruh tatapan curiga pada Mama Lina, karena gerak-gerik wanita tersebut yang bertingkah seperti baru saja tertangkap basah.

Adnan mendekat seraya tangannya mengusap-usap handuk kecil di kepalanya, untuk mengeringkan rambut karena ia baru saja selesai mandi. Beberapa tetesan air dari rambutnva tampak mengalir pada tubuh telanjang dadanya, hingga berhenti di pinggang karena ia hanya menutup bagian bawahnya dengan handuk.

Mama Lina bergeleng canggung, lalu berdiri. "Kamu pergi sendiri aja dulu untuk hari ini. Itu udah Mama tulis alamatnya." Mama Lina menunjuk ke arah nakas.

"Loh, kenapa? Tadi Mama sendiri yang maksa untuk pergi bareng, sampai bilang aku anak durhaka!" protesnya.

"Ada yang mesan catering barusan. Kamu harus pergi pokoknya! Orang pinternya top banget, deh!" Mama Lina mengacungkan jempolnya. Dengan langkah yang tergesa, wanita itu pergi dan menepuk lengan putranya itu.

Adnan hanya bisa menatap kepergian mamanya itu dengan helaan nafas yang mengeluh. Ia kemudian memakai bajunya yang sudah dipersiapkan di atas ranjang. Lalu melepas lilitan handuknya dipinggang. Adnan meraih celana dalamnya dan memakainya namun ia merasa ada yang mengganjal di sana.

Adnan refleks melotot. "Apa ini? Kecoa?" ujarnya membatin. Dengan hati-hati, ia kembali menurunkan celana dalam itu dan melihat apa yang ada di sana,

"MAMAAAA!!!" pekiknya.

Ternyata Mama Lina menaruh semacam jimat yang berbentuk seperti kertas kecil yang dilipat dengan tulisan mantranya di sana. Wanita itu menempelnya dengan lem yang cukup kuat. Jimat itu diperuntukkan untuk kelancaran jodoh Adnan yang diberikan oleh orang pintar yang Mama Lina temui pagi tadi.

"Astaga, Mama! Mana ini sempak mahal, baru dibeli kemarin di Paris, ujarnya bermonolog dengan geram dan frustasi. Adnan kemudian melepas celana dalam itu, lalu menggantinya dengan yang lain.

***

Adnan menghela nafasnya pasrah setelah sampai tepat di depan tenda yang bernuansa mistis itu.

"Dukun macam apa yang buka praktek di taman bermain begini?" Adnan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia mendengar banyak teriakan anak kecil yang tengah bermain dan kondisi di sana sangat ramai,

Adnan menyibak pintu tenda yang hanya bermodalkan kain itu.

Ia menundukkan kepalanya karena pintu masuknya lebih pendek dari dirinya. Pria itu bergidik, karena di dalam tenda tersebut ternyata dipenuhi nuansa pink yang melambangkan cinta. Tidak sedikit pula warna hitamnya, agar nuansa khas perdukunan tetap terasa. Adnan menyebarkan pandangan ke sekeliling seraya mengusap tengkuk.

"Permisi." Adnan mendekat saat ia melihat sosok berjubah hitam sedang duduk membelakanginya. Di sana tampak peralatan dan bahan khas perdukunan di atas meja, yang membatasi posisi duduknya dengan dukun itu.

Emilia vang awalnya sedang memejamkan mata karena mengantuk, akhirnya membuka matanya. Ia mengerling dan senyumnya mengembang mendengar ada pasien yang datang hari ini.

Gadis itu awalnya sempat berpikir kalau hari ini juga hari sialnya, karena setelah kemarin putus dengan pacar ... hari ini sepi tidak ada pasien.

"Selamat datang di tenda praktek dukun cinta Miss. Lia! Setelah Anda menerima konsultasi dan jimat keramat, Anda dijamin akan langsung menemukan cinta sejati usai menapaki jalan menuju pulang!" seru Lia dengan slogan yang wajib ia sebutkan saat kedatangan pasien.

Adnan hanya menatap kebingungan mendengar suara dukun itu, ia meyakini bahwa dukunnya adalah seorang wanita yang masih muda. Sepersekian detik kemudian, dukun itu berbalik dan mereka saling bertatapan. Mereka serentak langsung melotot dan berteriak.

Adnan langsung menutup seluruh mukanya dengan tangan, karena terkejut melihat penampilan dukun tersebut. Kantung mata Emilia membengkak besar dan lingkaran hitam menghiasinya, karena menangis dan begadang semalaman ... ditambah dengan riasan wajahnya yang bernuansa gelap terlihat berlebihan.

Jerawat besar juga sedang tumbuh menggoda tepat di antara hidung dan bibirnya, karena sedang berada pada fase stress putus cinta akibat diselingkuhi.

Berbeda dengan Emilia yang terkejut karena ia menyadari kalau pasiennya kali ini ternyata adalah Adnan Kamran. Pria yang menjadi salah satu alasan dirinya untuk tidak mau ikut reunian malam besok. Pria menyebalkan yang ia temui semenjak sekolah menengah pertama hingga menengah atas.

"Adnan?" lirihnya. Emilia refleks membalikkan tubuhnya kembali membelakangi pria itu.
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel