Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Berujung Di Rumah Sakit

Bab 7 Berujung Di Rumah Sakit

“Cepat sedikit ya Pak?” tambah Mira yang semakin khawatir dengan ketidaksadaran pria yang kini bersandar pada bahunya.

Berselang beberapa menit kemudian keduanya sudah sampai di rumah sakit. Pak sopir taksi tadi, ikut membantu Mira membawa Keenan ke UGD rumah sakit tersebut. Menyelesaikan pembayaran dengan sang sopir Mira langsung masuk kembali ke UGD tempat penanganan Keenan.

Keadaan Keenan masih sama, tergeletak lemas tanpa memberikan tanda-tanda ia akan siuman. Mira memperhatikan Keenan dari kejauhan, seakan ia teringat sesuatu hal namun belum dapat menemukan hal apa itu ia melamun.

Mira merasa bersalah telah membuat Keenan jatuh sampai membuatnya pingsan karena membentur batu. Maka ia merasa sudah sepantasnya ia menunggu pria itu sampai ia sadarkan diri kembali. Ia tahu betul keberadaannya kini akan menimbulkan masalah lain di rumah, terutama dengan suaminya.

Bergelut dengan pemikirannya membuat Mira melamun cukup lama. Hampir satu jam ia menunggu Keenan sadar. Mira melihat sedikit pergerakan pada jari tangan Keenan, lalu tidak berjangka lama akhirnya pemilik jari tangan tersebut membuka matanya. Keenan telah sadar dari pingsannya. Mira bersyukur pria itu baik-baik saja sekarang.

Tidak ada suara yang memecah keheningan mereka berdua. Akhirnya Keenan sadar ia belum mati. Keenan bingung mengapa ia ada di rumah sakit saat ini. “Apa aku sudah berada di alam lain? Mengapa aku merasa ini seperti rumah sakit?” tanya Keenan tanpa sadar ada seorang wanita yang duduk di samping ranjang rawatnya.

“Anda sudah sadar?” tanya Mira.

“Saya dimana ?” tanya Keenan bingung.

“Anda di rumah sakit, tadi anda jatuh dan pingsan. Syukurlah anda sudah sadar.” jawab Mira.

“Saya tadi ada di – jembatan. Mengapa sekarang saya di sini? Mengapa saya belum mati?!” jerit Keenan seperti kerasukan.

Mira berpikir sepertinya ia salah membawanya ke rumah sakit, harusnya ia membawa pria ini ke rumah sakit jiwa saja. Sepertinya pria ini sudah benar-benar kehilangan akal.

Mira pikir pertikaiannya dengan pria ini sudah selesai, ternyata belum usai. Kini, ia melihat dengan jelas raut wajah marah pria itu seakan siap menerkamnya.

“Kamu siapa?! Kamu siapa berani ikut campur dengan urusan saya? Hah!!.” bentak Keenan.

“Saya hanya berniat menolong anda itu saja.” tutur Mira.

“Saya tidak pernah meminta anda menolong saya!”

“Ya, saya tahu. Ta –“ ucap Mira terpotong.

“Harusnya anda biarkan saya mati! Siapa anda berani menghalangi saya!” ucap Keenan memotong kata-kata Mira.

Kepala Keenan yang terbentur tadi bereaksi dengan rasa sakit yang teramat sangat ketika emosinya kembali menuncak. Keenan kesakitan dan menyentuh kepalanya. Mira dengan sigap membantunya berbaring, dan mengambilkannya segelas air putih agar Keenan tenang.

Keenan mengambil kasar gelas dari tangan Mira. Mira hanya dapat bersabar dan menarik napas dalam menghadapi perilaku pria gila ini. Pikirnya, mengapa ia masih di sini berlama-lama berurusan dengan pria gila yang tidak tahu berterima kasih ini. Namun. Rasa kemanusiaannya mengalahkan rasa kesalnya. Dan ia juga merasakan ada hal yang berbeda yang membuat ia penasaran dengan pria yang ia temui di jembatan malam tadi.

Keheningan kembali menyeruak, keduanya saling diam. Keenan yang sudah kembali duduk bersandar dengan bantal rumah sakit itu, diam-diam memperhatikan Mira. Ia mengingat-ingat sepertinya wajah Mira mirip dengan seseorang.

Mira duduk agak jauh dari ranjang Keenan sekedar duduk bergelut dengan perasaannya. Ia ingin pergi meninggalkan pria itu, namun ada hal yang belum ia selesaikan di sini. Pihak rumah sakit meminta data pasien kepada Mira. Mira mau tak mau harus bertanya tentang identitas pria yang beberapa jam lalu siap meregang nyawa itu.

“Maaf Mas, ada hal yang harus saya tanyakan.” lontar Mira.

“Apa?.” jawab Keenan ketus.

“Pihak rumah sakit meminta data anda sebagai pasien. Tapi saya tidak mengetahui nama anda berikut dengan identitas anda lainnya. Karena anda juga tidak membawa tanda pengenal satu pun.” jelas Mira.

“Biar saya saja yang isi formulirnya.” sahut Keenan.

“Mengisi formulirnya di meja administrasi. Biar saya saja yang mengisi dan memberikannya ke bagian administrasinya Mas.” saran Mira.

Memikirkan saran Mira, Keenan berpikir sejenak. Kondisinya masih lemas, ia merasa belum sanggup untuk berdiri apalagi berjalan. “Nama saya Keenan, kelahiran 90, tinggal di Komplek Anggrek Permata, Jakarta selatan. Ada hal lain?” jawab Keenan.

“Sudah, sebentar saya isikan dulu formulirnya ke bagian administrasi.” sambung Mira.

Sorot mata pria itu mengikuti Mira hingga ia keluar, seakan tidak bisa terlepas. Keenan semakin yakin bahwa ia sudah pernah bertemu Mira sebelumnya. Bukan kenalannya dari Ibukota ini, sepertinya jauh sebelum ia merantau.

Berusaha mengingat-ingat, akhirnya ia mengingatnya. Ternyata memang benar, ia sudah lama mengenal Mira. Bahkan jauh sebelum ia mengenal istrinya. Keenan sadar kalau ternyata Mira adalah tetangganya di kampung halaman. Mira adalah wanita yang dulu ia kejar-kejar cintanya.

‘Pepatah bilang dunia hanya seluas daun kelor ternyata memang benar’ ujar Keenan dalam hati. Semenjak Mira memutuskan belajar ke Ibukota, dan merantau lebih dulu darinya ia sudah tidak pernah mendengar lagi kabarnya. Takdir kembali mempertemukan ia dengan Mira dengan cara uniknya.

Keenan ingin segera meminta maaf atas perilakunya kepada Mira dan berterima kasih telah menyelamatkannya dari tindakan bodohnya. Namun, Mira belum juga kembali. Ia juga bertanya-tanya apakah Mira mengenalinya atau tidak.

Jika Mira mengenalinya pasti ia sudah mengetahui siapa Namanya. Perlakuan hati-hati Mira sepertinya menunjukkan ia tidak mengenali Keenan. Sempat Mira berpikir mengenal pria yang ia tolong, namun ia belum berhasil mengingatnya.

Selang beberapa menit Mira keluar meninggalkan Keenan, akhirnya ia kembali. Mira kembali ditemani oleh seorang perawat. Keenan yang bingung sontak langsung bertanya “Maaf sus, ada apa ya?”

“Bapak sekarang akan pindah ke ruang perawatan ya, karena Bapak masih butuh perawatan yang lebih intensif.” jelas suster tersebut.

“Oh begitu ya Sus.” sahut Keenan paham.

Mira hanya diam saja sejak kembali. Ia juga membantu suster mendorong tiang cairan infus Keenan tanpa mengeluarkan suara apapun. Sementara pemiliknya duduk di atas kursi roda.

Kini Keenan berada di kamar perawatan yang berisikan sebanyak 3 pasien. Ia di tempatkan di ranjang yang bersisikan jendela yang menghadap ke jalan raya. Suster yang membantu Keenan pidah kamar pamit, karena sudah selesai bertugas.

Tersisa dua orang yang masih saling diam kini. Mira melihat perubahan di wajah Keenan. Ia melihat sudah tidak ada lagi wajah kesal dan marahnya. Namun, ia juga belum berani membuka percakapan dengan pria itu.

Keenan memperhatikan Mira diam-diam, ia juga mengetahui bahwa Mira sesekali memperhatikannya. Sepertinya ia harus berbicara terlebih dahulu. Sekedar basa basi menanyakan siapa nama wanita yang sudah menolongnya itu.

“Maaf jika saya tadi sudah marah dan membentak anda,” tutur Keenan.

“Oh ya, tidak apa-apa Mas. Saya sudah memakluminya,” jawab Mira.

“Saya juga ingin berterima kasih Mba sudah menolong saya. Dan sudah dengan susah payah dan berani menghalangi tindakan bodoh saya tadi,” sambung Keenan.

“Itu pun sudah jadi tanggungjawab saya sebagai makhluk sosial Mas,” jawab Mira.

“Saya Keenan, panggil saja saya dengan nama saya. Jika boleh saya tau, nama Mba siapa?” tanya Keenan.

“Saya Mira,” jawab Mira.

Terjawab sudah rasa penasaran Keenan akan wanita di sampingnya ini. Ternyata memang benar ia adalah Mira, bukan hanya sekedar mirip namun memang benar wanita ini Mira tetangganya dulu di kampung halaman, sekaligus cinta lamanya.

Keenan yang sudah yakin Mira adalah tetangganya yang sudah lama ia kenal memberanikan diri untuk bertanya dan memastikan langsung. “Apa Mbak Mira tidak mengenali saya?” tanya Keenan.

“Mengenali bagaimana?” tanya Mira bingung.

“Sepertinya saya sudah mengenal lama Mbak Mira. Saya bukan orang sini asli Mbak, saya asalnya dari Jogja,” sambung Keenan.

“Saya juga seperti kenal dengan Masnya, tapi belum ingat pasti siapanya,” ujar Mira.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel