BAB 05: Perayaan Ulang Tahun Nyonya Besar Alvero
Semalam, Gerald tidak kerumah sakit, dia duduk di kursi panjang taman kota dan tertidur disana.
Keesokan harinya...
"Woy, bangun... bangun!"
"Di sini bukan tempatmu untuk tidur...!"
Gerald yang sedang tertidur di kursi taman kota, tiba-tiba mendengar teriakan yang keras dan lantang. Dia mencoba membuka matanya secara perlahan.
Mentari fajar seketika menyinari wajah dan masuk ke matanya, membuat dia merasa pusing sesaat.
"Hm..." Gerald menanggapi teriakan itu. Karena masih mengantuk, Gerald pun melanjutkan tidurnya, dan mendengkur kembali.
"Hukrrr... hukrr..."
"Aiya, hey bangun woy!" Orang yang berteriak itu menggoyangkan tubuh Gerald.
Melihat Gerald yang tak kunjung bangun, orang itu tiba-tiba memiliki ide yang terlintas di benaknya.
Dia kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Gerald, lalu dia berteriak sekencang mungkin.
"Gempa... gempa... lari!"
Gerald, yang baru saja tidur kembali, terkejut!
Dia langsung beranjak dari tidurnya, meskipun matanya masih terpejam.
"Gempa? Mana gempa? Ayok lari!" Gerald berteriak dengan kikuk.
Orang itu melambai-lambaikan tangannya ke arah mata Gerald. "Bangun... bangun!"
"Hm..." Gerald membuka matanya lebar-lebar dan bertanya pada orang itu. "Tadi kamu bilang ada gempa? Mengapa tidak lari? Ayok lari!" Gerald tiba-tiba berdiri dan langsung lari tanpa arah.
Namun, baru saja Gerald berlari beberapa langkah, dia tiba-tiba tersadar.
Mana gempanya? Tidak ada gempa! Gerald kemudian berbalik dengan ekspresi marah sambil menatap orang itu.
"Mana gempanya? Kamu menipuku?" tanya Gerald dengan geram.
"Saudara, aku tidak menipumu. Kamu lihat, kamu tidur di taman kota, dan sekarang sudah banyak orang yang datang ke taman kota. Kamu tidak mungkin tidur di sini terus, kan? Bukankah itu akan mengganggu banyak orang? Lagipula, taman kota bukan tempat untuk tidur. Bagaimana jika ada Satpol PP dan mereka menangkapmu? Benar, kan? Jadi, aku sebenarnya menyelamatkanmu, saudara." Orang itu menjelaskan dengan serius.
"Menyelamatkan palamu! Sudahlah, kamu... awas saja." Gerald menunjuk orang itu, lalu berbalik dan pergi.
"Huh, anak muda jaman sekarang!" Orang itu menggelengkan kepalanya sambil menatap punggung Gerald.
--
"Sial, setelah perayaan ulang tahun Nenek Clarisa, aku harus membeli sebuah rumah! Aku tidak mungkin tidur di taman kota terus, kan? Sungguh memalukan." Gerald, yang saat ini sedang menunggu taksi, menggerutu dengan kesal.
Beberapa saat kemudian, sebuah taksi berhenti di depannya. Gerald pun menaiki taksi itu dan taksi itu pun melaju menuju rumah sakit dengan cepat.
--
Setengah jam kemudian, Gerald sampai di rumah sakit. Dia turun dan membayar taksi.
Setelah itu, dia memasuki rumah sakit. Seperti biasa, banyak perawat yang mengenal Gerald akan membungkuk hormat ketika melihat Gerald.
Gerald hanya mengangguk pada perawat-perawat itu, lalu melewati beberapa kamar bangsal dan memasuki lift.
Ketika dia sampai di lantai delapan, dia langsung menuju kamar 808 dengan langkah cepat.
"Kak..." Nadia, yang melihat Gerald, menghampirinya dengan gembira.
"Bagaimana kabar Ibu?" Gerald bertanya sambil mengelus rambut adiknya itu.
"Ibu baik-baik saja, dia sedang istirahat. Tadi, dia mencarimu." Nadia menjawab pertanyaan Gerald dengan kegembiraan.
"Baguslah, oh ya, Kakak membawakan makanan untukmu." Gerald menyerahkan kantong yang dia bawa pada Nadia. Kantong itu adalah bubur yang dia beli di perjalanan tadi.
"Makasih Kak, kamu yang terbaik... oh ya, Kak apakah perlu membangunkan Ibu? Dari kemarin dia ingin bertemu dengan Kakak. Tapi Kakaknya selalu tidak ada." Nadia mengambil bungkusan itu dan bertanya.
"Tidak perlu, biarkan Ibu beristirahat. Kakak akan menghadiri perayaan ulang tahun Nyonya Besar Alvero. Kamu di sini jaga Ibu baik-baik ya."
"Emm, baiklah Kak." Nadia mengangguk patuh.
Melihat kepatuhan adiknya, Gerald pun tersenyum tipis. Dia kemudian mengelus kembali rambut adiknya dan mencium keningnya. "Ya sudah, Kakak pergi dulu ya. Dah Nadia." Gerald berbalik sambil melambaikan tangannya.
"Dah Kakak..." Nadia menanggapi dengan melambaikan tangannya juga.
--
Setelah keluar dari rumah sakit, Gerald kembali menaiki taksi. Kali ini, tujuan Gerald adalah langsung menuju ke Rumah Besar Keluarga Alvero. Dalam perjalanan, Gerald menelepon Tuan Leo.
"Halo, Tuan Leo," kata Gerald pada orang di ujung telepon.
"Ya, Tuan Muda. Ada apa?" Leo menjawab dengan hormat.
"Begini, aku saat ini akan mengunjungi Rumah Besar Keluarga Alvero, aku akan ikut dalam perayaan ulang tahun Neneknya Clarisa. Jadi, bisakah kamu carikan aku hadiah yang cocok untuknya?" tanya Gerald.
"Bisa, Tuan Muda. Tuan Muda tenang saja, aku akan mencarikan hadiah terbaik untuk Nyonya Besar Alvero. Nanti, aku akan menyuruh orang untuk mengirimkannya ke Rumah Keluarga Alvero." Tuan Leo menjawab dengan pasti.
"Baiklah, itu saja."
"Ya, Tuan Muda. Jika ada apa-apa, kamu tinggal menghubungiku..."
"Hm," Gerald pun menutup telepon itu.
Setelah melakukan itu, Gerald meminta taksi untuk berhenti sebentar di kamar mandi umum. Tentu saja, tujuannya jelas; dia ingin mandi dan membersihkan diri.
Tentu saja, ia tak mungkin muncul di pesta ulang tahun tanpa membersihkan diri,kan?. Ini bukan cerita fiksi di mana tokoh utama bisa pergi ke mana-mana tanpa mandi. beda sama novel-novel sebelah! Wkwk.
Setelah mandi cepat, Gerald kembali menaiki taksi yang sama.
"Jalan lagi, Pak. Sekarang ke Rumah Besar Alvero," perintah Gerald, dan taksi itu pun melanjutkan perjalanan dengan cepat.
--
Beberapa menit kemudian, taksi yang Gerald tumpangi sampai di Rumah Besar Alvero.
Saat ini, di rumah tersebut telah dipadati oleh banyak mobil mewah yang mencolok.
Mulai dari Audi A4, BMW, Maserati, dan banyak lagi mobil mewah. Taksi yang Gerald tumpangi sangat kontras dengan mobil-mobil yang ada di sekelilingnya.
Dan...
Pakaian Gerald yang sederhana dan sedikit usang, membuat dirinya terasa aneh di lingkungan yang kebanyakan orang memakai jas profesional dan pakaian-pakaian mewah.
Kedatangan Gerald membuat banyak orang menatapnya. Sayangnya, tatapan mereka tidak begitu baik. Justru mereka seperti menatap Gerald dengan tatapan yang menghina dan merendahkan. Seolah mereka sedang berkata, "Orang rendahan sepertimu, untuk apa datang kemari?"
Namun Gerald tidak menghiraukan tatapan-tatapan itu. Selama dua tahun ini, dia sudah terbiasa dengan hinaan dan cemoohan.
Dia langsung melangkahkan kakinya ke arah gerbang Rumah Keluarga Alvero. Sayangnya, semuanya tidak semudah dan selancar yang dia pikirkan.
Sebelum dia bisa memasuki gerbang, seorang satpam menghalangi langkah kakinya. Hal ini membuat Gerald mengerutkan alisnya.
Sementara itu, orang-orang yang menatap aneh pada Gerald justru merasa senang, penghinaan di mata mereka semakin kuat dan jelas. Mereka semua berbisik-bisik.
'Akan ada pertunjukan yang bagus.'
'Tontonan yang cukup menarik.'
Itulah bisikan-bisikan mereka.
"Mengapa menghalangi jalanku?" Gerald bertanya dengan dingin pada satpam itu.
"Maaf Tuan, tidak semua orang bisa masuk ke rumah ini." Satpam itu menjawab dengan tegas.
"Tapi aku akan menghadiri pesta ulang tahun Nyonya Besar Alvero." Kata Gerald dengan sungguh-sungguh.
"Kamu? Menghadiri pesta ulang tahun Nyonya Besar Alvero? Memangnya kamu siapa?" Sebelum satpam berbicara, seseorang dari kerumunan berteriak. Kemudian, suara tawa yang jelas dan menggema terdengar dari orang-orang di sekitarnya.
"Haha, orang udik seperti dia ingin menghadiri pesta ulang tahun Nyonya Besar Alvero!"
"Haha, aku benar-benar tak kuat menahan tawa."
"Haha, sungguh lucu!"
"Satpam, usir pengemis ini. Sungguh membuat pemandangan tidak sedap."
"Ya, usir saja orang ini. Lihat pakaiannya yang lusuh itu."
"Ekhem, Tuan. Kamu dengar orang-orang di sini tidak menerima kamu. Jadi, sebaiknya kamu pergi dari sini. Jika tidak..." Satpam itu berdeham dan berkata.
"Jika tidak apa? Aku diundang ke sini, lihat baik-baik apa ini!" Gerald melemparkan undangan yang Clarisa berikan padanya pada wajah satpam itu.
Bersambung...
