Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Dia Mira

Bab 8 Dia Mira

“Bukan seperti Mbak, tapi memang kita saling kenal. Sepertinya kamu lupa kalau kita satu kampung dulu,” imbuh Keenan seraya tersenyum.

“Oh ya sebentar, astaga ternyata ini kamu Keenan anak Bude Kasih ya. Wah haha...” kekeh Mira.

Mira yang sudah sadar ternyata mereka sudah saling mengenal lama, tertawa sendiri membayangkan kejadian beberapa jam lalu. Bagaimana bisa dia lupa dan lama sekali mengingat wajah dari pemuda desa yang dulu pernah mengejar cintanya. Namun, dengan alasan cita-cita ia harus menolak cinta tulus Keenan untuknya. Ia memutuskan untuk kuliah di Ibukota dan mulai merantau membuat kehidupan barunya setelah usai menyelesaikan studinya.

Keduanya kini hanya menatap tidak percaya. Bertemu lagi setelah berpisah bertahun-tahun. Pertemuan mereka juga bisa terbilang unik, bagaimana tidak mereka bertemu dengan dramatis karena percobaan bunuh diri Keenan.

Keenan seperti kembali mendapatkan semangat hidupnya. Melihat wajah Mira entah mengapa membuatnya tenang dan kembali merasakan kehidupan di hatinya. Entah apa rasa itu. Keenan kini hanya menikmati pemandangan indah di depannya seraya tersenyum.

Setelah merasa cukup untuk menertawakan pertemuan mereka, akhirnya mereka kembali diam menetralkan suasana. Terlebih lagi Keenan yang harus menetralkan hatinya dan pikirannya. Ada apa dengan dirinya. Beberapa jam yang lalu ia masih kalut dan depresi, bagaimana bisa ia kini sudah sanggup tertawa lepas ketika melihat Mira juga tertawa.

“Kalau melihat dari tawamu, pasti kamu menertawakan kegilaan saya tadi di jembatan itu kan?” sindir Keenan memberhentikan senyum ledek Mira terhadapnya.

“Maaf-maaf, bukan bermaksud begitu. Tapi memang saya tidak habis pikir. Seputus asa apa kamu sampai harus dengan bodoh ingin mengakhiri hidup?” ledek Mmira.

“Kamu tidak akan paham, banyak yang sudah saya lewati. Dan ya tadi adalah puncak saya merasa saya sudah begitu lelah dengan masalah yang ada dan berniat menyusul istri saya yang sudah lebih dahulu pergi,” jelas Kenan.

“Maaf Keenan saya tidak tahu bahwa kamu baru saja ditinggal pergi istrimu. Maaf saya sudah lancang,” sesal Mira akan ucapannya.

“Tidak apa, lagi pula memang benar saya memang sudah gila dan bodoh beberapa jam lalu,” ujar Keenan.

Pagi sudah semakin cerah. Mira tidak sadar bahwa ia sudah lama keluar dari rumah. Pasti suaminya mencarinya. Ponselnya juga ia tidak sempat bawa karena terburu-buru. Sepertinya ia harus pulang terlebih dahulu. Namun, sebelum pulang ia harus membelikan Keenan sarapan agar ia dapat makan. “Maaf tidak bisa berlama-lama di sini, aku harus pulang. Tapi, sebelum pulang aku belikan bubur dulu di kantin rumah sakit ya untukmu sarapan. Sebentar,” kata Mira kepada Keenan.

“Ya, terima kasih banyak Mira,” jawab Keenan.

Wanita itu bergegas membelikan Keenan sarapan, lalu memberikannya. Kini ia berpamitan pulang kepada Keenan, dan bilang akan kembali lagi sore nanti membawakan kebutuhan Keenan selama di rumah sakit. Keenan sudah menceritakan bahwa ia di sini seorang diri, jadi Mira ingin membantu Keenan selama di rumah sakit.

“Ini buburnya, kamu makan. Jangan lupa habiskan, dan minum obatnya ya. Saya pulang dulu, nanti sore setelah saya mampir ke rumah kamu mengambil beberapa kebutuhan kamu saya ke sini lagi,” ucap Mira.

“Terima kasih banyak Mira, maaf aku jadi banyak merepotkan kamu,” ucap Keenan.

“Tidak apa, selama aku bisa membantu aku akan membantu sebisanya. Jangan sungkan. Aku pulang dulu,” sambung Mira seraya pamit meninggalkan kamar perawatan pria itu.

Keenan yang kini berbaring di ranjangnya, sekelibat memikirkan Mira. Kebetulan macam apa, yang mempertemukannya kembali dengan cinta lamanya dengan pertemuan tidak biasa ini. Wajah wanita yang dahulu selalu menghiasi harinya. Menemani tekatnya mengarungi kejamnya persaingan Ibukota sebelum bertemu dengan mendiang sang istri Darina.

Tidak dapat dipungkiri memang Keenan merasa ia masih menyukai wanita itu. Selain, ibunya dan keluarganya yang membuat ia kuat bertahan di Ibukota alasan lainnya itu ada pada Mira. Mira yang ia tahu bekerja di kota ini, membuatnya berani memutuskan ikut hengkang dari kota kelahirannya dan bertaruh nasib di kota ini.

Bertahun-tahun ia tetap tidak menemukan titik terang akan keberadaan Mira. Entah kota ini yang terlalu luas atau memang ia tidak berjodoh untuk kembali bertemu dengan cintanya itu. Bergelut dengan pemikirannya membuat Keenan terseret jauh ke belakang masa lalunya.

#Flashbackon

Suasana asri, damai, nan indah selalu menemani hari-hari pemuda desa yang kini sedang asik bergelut dengan kesibukannya mengurus kebun milik keluarga. Pemuda itu adalah Keenan.

Jauh sebelum ia memutuskan merantau Keenan merupakan pemuda desa yang aktif berkegiatan sosial. Pelopor kegiatan tahunan sekedar untuk merayakan hari panen di desa, Keenan menyatukan warga untuk bersama membangun desa.

Keenan memang pandai, bukan hanya pandai dalam pengetahuan ia juga pandai bersosialisasi. Keenan mudah sekali bergaul. Kalangan muda-mudi, maupun yang sudah sesepuh dapat Keenan masuki.

Di desa ini juga ada seorang gadis ayu. Gadis itu ialah Mira. Suatu ketika Mira sedang berjalan-jalan sore ke sekitaran kebun. Ia melihat seseorang yang sedang duduk di tanah, sepertinya orang itu baru saja terjatuh dari sepedanya.

Mira bergegas menghampirinya, ternyata orang itu adalah Keenan. Sore itu adalah awal mula mereka bertemu, dan Keenan langsung jatuh hati pada Mira. Mira dengan hati-hati membantu Keenan bangun, dan membantunya membangunkan sepedanya.

Mira bertanya apakah ada yang luka di tangan Keenan. “Apa ada yang terluka? Jika ada sebaiknya jangan dibiarkan segera dibersihkan dan diberikan obat,” tuturnya.

“Oh iya, ada sedikit, tidak apa lukanya sangat kecil nanti juga sembuh sendiri,” jawab Keenan.

“Perlu saya antar? Sepertinya telapak tangan kamu juga luka,” saran Mira.

“Tidak perlu, saya bisa sendiri. Terima kasih banyak sudah membantu,” jawab Keenan seraya tersenyum kepada Mira.

“Oh begitu, yasudah saya duluan ya,” jawab Mira.

Pertemuan awal mereka, menumbuhkan rasa yang berbeda di hati keduanya ada rasa saling tertarik dan penasaran. Rasa penasaran itu melanda Keenan yang kini sudah ada di rumahnya. Lukanya ia tidak hiraukan, ia memikirkan terus akan gadis yang menolongnya tadi. Keenan berucap dalam hatinya, “Cantik.”

Keesokan harinya Keenan sibuk mencari rumah Mira yang ia temui kemarin. Ternyata rumah Mira tidak jauh dari rumahnya, alias masih tetangganya. Ia merasa seperti baru melihat gadis itu. Dan ternyata gadis itu bernama Mira. Mira belum lama tinggal di sini, karena ini adalah rumah Neneknya.

Keenan yang setiap hari memperhatikan Mira dari rumahnya. Keenan sudah dibuat jatuh cinta oleh Mira. Mira yang lama-kelamaan mengetahui Keenan memperhatikannya, merasa lucu akan tingkah Keenan. Ia memutuskan memergoki aksi Keenan selanjutnya.

Keenan yang berpura-pura mengobrol dengan Neneknya di rumahnya, akhirnya ditegur oleh Mira. “Sedang mengobrol dengan Mbah atau sedang memperhatikan saya?” ledek Mira.

“Eh ada Mira. Ini lagi mengobrol sama Mbah masalah harga cabai naik ya Mbah,” celetuk Keenan asal.

“Ada-ada saja, alasan. Saya tahu kamu akhir-akhir ini sering melihat saya dari jauh,” cetus Mira.

“Lagi pula kamu seperti bunga, indah kalau dipandang,” timpal Keenan.

Keduanya seakan lupa akan kehadiran Mbah (Nenek Mira) di sana. “Mbah masuk dulu ya, silahkan lanjutkan obrolannya. Mbah tidak mau mengganggu,” ucap Mbah seraya pergi meninggalkan Mira dan Keenan.

“Terima kasih Mbah,” kekeh Keenan seakan niatannya dimuluskan oleh Mbah.

“Kalau tidak ada yang penting lebih baik kamu pulang saja. Belajar sebentar lagi ujian nasional dan ujian untuk masuk perguruan tinggi,” ucap Mira.

“Wah kamu tahu aku kelas 3 sama dengan kamu darimana. Sepertinya kamu juga mencari tahu banyak tentang aku ya,” sahut Keenan asal.

“Sudah ya. Silahkan kamu pulang sekarang,” perintah Mira.

“Baik ... cantik,” sahut Keenan.

Mira langsung masuk ke kamarnya. Memikirkan betapa anehnya tingkah laku Keenan. Namun, kelakuannya itu juga membuat Mira tanpa sadar tersenyum sendiri di kamarnya.

Keenan merasa sudah berhasil akan usaha mendekati Mira hari ini. Apresiasi untuk usahanya, Keenan langsung makan siang dengan lahap.

Seminggu lagi tidak terasa semua siswa kelas 3 akan melaksanakan ujian nasional, begitu juga Mira dan Keenan. Keenan yang hanya berambisi untuk kuliah di kota kelahirannya saja tidak mempersiapkan semuanya dengan serius. Ia tidak tahu bahwa Mira tengah mempersiapkan diri untuk kuliah jauh di kota orang. Kota hebat dengan segala keramaian, kemajuannya dan persaingannya yang ketat, Ibukota.

Satu minggu hari pelaksanaan ujian nasional pun sudah berlangsung. Kini, mereka yang berniat melanjutkan sekolah ke Pendidikan tinggi harus bersiap lagi mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Mira tidak terbuka akan di mana ia melanjutkan kuliah kepada Keenan. Namun, sebaliknya di berbagai kesempatan Keenan selalu menyisipkan tentang rencana di mana ia akan berkuliah.

Takdir berkata lain. Keenan yang masih dimabuk asmara harus menelan pil pahit. Mira pindah ke Ibukota untuk berkuliah di sana, tinggal bersama dengan saudaranya. Informasi itupun ia dapat dari Mbah, saat ia baru saja kembali mengikuti ujian masuk ke kampus pilihannya di Jogja.

Belum sempat ia utarakan semua rasa dan mengukir kenangan indah bersama Keenan harus ditinggal Mira pergi jauh ke Ibukota. Keenan bertekat begitu ia menyelesaikan sekolahnya, ia akan merantau ke Ibukota. Mengadu nasib dan menguji takdir akan hubungannya dengan Mira di masa depan.

#Flashback off

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel