Bab 5
Langit di atas arena mulai meredup, digantikan cahaya sihir yang menyelimuti langit-langit gua seperti bintang buatan. Setelah Behemoth lenyap dan tidak ada lagi suara teriakan, sorakan, maupun raungan, suasana menjadi sangat sunyi. Hanya nafas tersengal dari para siswa yang tersisa yang terdengar.
Dari ratusan peserta yang memasuki ujian brutal itu…
Hanya lima puluh orang yang berhasil bertahan hidup.
Tubuh mereka luka-luka, sebagian tertatih, sebagian masih siap bertarung… namun satu persamaan menyatukan mereka semua—mereka adalah yang terpilih.
Di antara para penyintas itu, Rey dan Sella berdiri berdampingan.
Beberapa saat kemudian, langit arena terbuka dan platform batu raksasa turun dari atas, di atasnya berdiri Lyra bersama beberapa sosok berjubah hitam lain—guru-guru dari Akademi Bayangan.
“Selamat, kalian telah melewati seleksi hidup dan mati. Tapi ingat, ini baru awal.”
“Mulai sekarang, kalian akan ditempatkan dalam kelas sesuai dengan potensi dan kemampuan kalian.”
Satu per satu nama disebut, dan penempatan diumumkan.
Ketika nama Sella disebut, seluruh siswa memperhatikan.
“Sella Virdania. Kelas B.”
Beberapa bergumam kagum. Kelas B berarti hampir elit—banyak siswa kuat dari angkatan sebelumnya lahir dari kelas ini.
Tak lama kemudian…
“Rey Vendermore.”
Hening sejenak.
“Kelas F.”
Beberapa yang mendengar tak bisa menahan tawa pelan. Sebagian lain hanya menatap Rey dengan iba, atau tak acuh.
Namun Rey hanya menunduk, lalu tersenyum tipis.
“Kelas F ya…” gumamnya.
“Kurasa itu wajar. Aku bahkan tidak punya mana.”
Sella menatapnya heran.
“Kau tak marah?”
Rey mengangkat bahu. “Aku lolos ujian dengan tubuh ini. Dengan cara ini. Aku bisa tetap hidup. Itu sudah cukup.”
Sella terdiam, lalu mendekat dan menepuk bahu Rey singkat.
“Kelas tak menentukan apa-apa. Yang penting, siapa yang masih berdiri di akhir.”
Rey hanya tertawa kecil. Dalam hati, dia menyadari satu hal:
Meskipun dia ditempatkan di tempat terendah… tapi ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Dan tak ada yang bisa meremehkannya selamanya.
Semua suara langsung lenyap ketika sosok itu muncul.
Angin yang tadinya tenang tiba-tiba berputar liar, menimbulkan pusaran debu di tengah arena. Cahaya sihir yang menggantung di langit-langit seketika bergetar, sebagian bahkan padam sesaat—seolah menunduk pada energi yang baru saja datang.
"Ah... Kurasa tidak."
Suara tua dan serak itu muncul disertai tawa yang meledak begitu keras dan panjang, membuat beberapa siswa terpaksa menutup telinga.
Dari balik pusaran angin itu, sosok tua mulai terlihat.
Tubuhnya kurus seperti tulang berjalan, jubah hitamnya compang-camping, janggutnya putih menjuntai hampir menyentuh perut, dan matanya…
Hijau menyala, tajam, gila.
Beberapa guru yang berdiri di platform langsung menundukkan kepala dalam-dalam.
“Selamat datang… Tuan Eldrak.”
“Kami tidak tahu bahwa Anda akan ikut menyaksikan ujian tahun ini…”
Dia hanya tertawa lagi, keras dan tidak peduli.
“Tidak perlu formalitas bodoh itu! Hahahaha! Aku hanya datang karena merasa bosan di lab-ku! Dan ternyata—Hooo!—seorang bocah tanpa mana bisa menjatuhkan Behemoth? Aku pikir aku sedang berhalusinasi!”
Matanya langsung tertuju pada Rey.
Tatapannya seperti sedang menelanjangi jiwa Rey, melihat setiap celah kekuatan dan kelemahan dalam tubuhnya.
“Namamu siapa, bocah?”
Rey menelan ludah. “Rey Vendermore…”
“Hmmmm…”
Eldrak mengusap janggutnya, lalu dengan gerakan aneh jari-jarinya membuat simbol udara, dan tubuh Rey terangkat dari tanah tanpa disentuh.
Beberapa siswa panik, tapi tak berani bergerak.
“Tidak ada mana, tidak ada sihir… Tapi kau punya insting bertahan yang sangat menjijikkan kuat! Hahahaha! Aku suka itu!!”
Dengan gerakan tiba-tiba, Rey dijatuhkan lagi ke tanah.
Eldrak kemudian memutar tubuhnya ke arah para guru dan kepala akademi.
“Aku ambil anak ini.”
Semua mata membelalak.
“Tuan Eldrak, mohon maaf, tapi—”
“DIAM!”
Suara kakek itu menggema seperti petir.
“Tak ada yang memutuskan muridku selain aku sendiri. Mulai hari ini, Rey Vendermore adalah milikku.”
Sella terlihat kaget. Para siswa mulai berbisik takut.
Dan Lyra, dari kejauhan, hanya tersenyum tipis.
“Akhirnya… monster itu memilih mangsanya.”
Eldrak berjalan mendekat ke arah Rey, menunduk, dan menatap matanya langsung.
“Kau akan menyesal bertahan hidup, bocah. Tapi… kalau kau kuat menanggungnya… mungkin dunia ini akan jadi tempat yang kau kuasai.”
Kemudian dia membalik badan, jubahnya melambai seperti api.
“Mulai besok. Datang ke ruang pelatihan bawah tanah. Jangan telat. Atau kau akan kuhukum dengan hidup-hidup di ruang vakum selama 3 hari.”
Dan begitu saja… dia pergi.
Suasana arena masih membeku.
Rey hanya bisa terduduk. Tak tahu harus senang… atau takut.
“Apa yang baru saja terjadi…?”
“Kenapa… rasanya hidupku baru saja benar-benar dimulai?”
Setelah kepergian Eldrak yang meninggalkan keheningan mencekam di arena, para siswa dan guru mulai perlahan bergerak kembali. Namun di tengah kebingungan Rey yang masih duduk di tanah, sosok Lyra berjalan mendekat dengan langkah ringan namun anggun.
“Rey Vendermore.”
Suara lembutnya terdengar jelas meski suasana ramai. Rey menoleh, wajahnya masih bingung.
“Bangkitlah.”
Rey berdiri perlahan. Pandangan Lyra menatap langsung ke matanya—tenang, tajam, namun penuh arti.
“Kau tidak akan masuk kelas F.”
Rey mengerutkan dahi.
“Tapi tadi diumumkan begitu…”
“Itu sebelum Eldrak turun tangan.”
Lyra menoleh ke arah para guru di atas platform. “Keputusan sang Tetua tidak bisa diganggu gugat. Kau resmi masuk ke dalam—”
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan:
“—Kelas Khusus.”
Beberapa siswa yang masih berada di sekitar mendengarnya dan langsung mulai berbisik.
“Kelas Khusus? Itu legenda, bukan?”
“Bukankah itu kelas buangan atau eksperimen?”
“Bukan… Itu kelas di mana hanya orang terpilih oleh para tetua gila yang masuk ke dalamnya…”
Lyra menatap Rey dalam-dalam.
“Kelas itu tidak punya peringkat seperti A atau S, tapi semua orang tahu, siswa dari Kelas Khusus bisa membunuh satu kelas A sendirian… atau lebih.”
Rey menelan ludah.
“Jadi… aku setara dengan kelas S?”
“Secara status, ya. Tapi dalam kenyataan… kau akan menjalani pelatihan yang jauh lebih brutal dari siapapun di akademi ini.”
Dia mendekat sedikit, berbisik ke telinganya:
“Jika kau gagal… kau tidak turun ke kelas F. Kau mati.”
Kemudian Lyra melangkah mundur, matanya menyipit dan tersenyum tipis.
“Selamat datang di neraka yang sebenarnya, Rey Vendermore.”
Keesokan harinya…
Langit di atas akademi masih redup diselimuti kabut ungu yang mengambang rendah. Sebuah lorong batu panjang mengarah ke ruang pelatihan bawah tanah yang tersembunyi di balik celah goa, jauh di bawah akademi utama.
Rey menuruni anak tangga yang berderit dan dingin, napasnya sedikit tercekat oleh hawa sihir yang padat dan menyesakkan. Di ujung lorong, sebuah pintu besi raksasa dengan simbol-simbol kuno terbuka sendiri, mengundangnya masuk.
Dan di dalam…
Eldrak sudah menunggunya.
Sang kakek tua berdiri di tengah lingkaran sihir yang menyala di lantai batu, tangannya menggenggam tongkat pendek dari tulang naga, dan matanya menyala hijau seperti bara api.
“Kau datang. Tepat waktu. Hm. Bagus.”
Rey meneguk ludah. “Saya datang seperti yang diperintahkan.”
“Hah! Jangan terlalu formal! Aku bukan bangsawan. Tapi... aku juga bukan pengajar biasa.”
Tiba-tiba, mata Eldrak menyipit tajam, seperti pisau sihir yang menembus kulit.
“Sekarang… sebutkan padaku. Levelmu berapa? Dan job-mu apa?”
Rey terdiam. Pandangannya sedikit panik.
“Saya… saya tidak tahu, Tuan.”
Alis Eldrak terangkat.
“Kau tidak tahu?”
Rey mengangguk pelan. “Saya tidak punya mana… saya juga belum pernah membangkitkan job apapun. Yang saya tahu… hanya satu keterampilan.”
“Dan itu?”
“Skill Dodge. Sekarang sudah naik ke level 3.”
Suasana menjadi sangat sunyi. Eldrak tidak tertawa. Tidak berbicara. Hanya menatap Rey sangat lama.
Lalu…
“HAAAAAAAAHAHAHAHAHAHAHAHA!!”
Tawa Eldrak meledak seperti ledakan sihir yang mengguncang dinding gua. Batu-batu berguguran, dan cahaya di ruangan seketika berkedip.
“Anak tolol!! Kau bahkan belum tahu level atau job-mu, tapi kau bisa bertahan hidup di neraka arena, menumbangkan Behemoth, dan meningkatkan skill unik hanya dengan insting? Hahahaha!”
Eldrak menghentak tongkatnya ke tanah, dan seberkas cahaya melingkari Rey.
“Baiklah. Kita mulai dari dasar. Kalau sistem dunia tidak mau membangkitkan job-mu… maka kita akan paksa.”
Rey terkejut.
“Paksa? Tapi bagaimana—”
“Duduk. Diam. Dan jangan mati.”
Simbol-simbol kuno mulai mengalir di lantai batu, mengelilingi tubuh Rey. Aura kekuatan yang sangat tua dan liar bangkit dari tanah—bukan sihir, tapi sesuatu yang jauh lebih primitif dan brutal.
“Hari ini… kita akan membuka jalan yang tak pernah dibuka.”
“Kita akan bangkitkan job tersembunyi dari jiwa seorang bocah tanpa mana.”
Dan di situlah, pelatihan paling mengerikan dalam hidup Rey pun dimulai...
