Bab 9 Terakhir Di Rumah Sak
Bab 9 Terakhir Di Rumah Sakit
Kondisi Keenan setelah istirahat total di rumah sakit kian membaik. Ibunya yang mengetahui kabar dirinya sempat panik dan sangat khawatir. Keenan memberitahu ibunya, ia sudah baik-baik saja, tidak perlu khawatir. Ia melarang ibunya untuk datang ke tempatnya, karena tidak ingin merepotkannya.
Keenan yang awalnya dirawat karena benturan di kepalanya akibat insiden percobaan bunuh dirinya, harus melanjutkan perawatan intensif. Ia masih merasakan pusing bukan main dikepalanya. Ternyata tekanan darahnya sangat rendah. Sehingga ia merasakan pusing apalagi pada saat ia berdiri dan berjalan.
Hal ini disebabkan, ia kurang tidur, pola makan tidak teratur, dan aktivitas malamnya yang memperburuk kesehatannya akhir-akhir ini. Jalan yang terbaik saran dokter adalah agar Keenan beristirahat total di rumah sakit untuk mengembalikan kondisinya seperti sedia kala.
Keenan yang sudah terbiasa sendiri akhir-akhir ini sengaja tidak meminta bantuan kepada keluarganya di kampung. Sudah cukup ia merepotkan keluarganya terutama ibunya akhir-akhir ini. Jadi ia memutuskan untuk mengurus dirinya sendiri selama dirawat, atau sekedar meminta bantuan suster ketika ia kesulitan akan sesuatu.
Mira yang awalnya membawa Keenan ke rumah sakit telah banyak membantunya. Wanita itu membawakan pakaian dan keperluan lain untuk Keenan dari rumah pria itu. Keenan yang sudah sadar akan siapa Mira percaya dan membiarkan Mira mengambil kebutuhannya di rumahnya yang saat ini dalam kondisi kosong. Mira juga bersedia, ia merasa harus bertanggungjawab karena telah menyebabkan pria itu sambai jatuh pingsan.
Mira selalu menyempatkan datang, setelah ia selesai bekerja. Ia datang menjenguk untuk melihat perkembangan kondisi Keenan, dan sesekali membawakan sesuatu untuk Keenan makan.
…
Keenan yang memang ramah, dengan cepat sudah dekat dengan pasien lainnya. Keluarga dari pasien lainnya pun sering membantu Keenan jika ingin turun dari ranjang atau sebaliknya. Ia merasa terbantu oleh keberadaan mereka ketika Mira memang tidak sedang ada menjenguknya.
Bukan hanya kondisi kesehatannya yang membaik, sepertinya kini kondisi mentalnya sudah perlahan pulih. Ia sudah jarang melamun, bahkan ia sudah tidak pernah melihat bayangan sosok istrinya Darina.
…
Seseorang yang selalu ditunggu Keenan kini datang dengan bungkusan kecil ditangannya. Mira pasti membawa sesuatu yang enak pikir Keenan dalam hatinya.
Mira juga tidak lupa menyapa keluarga dan pasien lainnya di kamar ini dengan ramah ketika masuk dan berjalan ke arah ranjang Keenan yang berada di pojok. Keenan menyambut Mira dengan senyumnya. “Kamu sudah dating,” sapa Keenan.
“Apa kamu sudah makan siang?” tanya Mira.
“Sudah tadi, tapi hanya sedikit. Makanan rumah sakit tidak enak,” keluh Keenan.
“Kamu pikir rumah sakit itu restoran. Yang pasti bukan makanannya yang tidak enak, tapi mulut kamu yang sedang bermasalah,” jawab Mira.
“Tetap saja tidak enak. Apa kamu membawa makanan dari luar, apa itu?” tanya Keenan penasaran.
“Sudahlah kamu protes saja seperti anak kecil yang sedang tidak napsu makan. Ini? Bakmi, mau?” ledek Mira.
“Memang buat aku atau buat kamu?” sahut Keenan.
“Kalau kamu mau makan saja, aku gampang beli lagi nanti pas aku pulang,” jawab Mira.
Keenan segera mengambil bungkusan itu dari Mira, mendudukan badannya dengan sandaran bantal dan ia mulai memakan bakmi itu. Terlihat menggugah selera, dan memang benar ternyata rasanya enak sebanding dengan penampakannya.
Melihat Keenan kegirangan membuat Mira tersenyum tanpa sadar. Tingkahnya sangat berbeda ketika ketika ia bertemu dengan pria itu di jembatan tempo hari. Kini Keenan sudah banyak tersenyum tidak seperti kemarin yang tampak murung.
Wajah Keenan yang tadinya sangat tirus dengan rambut-rambut di bawah hidung dan di dagunya kini sudah bersih dan ia terlihat… Tampan, pikir Mira dalam hati. “Ada apa denganku, mengapa juga aku sampai segitunya memperhatikan pria ini. Yang pasti alasanku adalah harus memastikan keadaannya. Semakin ia cepat sehat dan pulih seperti sedia kala, urusanku selesai dengannya,” gumam Mira dalam hati.
“Mir, mau tidak bakminya?” tanya Keenan kepada Mira menawarkan bakmi yang dengan sekejap sudah tinggal tersisa sedikit itu.
“Tidak terima kasih, kamu saja yang makan. Sepertinya kamu sangat lapar, pasti sudah bertahun-tahun tidak makan ya,” sindir Mira.
Hanya menjawab dengan senyuman dan anggukan Keenan melanjutkan aktivitasnya itu. Mira yang menunggu Keenan sampai selesai makan, menyempatkan memeriksa notifikasi ponselnya. Ia takut bahwa ia melakukan kesalahan yang bersangkutan dengan suaminya. Ia memastikan ia pergi tadi pagi sebelum bekerja tidak melupakan satupun urusan di rumah.
Kesalahan kecil saja ia buat, akan menjadi masalah besar untuknya nanti. Suaminya sangat perfeksionis, tidak mentolelir kesalahan Mira walau sedikit pun. Ini yang membuat Mira lelah, mungkinkah ia salah memilih pasangan hidup? Hal itu yang akhir-akhir ini ia pikirkan.
Melihat kesibukan Mira pada ponselnya Keenan yang sudah selesai memakan bakmi buah tangan Mira, sejenak memperhatikan wajah wanita di sampingnya itu. Seperti ada yang mengganggu pikirannya, tapi ia tidak mengetahui ap aitu, dan ia tidak memiliki hak untuk menanyakannya pada Mira.
“Mir, besok aku sudah diizinkan pulang oleh dokter,” ucap Keenan memecah lamunan Mira.
“Oh ya, syukurlah. Kalau begitu besok aku akan antarkan kamu pulang ke rumah,” jawab Mira.
“Tidak merepotkan? Sudah tidak apa aku pulang sendiri saja. Selama ini kamu sudah banyak sekali membantu,” tutur Keenan.
“Tidak apa-apa akan aku antarkan kamu sampai rumah,” ucap Mira pasti.
…
Mira yang sedari tadi melihat jam di tangannya, kini sudah bersiap-siap untuk pulang karena jam jenguk juga sudah habis. Keenan yang menyadarinya langsung mencegah kepergian wanita itu dengan sebuah pertanyaan.
“Kamu selama ini tinggal dimana Mir?” tanya Keenan.
“Tiba-tiba kok bertanya itu? Ada perumahan dekat dari rumah sakit ini,” jawab Mira.
“Oh begitu, kapan-kapan aku boleh dong mampir?” canda Keenan yang berhasil membuat Mira terkejut.
“Untuk apa kamu mampir? Tidak usah, rumah aku tidak ada apa-apanya,” jawab Mira.
“Oh begitu,padahal siapa tahu aku ingin mengirim sesuatu untuk kamu sebagai tanda terima kasih. Masa tidak boleh?” lanjut Keenan.
“Bukan tidak boleh, hanya saja seperti tidak perlu. Kamu bisa mengabari aku ke nomorku ketika ingin memberikannya. Cukupkan?” tolak Mira.
Keenan hanya mengangguk mengakhiri perdebatannya dengan Mira hanya tentang alamat rumah. Mira yang sudah selesai bersiap, kini ia mulai menyapa keluarga dan pasien lain seperti yang ia lakukan ketika datang. Mira juga pamit pada Keenan dan mengatakan ia besok akan kembali lagi mengantarkan Keenan sampai di rumahnya.
…
Malam kini sudah berganti pagi. Sinar mentari kini telah sempurna menampakan dirinya. Sinar itu masuk lewat sedikit celah dari tirai jendela, lalu mengenai wajah seorang pria yang masih terlelap.
Suster yang bertugas memeriksa kondisi para pasien membuka sedikit tirai jendela, membiarkan cahaya pagi yang menyegarkan untuk masuk ke ruangan. Keenan yang terkena cahaya lama kelamaan terbangun. Merasa silau dengan adanya cahaya, ia sempat mengerutu.
Gerutuan itu tidak berlangsung lama, karena ia sadar bahwa ia harus bersiap untuk pulang hari ini. Kembali ke rumahnya denganstatus baru, yaitu pengangguran.
Keenan sudah mengirimkan pesan pada Mira bahwa kemungkinan ia akan pulang sesudah ia diperiksa untuk yang terakhir kali oleh dokter yang menanganinya. Maka, dari itu kini wanita itu sudah bersiap untuk melaju dengan mobilnya memecah panas pagi hari ini bergegas ke rumah sakit.
…
Mira sudah sampai di rumah sakit. Ia langsung naik ke lantai atas menuju ruang perawatan Keenan. Ia berharap ia tidak terlambat, karena ia juga ingin mendengar penjelasan mengenai kondisi final dari Keenan agar ia yakin pria itu sudah baik-baik saja.
“Pagi sekali datangnya,” sapa Keenan kepada Mira saat ini.
“Agar aku bisa memastikan kondisi kamu,” jawab Mira.
“Wah, baik sekali. Sudah cantik baik hati pula,” ledek Keenan.
Baru saja Mira ingin menjawab kata-kata Keenan yang seperti ABG itu dokter yang menangani Keenan pun datang untuk memeriksanya. “Selamat pagi Pak Keenan dan Bu Mira,” sapa sang Dokter.
“Selamat pagi, Dok,” jawab Keenan.
“Bagaimana perasaan Pak Keenan, sudah baikkan dan sudah merasa lebih baik kan?” tanya Doker.
“Sudah jauh lebih baik, Dok,” jawab Keenan.
“Kalau begitu saya pastikan dulu sebentar sebagai data final, Pak Keenan,” sambung Dokter seraya memeriksa kondisi tubuh Keenan. “Semua sudah bagus, tekanan darahnya juga sudah normal. Dan sekarang juga Pak Keenan sudah bisa pulang seperti perkiraan saya kemarin,” jelas Dokter. “Silahkan diurus administrasinya dan Pak Keenan sudah bisa beristirahat di rumah. Saya pamit, selamat pagi.” Dokter itu pun pergi.
“Aku urus dulu administrasi kamu ya, tunggu sebentar,” kata Mira.
“Aku saja yang bayar, Mir,” sahut Keenan.
“Sudah biar aku saja, aku tahu kamu baru saja dipecat kan, jadi tunggu di sini jangan membantah lagi,” decit Mira.
