Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Suara raungan, teriakan, dan dentingan senjata menggema memenuhi arena bawah tanah. Debu berterbangan, darah tercecer di mana-mana, dan tubuh-tubuh yang tak lagi bergerak mulai berserakan di sudut-sudut gelap.

Para calon siswa mulai menampilkan kemampuan mereka—ada yang menembakkan api dari tangan, ada yang memanggil makhluk bayangan, bahkan ada yang menghilang lalu muncul kembali dengan pisau yang sudah menancap di tubuh lawan.

Semuanya berusaha bertahan. Semuanya berusaha menunjukkan bahwa mereka pantas diterima.

Rey sendiri bergerak lincah di antara kekacauan.

Monster menyerang dari segala arah, tapi tak satu pun menyentuhnya. Tubuhnya berputar, melompat, merunduk, dan mengguling seperti air yang menari di antara batu. Skill Dodge Lv.2 benar-benar menjadi tameng mutlak di tengah neraka ini.

Namun…

Rey tidak bisa menyerang.

Ia hanya bisa menghindar. Tidak punya senjata. Tidak punya mana. Tidak punya kekuatan untuk melawan balik.

Dan di sekelilingnya, kekacauan mulai tak terkendali. Monster dan siswa saling serang tanpa ampun. Jeritan kematian bercampur dengan tawa kegilaan. Beberapa siswa yang awalnya kuat mulai jatuh karena kelelahan. Dan Rey—meskipun tak terluka—mulai merasa terpojok.

“Ini… bukan pertarungan biasa. Ini penyembelihan…”

Rey menggertakkan giginya. Satu monster bertaring menerjang ke arahnya. Ia menghindar ke samping, tubuhnya berputar ringan dan mendarat mulus, tapi ketika hendak balas menyerang, ia menyadari: tak ada apapun di tangannya.

"Aku bisa hidup, tapi tak bisa menang."

Dalam detik yang sama, seekor monster bertanduk melompat ke arahnya dari belakang. Refleksnya bereaksi. Tubuhnya menunduk, dan tanduk itu meleset tepat di atas kepala.

Namun kali ini, Rey tidak hanya menghindar. Tangannya terulur ke arah tanah. Matanya menangkap sebilah logam kecil—seperti pecahan pedang pendek yang patah setengah.

“Setidaknya, dengan ini…” gumamnya.

Ia menggenggam pecahan itu erat. Berat dan tajam di satu sisi.

Monster berikutnya datang. Rey menunggu hingga detik terakhir sebelum menghindar lagi. Tapi kali ini, di tengah lompatan, ia membalikkan tubuhnya dan mengayunkan pecahan pedang itu ke leher makhluk tersebut.

Darah hitam menyembur. Monster itu jatuh.

Mata Rey membelalak, napasnya terengah, namun ada kilatan dalam sorot matanya—sebuah titik balik telah lahir.

[Skill Baru Terdeteksi: "Counter Flick"]

Saat berhasil menghindar dengan presisi tinggi, serangan balasan instingtif dapat dilancarkan menggunakan senjata kecil.

Efek tambahan: Akurasi +20% jika musuh berada dalam radius dodge.

Rey menggenggam senjata itu lebih erat. Kini dia tahu, dia tak hanya bisa bertahan. Dia bisa melawan.

Namun saat ia bersiap menghadapi monster berikutnya, seseorang berteriak di kejauhan.

“Heii! Kau yang barusan membunuh monster itu!”

Rey menoleh. Seorang gadis berambut pendek dengan pisau kembar di tangannya mendekat cepat.

“Gabung denganku. Kita bisa saling bantu.”

Dan untuk sesaat, Rey ragu. Namun langkahnya tak bisa berhenti. Karena malam ini… hanya yang bertahan yang akan tetap hidup.

Rey sempat menatap gadis itu sejenak. Tatapannya tajam, matanya menunjukkan bahwa dia bukan orang sembarangan. Meskipun tubuhnya mungil dan rambut pendeknya terlihat berantakan, cara dia mengayunkan dua pisaunya begitu presisi dan mematikan—setiap gerakan seperti tarian maut.

"Namaku Sella," katanya cepat, menghindar dari cakar monster dan menebasnya dalam satu gerakan.

"Aku tidak butuh orang kuat. Aku butuh orang yang tidak bodoh. Dan kau… tahu kapan harus menghindar. Itu cukup."

Rey mengangguk singkat. Mereka segera bergerak bersamaan, saling mengisi celah satu sama lain. Rey menghindari dan memancing musuh keluar dari formasi, sementara Sella menyelesaikan sisanya dengan dua tebasan cepat. Ritme mereka seperti pasangan yang sudah lama bertarung bersama.

“Dia cepat membaca pergerakanku…” “Dan aku bisa buat dia punya celah menyerang…”

Kerja sama itu segera menjadi kekuatan baru di arena. Mereka mulai memukul balik gerombolan monster yang menyerang, dan beberapa siswa lain mulai memperhatikan mereka—beberapa dengan rasa ingin bergabung… dan beberapa dengan niat menjatuhkan.

Namun tepat ketika mereka berhasil menghabisi satu kelompok monster, tanah mulai bergetar. Getarannya besar, disertai suara gemuruh berat dari lorong sebelah timur arena.

Sella langsung berbalik dengan ekspresi tegang.

“Itu bukan monster biasa.”

Dari lorong gelap itu, terdengar langkah kaki berat yang menghentakkan tanah. Udara menjadi lebih dingin. Api dari obor di dinding tiba-tiba mengecil seolah ketakutan.

Lalu sosok itu muncul.

Seekor makhluk tinggi—bahkan lebih tinggi dari dua orang dewasa. Kulitnya hitam legam dengan urat-urat merah yang menyala di sekujur tubuhnya. Tangannya seperti cakar besi besar, dan di dadanya tertanam kristal ungu berdenyut pelan.

[Behemoth Terikat – Lv. 45]

" Makhluk ini tidak seharusnya muncul di ujian ini… Apakah ini... semacam pengujian rahasia?"

“Rey… kita tidak bisa lari dari ini.” ucap Sella pelan, tubuhnya bersiap.

“Kalau kita bisa menjatuhkannya—meski tidak membunuh—mereka pasti akan memperhatikan kita.”

Rey mengepalkan pecahan pedangnya, mata penuh fokus.

"Kita butuh strategi. Aku akan umpan pergerakannya. Kau cari titik lemahnya."

Behemoth itu mengaum, dan tanah di bawah mereka retak.

Malam belum usai. Tapi takdir Rey dan Sella… akan ditentukan di sini.

Behemoth Terikat mengaum begitu keras hingga seluruh arena seolah bergetar. Suaranya menggema di dinding batu dan membuat debu jatuh dari langit-langit. Para siswa lain yang tadinya saling membunuh kini berhenti, menoleh ke arah sumber suara—dan kebanyakan dari mereka memutuskan untuk lari. Tapi Rey dan Sella tetap berdiri di tempat.

“Kita tidak akan bisa bertarung biasa. Satu pukulan saja dan kita selesai,” kata Sella, matanya meneliti sosok besar itu.

“Kita cari ritmenya. Aku akan terus pancing.”

Rey mulai berlari memutari Behemoth, menghindari serangan cakarnya yang menghantam tanah dengan ledakan debu. Tubuh Rey bergerak lebih cepat dari sebelumnya, gerakannya seperti bayangan yang mustahil disentuh.

Sella menyerang dari sisi belakang, mencoba menargetkan kristal di dada Behemoth. Namun kulit makhluk itu begitu keras, pisaunya bahkan hanya meninggalkan goresan tipis.

“Kulitnya seperti baja!”

Behemoth membalik tubuhnya dengan kecepatan luar biasa untuk makhluk sebesar itu. Tangan kanannya menyapu ke arah Sella. Rey segera bergerak—melompat, lalu menabrak gadis itu agar mereka berdua berguling ke luar jangkauan.

"Terlalu kuat... terlalu cepat..." gumam Rey. Nafasnya mulai memburu. Luka kecil menghiasi tubuhnya karena percikan serpihan dan tekanan dari tanah yang retak.

Behemoth tak memberi jeda. Ia melompat tinggi, lalu menghantam tanah dengan sekuat tenaga. Gelombang kejut dari pukulan itu membuat Rey dan Sella terpental.

Rey menghantam batu, darah mengalir dari pelipisnya. Matanya berkunang.

"Aku tak bisa... menghindar selamanya..." pikirnya.

"Kalau aku tak bisa menyerang tepat... aku harus bisa mengembalikan serangannya..."

Behemoth kembali maju. Tangannya terangkat, siap menghantam Rey.

Tiba-tiba…

[Skill Dodge Lv.3 Tercapai]

Efek tambahan aktif: Jangkauan prediksi gerakan meningkat drastis. Kemampuan respons meningkat secara refleksif.

Skill Baru Terbuka: [Parry - Lv.1]

Jika Dodge dilakukan dalam waktu 0.2 detik sebelum serangan mengenai tubuh, gerakan otomatis akan membelokkan serangan menggunakan media apapun di tangan.

Efek tambahan: Stagger 1 detik pada musuh jika parry sukses dilakukan.

Rey bangkit perlahan, darah masih menetes dari bibirnya.

Behemoth mengayunkan cakar besar ke arahnya.

Dan saat itu… waktu seolah melambat. Matanya melihat dengan sangat jelas titik awal ayunan, arah angin, tekanan otot pada bahu makhluk itu.

Rey menekuk lutut. Tubuhnya miring ke kiri. Tangannya terangkat. Pecahan pedangnya menahan cakar itu… dan membelokkannya sedikit ke samping.

"Parry!"

Sebuah ledakan kecil terjadi dari gesekan kekuatan, dan Behemoth terhuyung ke samping—terstagger selama satu detik.

"SELLA! SEKARANG!"

Tanpa ragu, Sella melompat tinggi, dua pisaunya tertanam tepat ke dalam kristal dada Behemoth yang kini terbuka karena posisinya membungkuk.

CRACK!

Retakan menyebar dari kristal itu. Behemoth mengaum kesakitan dan jatuh berlutut, tubuhnya mulai melebur menjadi asap hitam pekat.

Beberapa siswa lain hanya bisa menatap tak percaya. Mereka—dua orang yang seharusnya tak punya kesempatan—berhasil menjatuhkan Behemoth.

Sella terengah. Rey terhuyung, tubuhnya penuh luka.

Namun mereka masih hidup.

Dan dari atas arena, di balik bayang-bayang... Lyra mengamati semuanya dengan senyuman samar.

“Menarik… ternyata bocah ini bisa berkembang secepat itu.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel